Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus berupaya mempermudah izin bagi peneliti asing yang hendak mengadakan riset di Indonesia. Kemudahan izin akan meningkatkan pertumbuhan riset kolaboratif antara peneliti asing dan peneliti dalam negeri. Kolaborasi itu akan berdampak positif terhadap kemajuan dunia penelitian di Indonesia.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir bersama Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir di Jakarta, Kamis (7/2/2019), mengatakan, pihaknya tengah berupaya mempermudah proses perizinan bagi peneliti asing di Indonesia. Sejak pertengahan 2018, Kemristekdikti mulai menerapkan proses pengurusan izin satu pintu secara daring, meskipun belum berjalan optimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pada 2019 ini, akan kita upayakan agar perizinan secara daring ini berjalan dengan baik,” kata Nasir dalam konferensi pers tentang kerja sama Indonesia-Inggris dalam pendanaan tiga riset kolaboratif tentang bencana hidrometeorologi di Indonesia.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Peneliti dan mahasiswa lintas lembaga penelitian melakukan kajian terhadap Sungai Ciliwung beserta kehidupan masyarakat di kawasan itu. Ini untuk memberikan aspek lengkap bagi penataan Ciliwung yang lebih baik. Tampak para mahasiswa dari ETH Zurich (Swiss), National University of Singapore dengan didampingi Universitas Indonesia dan IPB yang difasilitasi Future Cities Laboratory, Senin (18/3/2013) di Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur.
Nasir menjelaskan, proses pengurusan izin bagi peneliti asing lama karena izin tidak hanya dikeluarkan oleh Kemristekdikti, tetapi juga oleh lembaga lainnya, seperti Badan Intelijen Negara dan Kementerian Hukum dan HAM. Proses pengurusan izin pun bisa memakan waktu sebulan, dua bulan, enam bulan, bahkan setahun.
Oleh sebab itu, Nasir pun berupaya merombak proses perizinan itu melalui satu pintu di Kemristekdikti secara daring. Melalui pelayanan daring, peneliti asing tidak perlu ke Indonesia mengurus perizinan. Setelah izin keluar, peneliti bisa langsung melakukan riset di Indonesia.
“Karena prosedur perizinan yang begitu susah, saya ingin mengubah total. Waktu yang lama itu bisa dipangkas menjadi tiga hari atau kurang dari satu minggu,” ujarnya.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir (tiga dari kiri) menjelaskan tentang kerja sama pendanaan penelitian bencana hidrometeorologi di Indonesia oleh Indonesia dan Inggris, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti Muhammad Dimyati menambahkan, sebelum menggunakan sistem daring, proses pengurusan perizinan memakan waktu 21 hari dengan melibatkan 20 institusi. Melalui sistem daring, usulan izin disaring terlebih dahulu, mana yang bisa dibahas oleh tim terbatas, mana yang perlu dibahas oleh seluruh institusi.
“Nah, akibatnya, ada izin penelitian yang hanya 3 hari bisa selesai, tetapi ada yang masih perlu dua minggu atau seminggu tergantung pada jenis penelitiannya. Penelitian yang lama itu biasanya melibatkan objek penelitian di daerah yang berpotensi bencana atau secara politik membahayakan peneliti dan pendampingnya. Sehingga perlu dikaji terlebih dahulu,” ujarnya.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Muhammad Dimyati
Menurut Nasir, masalah pengurusan izin yang lama sering dikeluhkan para peneliti asing. Persoalan ini membuat peneliti asing enggan bekerja sama dengan peneliti Indonesia melakukan riset di dalam negeri. Padahal, riset kolaboratif sangat berdampak positif untuk kemajuan dunia penelitian di Indonesia.
“Jumlah riset di Indonesia meningkat drastis. Namun, peneliti kita tidak bisa bekerja sendiri supaya kualitas risetnya semakin baik. Kami butuh kolaborasi dengan peneliti dari luar untuk memperbaiki kualitas riset kita,” ujarnya.
Jumlah riset di Indonesia meningkat drastis. Namun, peneliti kita tidak bisa bekerja sendiri supaya kualitas risetnya semakin baik. Kami butuh kolaborasi dengan peneliti dari luar untuk memperbaiki kualitas riset
Berdasarkan data Kemristekdikti, jumlah izin peneliti asing yang diterbitkan pada periode 2015-2018, sebanyak 2.104 izin. Lima negara yang penelitinya paling banyak mengurus izin, yaitu Amerika Serikat dengan 436 izin, Jepang 345 izin, Prancis 206 izin, Jerman 190 izin, Kerajaan Inggris 157 izin.
KOMPAS/RENY SRI AYU–Jembatan Je’ne Lata di Kecamatan Mamuju, Kabupaten Gowa putus akibat luapan Sungai Je’ne Lata, Selasa (22/1/2019). Pemerintah Indonesia dengan Inggris bakal melakukan riset kolaboratif tentang bencana hidrometeorologi di Indonesia.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Asean, dan Timor Leste Moazzam Malik yang hadir dalam konferensi pers menyambut baik komitmen Kemristekdikti itu. Menurut Moazzam, proses perizinan yang mudah sangat penting, tidak hanya di bidang riset dan inovasi, tetapi juga bidang lainnya secara keseluruhan.
Moazzam melanjutkan, untuk bisa semakin baik, Indonesia memerlukan inovasi dan kemitraan dari luar negeri, termasuk Inggris. Kemitraan dengan para peneliti Inggris, pengusaha, mahasiswa, dan pelaku di bidang lainnya bisa mempercepat pembangunan Indonesia.
“Melalui kerja sama, peneliti Indonesia bisa mengambil pengetahuan dan inovasi terbaru. Itu sangat berguna bagi Indonesia. Di dunia yang saling terkait, melalui kemitraan dan hubungan persahabatan, kedua negara bisa (berbagi) manfaat, bisa mempercepat hubungan dan kemajuan negara,” ujarnya. (YOLA SASTRA)–KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 7 Februari 2019