Sistem transportasi umum ternyata memberi bonus kesehatan yaitu tingkat kegemukan obesitas yang lebih rendah. Penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa peningkatan 1 persen dalam perjalanan dengan angkutan massal berhubungan dengan obesitas yang lebih rendah 0,473 persen di seluruh AS.
KOMPAS–Penumpang transit berlari mengejar KRL jurusan Tanah Abang sesaat setelah mereka turun di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Jumat (2/12/2011). Penggunaan transportasi umum terbukti turunkan obesitas.
Penelitian berjudul “Apakah Mempromosikan Angkutan Umum Merupakan Intervensi yang Efektif untuk Obesitas?: Sebuah Studi Longitudinal tentang Hubungan antara Penggunaan Angkutan Umum dan Obesitas” itu dimuat dalam jurnal Transportation Research yang juga dipublikasikan sciencedaily.com 29 Januari 2019. Penelitian dilakukan oleh para peneliti Universitas Illinois di Urbana-Champaign dan Georgia Tech, AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti disebutkan dalam laporan penelitian, penelitian ini dilakukan karena sejak Perang Dunia II, masyarakat AS telah menyaksikan peningkatan angka obesitas dan peningkatan penggunaan mobil.
KOMPAS–Kerumunan penumpang saat baru turun dari Kereta Rel Listrik Commuter Line di Stasiun Bekasi, seperti terlihat Kamis (8/1/2015) sore. Aktivitas fisik selama menggunakan transportasi publik turunkan obesitas.
Dalam sekitar periode yang sama, jarak tempuh kendaraan tahunan dari semua jenis kendaraan di AS meningkat stabil, baik dalam jumlah kotor dan per kapita. Jacobson dkk (2011) dan Behzad dkk (2013) mendokumentasikan korelasi yang tinggi antara tingkat obesitas dan jarak tempuh kendaraan per pengemudi berlisensi dari 1985 hingga 2007 secara nasional. Penggunaan angkutan umum, sebaliknya, terbukti berkorelasi negatif dengan tingkat obesitas.
Hubungan-hubungan ini secara alami mengarah pada pertanyaan, apakah tingkat obesitas akan berkurang jika lebih banyak orang memilih untuk bepergian dengan angkutan umum daripada kendaraan mereka sendiri?
Menjawab pertanyaan riset ini, tim peneliti membandingkan dan menganalisis data daerah AS dari tahun 2001 dan 2009. Tim merinci analisis komputasi dari data kesehatan, transportasi, dan sensus yang tersedia untuk umum di 227 daerah dari 45 negara bagian pada tahun 2001 dan 2009. Studi ini berfokus pada data yang dikumpulkan pada tahun 2001 dan 2009 dengan alasan ketika kereta api dan bus adalah moda transportasi umum utama di AS.
KOMPAS–Penumpang KRL melalui pintu tiket elektronik di Stasiun Palmerah, Jakarta, Senin (6/7/2015). Berjalan kaki selama menggunakan transportasi publik menyehatkan.
Perbedaan faktor ekonomi dan gaya hidup termasuk latihan pada waktu luang, pendapatan rumah tangga, cakupan perawatan kesehatan, dan pendanaan angkutan umum dimasukkan dalam analisis.
“Memilih angkutan massal daripada mengemudi menciptakan peluang untuk berolahraga yang mungkin tidak ada. Daripada hanya keluar dari rumah dan masuk ke mobilnya, pengendara harus berjalan dari rumah mereka ke halte bus dan dari halte mereka ke tujuan mereka,” kata Sheldon H Jacobson, Guru Besar Ilmu Komputer Universitas Illinois.
Jika dilihat di tingkat daerah, tim peneliti menemukan bahwa setiap peningkatan 1 persen poin dalam penggunaaan angkutan umum di suatu daerah di AS berhubungan dengan tingkat obesitas lebih rendah 0,221 persen poin.
“Penelitian ini menggunakan pendekatan longitudinal, yang berarti bahwa kami memeriksa perbedaan antara tahun 2001 dan 2009, memungkinkan kami untuk mengontrol faktor-faktor yang dapat mempengaruhi analisis. Sebagai contoh, faktor-faktor seperti cuaca atau geografi fisik yang dapat mempengaruhi tingkat obesitas suatu daerah pada tahun 2001 dan 2009 dikendalikan karena dampaknya ada pada kedua periode waktu tersebut,” papar Douglas M King, dosen senior Departemen Rekayasa Sistem Industri dan Perusahaan Universitas Illinois.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Masyarakat antre di halte bus Trasjakarta Gelora Bung Karno, Jakarta seusai upacara pembukaan Asian Games 2018, Sabtu (18/8/2018). Transportasi publik terbukti menyehatkan tubuh.
Penelitian ini menunjukkan bahwa berinvestasi dalam angkutan umum dapat memberikan pilihan transportasi yang lebih efisien yang tidak hanya membantu lingkungan tetapi juga dapat menawarkan manfaat kesehatan masyarakat.
Di Indonesia, transportasi publik masih belum menjadi pilihan utama masyarakat. Di Jakarta, misalnya, seperti dilaporkan Harian Kompas 30 Januari 2019, jumlah pengguna transportasi umum baru 19 persen atau sekitar 1,9 juta orang dibandingkan seluruh penduduk Jakarta yang berjumlah 10,18 juta jiwa. Sebanyak 1,9 juta orang itu dilayani kereta rel listrik dan 8.329 bus.
Oleh SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 30 Januari 2019