Disiplin keilmuan mengajarkan siswa setia pada proses. Ada langkah dan tantangan yang harus dilewati sebelum hasil yang diinginkan tercapai. Proses itu secara tidak langsung membantu siswa terbiasa berpikir dengan sistematis dan kritis.
”Dalam dunia penelitian tidak ada sesuatu yang instan. Keberhasilan dicapai pribadi tangguh dan kreatif melalui proses yang panjang,” kata Ketua Dewan Juri Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) Riri Fitri Sari di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Kompetisi ISPO merupakan rangkaian Festival Sains dan Budaya 2019 yang akan diselenggarakan pada Jumat (22/2/2019) hingga Minggu (24/2/2019). Selain ISPO, secara simultan juga akan diselenggarakan pula Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia (Osebi).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Nurhidayatil Wafizah (17), siswi dari SMAN 1 Kuantan Singingi, Riau, mengamati hewan anggang-anggang yang telah diawetkan sebagai bahan untuk menentukan ekosistem Sungai Tungtung Gunung, Purbalingga, Jawa Tengah, Selasa (10/7/2018).
Riri mengatakan, pemerintah perlu bekerja keras melahirkan lebih banyak peneliti muda agar mampu bersaing pada era Revolusi Industri 4.0. Generasi milenial yang selama ini dicap sebagai generasi instan perlu dikenalkan sedini mungkin dengan disiplin dunia penelitian.
”Secara tidak langsung, siswa juga bisa belajar banyak hal soal keterampilan hidup,” kata Riri. Kepercayaan diri mengungkapkan ide dan kemampuan meyakinkan orang lain merupakan beberapa dari sekian banyak nilai lain yang bisa diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah.
Tujuan penyelenggaraan kompetisi ISPO dan Osebi adalah memberi kesempatan yang sama kepada siswa dengan bakat yang berbeda. Ilmu pasti dan ilmu sosial budaya kini dirasa sama pentingnya dalam rangka membuat siswa menjadi pribadi yang inovatif dan kreatif.
Memahami keberagaman
Ketua Dewan Juri Osebi Liliana Muliastuti mengatakan, tahapan penelitian ilmiah ilmu budaya akan menuntun siswa memahami keberagaman dengan pikiran terbuka. Kolaborasi dalam proses peneliti memaksa siswa keluar dari lingkungannya untuk bertemu dengan orang dan budaya lain.
”Nilai yang ingin ditanamkan lewat ajang ini adalah kecintaan terhadap bangsa. Siswa dari penjuru negeri bertemu, yang terutama bukan untuk berkompetisi, melainkan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman belajar,” kata Lili.
PANDU WIYOGA UNTUK KOMPAS–Ketua Dewan Juri Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) Riri Fitri Sari (kedua dari kanan) dan Ketua Dewan Juri Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia (Osebi) Liliana Muliastuti (Kedua dari kiri) saat menghadiri konferensi pers di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Teknologi digital memungkinkan terwujudnya kolaborasi melalui sambungan komunikasi yang kini jauh lebih mudah. Menurut Riri, hal itu membuka peluang bagi para peneliti untuk berkolaborasi melahirkan suatu inovasi tanpa perlu repot berkumpul di satu lokasi.
Ia menjelaskan, mayoritas inovasi teknologi di dunia digital merupakan kolaborasi lintas disiplin ilmu. Pembuatan suatu aplikasi ponsel pintar, misalnya, ahli komputer harus bekerja sama dengan pakar bahasa dan seni untuk membuatnya agar mudah digunakan.
Namun, pada kenyataannya, saat ini sebagian besar waktu siswa justru habis untuk mengikuti bimbingan belajar agar diterima di perguruan tinggi favorit. Tidak banyak guru ataupun orangtua yang membolehkan anaknya terlalu lama tenggelam dalam suatu proyek penelitian.
”Gagasan soal Revolusi Industri 4.0 saat ini memang lebih banyak menjadi pemanis bibir saja. Belum ada usaha sistematis menyiapkan siswa agar memiliki jiwa yang kreatif dan inovatif,” ujar Riri. (PANDU WIYOGA)–HAMZIRWAN HAMID
Editor HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 19 Februari 2019