CVR Bisa Ungkap Penyebab

- Editor

Selasa, 15 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perekam suara di dalam kokpit atau cockpit voice recorder pesawat Lion Air JT-610 dengan registrasi PK-LQP ditemukan. Data dari CVR dapat mengungkap penyebab jatuhnya Lion Air.

Tim Penyelam dari Komando Pasukan Katak dan Dinas Penyelam Bawah Air Armada I TNI AL menemukan CVR milik pesawat Lion Air JT-610 dengan nomor registrasi PK-LQP yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018. CVR ditemukan hari Senin (14/1/2019), pukul 09.18, di perairan Karawang. Penemuan CVR itu hasil dukungan kapal KRI Spica-934.

Temuan CVR akan melengkapi analisis dari temuan kotak hitam sebelumnya, yakni perekam data penerbangan (FDR) pada 1 November 2018. CVR dan FDR merupakan dua kotak hitam yang diwajibkan ada dalam pengoperasian pesawat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

FDR memonitor beberapa parameter seperti ketinggian, kecepatan pesawat, dan arah angin. Adapun CVR merekam percakapan di kokpit pesawat antara pilot dan kopilot serta transmisi radio dan suara mesin.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO-+Panglima Komando Armada I Laksamana Muda TNI Yudo Margono menunjukkan perekam suara di kokpit (CVR) Lion Air PK-LQP setelah ditemukan penyelam Dinas Penyelamatan Bawah Air Koarmada I di perairan utara Karawang, Jawa Barat, Senin (14/1/2019). Pusat Hidrologi TNI AL bersama KNKT mencari CVR menggunakan KRI Spica-934 sejak Selasa pekan lalu.

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan, proses analisis CVR bergantung pada kompleksitas. Hal itu mencakup percakapan, situasi, dan hal-hal terkait yang terjadi di kokpit pesawat.

”Mudah-mudahan analisis tidak terlalu lama. Jika sudah selesai dianalisis dan ada laporan akhir, maka temuan akan dirilis. Semoga tidak sampai satu tahun dapat diumumkan penyebab dari kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP,” kata Soerjanto.

Saat mulai beroperasi, 8 Januari 2019, KRI Spica punya waktu 15 hari untuk menemukan CVR. Sebab, sinyal ping sebagai penanda keberadaannya akan hilang setelah 90 hari. Namun, KRI Spica milik Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) sukses menemukan CVR di hari ke-7.

Kemarin, tim penyelam yang dipimpin Kapten Laut (T) Iwan Churniawan tidak menyangka mampu mengangkat benda yang selama ini dicari. Awalnya, mereka mengira benda berwarna oranye itu hanya serpihan biasa dari pesawat, dan pencarian CVR belum berakhir.

Tim yang di antaranya terdiri dari Iwan, Sersan Dua Satria Margono Susanto, Kelasi Kepala (KLK) Debi Susanto dan KLK Tri Agus tiap kali menyelam rata-rata 30 menit. ”Total ada 25 penyelam, tiap hari 10 kali penyelaman,” ucap Iwan.

CVR ditemukan Satria. Dia mendapati adanya benda yang diduga serpihan badan pesawat Lion Air berwarna oranye, terkubur 20 sentimeter di dalam lumpur dasar laut. ”Setiap warna oranye, ya, kami angkat saja. Ternyata itu CVR,” ucapnya.

Kepala Pushidrosal Laksamana Muda Harjo Susmoro menjelaskan, KNKT sudah melokalisasi area seluas 5 meter kali 5 meter di perairan Tanjung Karawang yang diduga menjadi tempat CVR berada. Selain itu, KRI Spica dengan segala kecanggihannya mendukung pemetaan lokasi.

KRI Spica mengawali dengan pemindaian dengan multibeam echosounder (MBES) untuk mengetahui profil dasar laut. Setelah itu, perangkat sub-bottom profiling (SBP) digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan di bawah dasar laut.

Lebih akurat
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap temuan CVR ini dapat segera mengungkap penyebab jatuhnya Lion Air. Dengan data CVR dan FDR, detik demi detik pergerakan pesawat bisa dianalisis lebih akurat sehingga penyebab jatuhnya pesawat bisa diketahui.

”Saya berharap KNKT dapat bergerak cepat menyelidiki CVR. Kemudian, KNKT dapat segera memberikan rekomendasi dari hasil penyelidikan ini. Tentunya ini ditunggu semua pihak untuk langkah evaluasi berikutnya,” ujarnya.

Menurut pengamat penerbangan Alvin Lie, butuh waktu 1-2 hari untuk membuka CVR. Sementara analisis terhadap data suara akan memakan waktu 10-11 bulan. ”Karena yang didengarkan bukan hanya suara pilot dan kopilot.

Suara mesin dan suara lain juga dianalisis, seperti suara pintu terbuka atau suara patahan. Bahkan, tidak semua suara bisa didengar dengan telinga telanjang. Butuh alat canggih untuk menganalisisnya,” tutur Alvin.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana Banguningsih Pramesti mengatakan penting mengetahui penyebab jatuhnya Lion Air agar bisa menjadi bahan evaluasi untuk mencegah insiden serupa di masa depan. ”Hasil temuan akan kami jadikan bahan evaluasi untuk mencegah kecelakaan serupa,” ujar Polana.

Hak keluarga korban

Keluarga korban berharap ada langkah maju terkait penyidikan peristiwa tersebut. Dony Wijaya (39), yang kehilangan istri dan kedua putranya, berharap penemuan CVR akan menyelesaikan penyelidikan kecelakaan tersebut.

”Harapan kami, pihak Lion segera membayar apa yang menjadi hak kami tanpa persyaratan apa pun,” kata Dony.

Harapan serupa disampaikan Bias (27), warga Pondok Kopi, Jakarta Timur. Ia menginginkan temuan CVR memperjelas soal dana pertanggungan asuransi untuk ahli waris. Sebab, keluarga korban belum mendapat dana asuransi senilai Rp 1,3 miliar dari pihak maskapai sejak diurus November 2018.

Secara terpisah Managing Director Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro berharap investigasi penyebab jatuhnya pesawat semakin menemui titik terang dengan penemuan CVR. Menurut dia, ganti rugi asuransi bagi keluarga terus dilakukan. Lion masih memverfikasi data ke rumah keluarga korban.

”Pemberian santunan masih berlangsung kepada pihak keluarga. Saat ini sudah 36 orang yang sudah selesai diberikan santunan,” ujar Daniel.(JOG/ART/EDN/ARN/E04/E07/E17/E19/E22)

Sumber: Kompas, 15 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB