Demam berdarah dengue menyebabkan kebocoran plasma yang mengandung air, gula, dan elektrolit dari dalam pembuluh darah ke jaringan sekitarnya. Kebocoran itu dapat menimbulkan gejala penyakit yang ringan, shock, bahkan kematian.
Dosen pada Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Leonard Nainggolan, mengatakan, masalah utama DBD ada pada cairan dalam tubuh.
”Secara garis besar, darah terdiri dari plasma dan sel,” kata Leonard dalam seminar demam berdarah di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DOKUMENTASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA–Seminar Awam dan Media bertajuk ”Demam Berdarah Tak Kunjung Musnah, Mengapa?” yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Ia mengatakan, 91 persen plasma darah terdiri dari air. Ketika seseorang terkena DBD akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti, maka akan terjadi kebocoran di dalam plasma yang mengandung air, gula, dan elektrolit (mineral yang membawa muatan listrik, seperti kalsium, klorida, dan magnesium).
PANDU WIYOGA UNTUK KOMPAS–Leonard Nainggolan, Dosen Penyakit Tropik Universitas Indonesia
Karena sebagian kebocoran itu merupakan air, pengobatan utamanya adalah air. Leonard menganjurkan penanganan pertama pada korban DBD dengan memberikan air yang banyak. ”Jangan menggunakan air putih, yang terbaik adalah minuman mengandung glukosa dan elektrolit,” ujarnya.
Ia mengemukakan, glukosa dicerna usus dan membawa air serta elektrolit. Setelah memberikan air, kompres dengan menggunakan kain hangat dan jangan mengenakan baju yang tebal.
Perihal fase DBD, tiga hari pertama disebut fase akut yang ditandai dengan demam tinggi dan banyak berkeringat. Tiga hari kedua disebut fase kritis yang ditandai dengan terjadi kebocoran plasma dan selanjutnya memasuki fase pemulihan. Apabila tidak pulih, orang itu akan meninggal.
”Orang yang pernah terinveksi virus dengue tidak ada jaminan kebal seumur hidup,” ujarnya.
Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKUI Mulya Rahma Karyanti menganjurkan, ketika anak demam, maka harus diberi asupan minuman seperti jus buah dan jangan hanya air putih. ”Berikan yang ada kandungan nutrisi,” kata Karyanti.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Mulya Rahma Karyanti, Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKUI
Jika anak itu masih menyusu, maka dapat diberikan air susu ibu (ASI). Ia menganjurkan orangtua agar mewaspadai fase tiga hari pertama.
Apabila orangtua belum tahu penyebab demam pada anak, maka dapat diberikan parasetamol. Karyanti mengatakan, anak yang menggigil jangan ditutup dengan baju tebal berlapis, melainkan gunakan baju yang tipis. Hal tersebut bertujuan agar panas pada anak dapat keluar lewat pori-pori. Jika demam berlanjut, maka segera periksa ke dokter.
”Aedes aegypti”
Penyakit DBD disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Dosen pada Departemen Parasitologi FKUI, Saleha Sungkar, mengatakan, nyamuk ini menyukai air yang jernih dan terlindung dari sinar matahari, terlebih tempat air itu ada di dalam rumah.
Mereka hanya membutuhkan dinding dari suatu wadah air untuk meletakkan telur. Telur tersebut tahan kering dan dapat bertahan hingga enam bulan. Tempat yang sering digunakan ialah bak mandi dan gentong. Mereka akan beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan terdapat keringat manusia.
DOKUMENTASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA–Saleha Sungkar, Dosen pada Departemen Parasitologi FKUI
Nyamuk Aedes agypti sering menggigit pada pukul 06.00 hingga 18.00. Satu nyamuk dapat menularkan kepada lima sampai enam orang dalam satu waktu.
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air serta mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Selain itu, dapat menanam tanaman antinyamuk, seperti kayu putih, serai, jahe, lengkuas, kemangi, kencur, jeruk purut, lavender, dan zodia. Saleha menganjurkan agar tidak menanam tanaman yang terlalu rimbun dan tanaman yang dapat menampung air.(PANDU WIYOGA)
Oleh PRAYOGI DWI SULISTYO
Sumber: Kompas, 13 Februari 2019
———————————
Pemberantasan Sarang Nyamuk Harus Rutin Selama Tiga Bulan
DOKUMENTASI HUMAS PEMKOT JAKSEL–Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali (kiri) terjun langsung dalam kegiatan Jumantik Mandiri di Kelurahan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (1/2/2019) kemarin. Sebagai wilayah dengan kasus tertinggi DBD Jaksel menggalakkan program jumantik mandiri dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di seluruh kelurahan.
Kementerian Kesehatan menganjurkan masyarakat untuk memberantas sarang nyamuk secara rutin seminggu sekali selama minimal tiga bulan. Rutinitas pemberantasan sarang nyamuk dapat mencegah terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue. Awal tahun 2019, demam berdarah dengue telah telah menyebabkan ratusan orang meninggal.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono mengatakan, untuk menekan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) harus dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). “Fogging (pengasapan) hanya dapat membunuh nyamuk dewasa,” kata Anung di Tangerang, Banten, Selasa (12/2/2019).
Adapun PSN, yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air, serta mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Anung mengatakan, PSN tidak hanya dilakukan selama seminggu, tetapi harus setiap minggu minimal hingga tiga bulan.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Anung Sugihantono
Ia menjelaskan, nyamuk aedes aegypti dapat hidup selama dua hingga tiga bulan. Karena itu, pemantauan jentik harus dilakukan secara berkelanjutan.
Sejak 1 Januari 2019 hingga 12 Februari 2019, jumlah penderita DBD di Indonesia telah mencapai 19.003 orang dengan korban meninggal sebanyak 188 orang. Daerah yang paling banyak terjangkit DBD, yaitu Provinsi Jawa Timur.
Anung mengatakan, sebagian besar penderita DBD merupakan anak-anak. Mereka biasanya terjangkit saat jam sekolah. Melihat situasi itu, pemerintah memberikan perhatian khusus pada sekolah dan tempat peribadatan.
Menurut Anung, pada sabtu dan minggu, sekolah akan ditinggalkan penghuninya. Sebaliknya, tempat ibadah akan ditinggalkan orang pada senin hingga jumat. Pada situasi tersebut, orang tidak peduli, sehingga saat terjadi hujan, maka akan ada genangan.
Genangan tersebut menjadi tempat berkembangbiak nyamuk aedes aegypti. Pemerintah menghimbau, agar barang-barang bekas yang ada di sekitar sekolah dan tempat ibadah dibuang. Selain itu, tempat penampungan air agar dikuras secara rutin.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo (Jawa Timur) Anang Budi Yoelijanto mengatakan, hingga saat ini terdapat 106 kasus DBD dengan korban meninggal satu orang. Anang mengatakan, untuk menekan jumlah penderita DBD, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari telah mengedarkan surat agar seluruh desa melakukan PSN setiap minggu.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Anang Budi Yoelijanto
Agar PSN dilakukan secara rutin, Pemerintah Daerah (Pemda) Probolinggo mengumpulkan seluruh pemangku kebijakan mulai dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat, hingga pihak swasta untuk berkomitmen melakukan PSN. “Dua minggu terakhir jumlah penderita DBD di Probolinggo mulai menurun,” kata Anang.
Dalam penanganan kasus DBD, Pemda Probolinggo membuat tim yang memonitor setiap hari. Mereka mengumpulkan seluruh pejabat rumah sakit milik pemerintah dan swasta untuk memberikan layanan terkait penyadaran masyarakat terhadap bahaya DBD.–PRAYOGI DWI SULISTYO
Editor KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 12 Februari 2019