Obesitas Bukan Hanya Urusan Makan

- Editor

Senin, 28 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Obesitas bukan hanya urusan kesehatan personal dan keluarga. Negara harus hadir karena obesitas berdampak besar bagi bangsa.

Pencegahan obesitas tidak bisa diserahkan hanya pada kesadaran masyarakat. Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan yang mendorong warga makan dengan gizi seimbang dan aktif bergerak. Jika itu tak dilakukan, ke depan pemerintah akan menanggung besarnya biaya kesehatan.

Indonesia menghadapi beban gizi triplet, stunting (pendek), kurus, dan kelebihan berat badan secara bersamaan. Saat kasus stunting belum tuntas ditangani, kasus obesitas atau kelebihan gizi pada anak dan dewasa terus meningkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro usai peringatan Hari Gizi Nasional ke-59, di Jakarta, Jumat (25/1/2019), mengatakan pemerintah saat ini masih fokus menangani stunting karena berisiko menciptakan kemiskinan di masa depan.

“Penanganan stunting perlu pendekatan strategis karena berdampak pada pembangunan. Sementara obesitas berisiko meningkatkan penyakit tidak menular sehingga pendekatannya lebih ke tindakan preventif agar orang tidak sakit,” katanya.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Siswa sebuah sekolah dasar di Tangerang Selatan, Banten mengikuti mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di lapangan sekolah, Kamis (24/1/2019). Olahraga merupakan salah satu kegiatan luar ruang di sekolah yang bisa mengontrol obesitas pada anak.

Secara terpisah, Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Jakarta, Damayanti Rusli Sjarif berpendapat, obesitas bukan masalah kesehatan saja, tapi gaya hidup salah dan minimnya pemahaman gizi yang baik.

Tanpa intervensi menyeluruh, obesitas sulit diselesaikan. Beban negara pun makin besar. “Stunting cenderung berakibat pada kemampuan kognitif yang rendah, sedang obesitas berakibat pada kematian dini. Jika tak diselesaikan bersama, masa depan Indonesia akan dikuasai penduduk stunting,” ujarnya.

Karena itu, meski pemerintah fokus menyelesaikan stunting, masalah obesitas tidak bisa dikesampingkan. Beban berat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat ini yang harus menanggung biaya besar perawatan penyakit tak menular itu salah satunya terjadi akibat tak terkontrolnya obesitas.

“Negara harus hadir. Saat individu keluar rumah, pengaruh lingkungan lebih besar dibanding keluarga sehingga peran negara dibutuhkan untuk menjaga pola diet masyarakat yang sehat dan berimbang serta aktif bergerak,” kata Ketua Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) yang juga dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Ede Surya Darmawan.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pertanian tengah berupaya menyediakan pangan sehat bergizi yang tersedia dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. Pemerintah daerah punya andil besar dalam hal ini.

Namun Ede mengingatkan, itu tak cukup. Pemerintah perlu mengatur tegas aturan garam, gula dan lemak dalam makanan, termasuk yang dihasilkan industri. Saat ini sudah ada aturan penggunaan gula, garam, lemak, namun cakupan dan penegakan aturannya masih lemah.

“Itu bukan diskriminasi pada industri makanan dan minuman, tetapi negara harus berpihak,” tambahnya.

Aktivitas fisik
Bukan hanya pangan, aktivitas gerak masyarakat juga perlu dirancang dalam kebijakan pemerintah. Terlebih, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes Kartini Rustandi melihat perubahan perilaku bermain anak berpotensi menyebabkan obesitas.

“Sekolah bisa memaksa anak berativitas fisik karena jam pelajaran olahraga sejam masih sangat kurang,” katanya. Saat istirahat, siswa juga didorong aktif di luar kelas dengan gerakan lari, lompat, loncat, dan lempar (4L) yang bisa menunjang pertumbuhan tulang, otot dan pernapasan.

Ede menambahkan pemerintah harus merancang sistem transportasi yang membuat orang nyaman atau dipaksa berjalan kaki. Terlebih dengan masuknya angkutan daring hingga ke pelosok kota kecil. Penyediaan tempat bermain atau lapangan olahraga juga bisa diinisiasi desa atau kelurahan dengan memanfaatkan dana desa.

“Pemahaman politisi dari pusat hingga daerah tentang pencegahan dan risiko obesitas juga perlu terus didorong hingga kebijakan yang diambil berpihak pada kesehatan masyarakat,” katanya. (DEONISIA ARLINTA)

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 26 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB