Kopi Dunia Terancam Punah

- Editor

Senin, 21 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kopi adalah salah satu jenis minuman yang paling dikonsumsi di seluruh dunia. Meski ada ribuan campuran kopi yang dijual di pasaran, penikmat kopi umumnya tidak menyadari bahwa mereka hanya meminum dua spesies kopi saja, yaitu kopi arabika dan kopi robusta.

Padahal, setidaknya ada 124 spesies tumbuhan kopi di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 122 jenis kopi, termasuk kopi arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea canephora), tumbuh liar di hutan. Banyaknya tumbuhan kopi yang tumbuh liar di alam membuat mereka rentan punah.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Kopi robusta di kebun warga di sekitar Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi, Sabtu (20/1/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penilaian yang dilakukan sejumlah ahli dari Inggris dan dipublikasikan di jurnal Science Advances, 16 Januari 2019, menunjukkan, 60 persen dari 124 spesies tumbuhan kopi itu terancam punah. Besarnya jumlah spesies kopi yang terancam punah itu mengkhawatirkan.

Kondisi itu membuat kopi menghadapi ancaman kepunahan lebih besar dibandingkan tumbuhan secara keseluruhan. Saat ini, hanya satu dari lima tumbuhan atau 20 persen tumbuhan yang terancam punah.

Sebagian besar kopi liar tidak memiliki rasa yang enak sehingga kurang dimanfaatkan atau dibudidayakan. Meski demikian, kopi liar bisa mengandung gen yang bisa digunakan untuk membantu tumbuhan kopi bertahan di masa depan, baik dari ancaman perubahan iklim maupun hama tumbuhan.

Kopi liar itu banyak ditemukan di hutan-hutan terpencil di Afrika dan Madagaskar. Di luar Afrika, kopi liar banyak ditemukan di negara-negara tropis, seperti India, Sri Lanka, dan Australia.

ADVANCES.SCIENCEMAG.ORG–Peta jumlah spesies kopi liar yang terancam punah berdasarkan negara asalnya.

”Tanpa adanya spesies kopi liar, tidak akan ada banyak jenis kopi yang bisa kita minum saat ini,” kata Aaron P Davis, peneliti dari Royal Botanic Gardens Kew, Inggris, yang memimpin studi seperti dikutip BBC, Kamis (17/1/2019). Sebagian jenis kopi liar itu berhasil dibudidayakan hingga membuat tumbuhan kopi berkelanjutan.

Sebanyak 124 spesies kopi yang dinilai tersebut berasal dari Afrika, Asia, dan Australia. Dari jumlah tersebut, 75 spesies kopi dianggap terancam punah. Sementara 35 spesies kopi tidak terancam punah dan 14 spesies kopi memiliki informasi yang terbatas hingga belum bisa dipastikan kondisinya.

Penelitian itu juga menemukan bahwa 28 persen spesies kopi liar tumbuh di luar kawasan hutan lindung. Selain itu, 45 persen dari seluruh spesies kopi liar itu benihnya belum tersimpan di bank benih.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI–Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde terpikat pada kopi solidaritas yang diusung PT BRI (Persero) Tbk, Selasa (9/10/2018). Ia datang ke stan dan meracik kopi hitam untuk dinikmati.

Faktor perubahan iklim
Studi lain yang dipimpin Justin Moat, juga dari Royal Botanic Gardens Kew, Inggris dan dipublikasikan di Global Change Biology, Rabu (16/1/2019), menunjukkan, jika faktor perubahan iklim diperhitungkan, populasi kopi arabika liar akan turun hingga 50 persen hingga tahun 2088.

Jika faktor perubahan iklim diperhitungkan, populasi kopi arabika liar akan turun hingga 50 persen hingga tahun 2088.

Situasi itu juga mengkhawatirkan mengingat kopi arabika liar adalah sumber benih untuk budidaya kopi dan juga dipanen hasilnya. Kondisi itu membuat kopi liar arabika juga bisa dikelompokkan sebagai tumbuhan yang terancam dan dimasukkan dalam Daftar Merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (Red List IUCN).

”Pentingnya kopi arabika bagi dunia membuat risiko yang mereka hadapi di alam liar perlu dipelajari untuk menjamin keberlangsungannya,” kata peneliti lain dari Tadesse Woldemariam Gole dari Forum Lingkungan, Perubahan Iklim, dan Hutan Kopi (ECCCFF) di Addis Ababa, Etiopia.

DEFRI WERDIONO–Karyawan salah satu perusahaan kopi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, memilah biji kopi. Malang merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Jawa Timur.

Kopi arabika berasal dari dataran tinggi Etiopia. Data Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur, menyebut, kopi arabika adalah kopi tradisional dan dianggap memiliki rasa yang lebih enak enak. Karena itu, jenis kopi ini paling banyak diperdagangkan.

Kandungan kafein kopi arabika juga lebih rendah daripada kopi robusta. Kopi ini juga lebih banyak dibudidayakan sepanjang kondisi tanah di wilayah tersebut mendukung.

Jenis kopi arabika umumnya dinamai berdasarkan dermaga asal kopi tersebut diekspor. Dua jenis kopi arabika yang tertua adalah moka dari Mocha, Yaman, dan Jawa, Indonesia. Namun, perdagangan kopi modern umumnya menyebut lebih spesifik asal-usulnya, mulai dari daerah atau negara asal hingga terkadang ladang yang menghasilkannya.

Besarnya ancaman kepunahan kopi liar itu membuat Eimear Nic Lugadha, peneliti lain dari Royal Botanic Gardens Kew, Inggris, berharap data kopi yang terancam punah itu bisa diprioritaskan untuk dipelajari lebih lanjut. Upaya itu penting untuk menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan produksi kopi global.

Tak hanya itu, upaya penyelamatan segera tumbuhan kopi liar yang terancam punah itu penting karena nilai ekonomi bisnis kopi global mencapai triliunan rupiah. Belum lagi, ada 100 juta petani kopi di seluruh dunia yang berkepentingan dengan keberlanjutan usaha mereka.

Karena itu, menyelamatkan tumbuhan kopi atau tumbuhan sama halnya dengan menyelamatkan hidup manusia.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 18 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB