Kondisi Terkini Anak Krakatau

- Editor

Senin, 14 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kawah Gunung Anak Krakatau kembali muncul di atas daratan. Ini menandai evolusi baru gunung ini setelah sebagian tubuh gunung ini longsor ke laut dan memicu tsunami pada 22 Desember 2018.

Kondisi Gunung Anak Krakatau terbaru ini terpantau Kompas dari helikopter saat terbang bersama dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo; Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita; Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia Gegar Prasetya; dan peneliti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Supartoyo, Minggu (13/1/2019).

KOMPAS/AHMAD ARIF–Kondisi tubuh Anak Kakatau pada Minggu (13/1/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kepala PVMBG Kasbani mengatakan, saat ini Anak Krakatau masih pada fase pertumbuhan sehingga terus membangun tubuh gunungnya. ”Meskipun aktivitasnya masih tinggi, tetapi mulai menurun. Sejak beberapa hari terakhir ini, juga sudah tidak ada erupsi. Diharapkan ke depan semakin stabil,” katanya.

Gegar Prasetya mengatakan, melihat perkembangan Anak Krakatau saat ini, ancaman tsunami dari longsoran seperti terjadi pada 22 Desember 2018 sudah kecil. ”Untuk tsunami ancamannya tinggal dari terjadinya caldera collapse dan letusan bawah laut. Namun, itu butuh energi sangat besar, jadi untuk kondisi saat ini sepertinya belum mungkin,” katanya.

Gunung Anak Krakatau terus berubah setelah longsor yang memicu tsunami pada 22 Desember 2018. Beberapa letusan dan longsoran masih terjadi, tetapi tidak terekam adanya tsunami. Ancaman tsunami di Selat Sunda yang perlu diwaspadai juga berasal dari gempa bumi.

”Analisis dari citra satelit hingga tanggal 31 Desember 2018 pukul 18.23 WIB menunjukkan terjadi perubahan bentuk pada permukaannya,” kata peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Agustan, di Jakarta, Selasa (1/1/2019).

Menurut Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar, sejak 24 Desember, letusan Gunung Anak Krakatau terus terjadi disertai dentuman yang terdengar dari Pos Pasauran, Carita, Banten. Erupsi besar terjadi pada 26-27 Desember 2018 sehingga puncak gunung yang terbentuk sejak 1950 hilang, sebagian ikut terletuskan dan sebagian longsor. Akibat letusan ini, ketinggian Gunung Anak Krakatau yang semula 338 meter dari permukaan laut berkurang menjadi 110 meter dari permukaan laut. (Kompas, 2 Januari 2019)

Sejarah Anak Krakatau
Menurut catatan Kompas, Anak Krakatau akan berusia 91 tahun. Pada 28 Januari 1928, Anak Krakatau muncul pertama kalinya di permukaan laut. Kelahirannya ditandai muntahan material vulkanik di bawah permukaan laut di barat daya ”Kaldera 1883”, sebutan lubang kaldera Krakatau yang meletus pada 1883.

Material itu terus menumpuk. Pertumbuhan gunung api itu 4,25 meter per tahun. Data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menunjukkan tinggi Anak Krakatau dari permukaan laut pada 1992 mencapai 199 meter dan pada 2018 telah mencapai 338 meter.

Hery Harjono, ahli geofisika doktor lulusan Universite de Paris Sud, menilai gunung itu superaktif. Aktivitas Anak Krakatau termaktub dalam disertasinya. ”Pertumbuhan Anak Krakatau ke barat daya amat cepat, sebanding aktivitasnya,” ujarnya. Aktivitasnya terdeteksi pada dua reservoir bawah Krakatau. Di kedalaman 22 kilometer, ada reservoir besar. Reservoir kedua berupa kantong-kantong magma lebih kecil dengan kedalaman 10 kilometer.

Riset itu dilakukan Hery saat menjadi peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama tim peneliti dari Perancis, di antaranya Christine Deplus dari Institute de Physique du Globe de Paris (IPG) Paris, pada 1995. ”Hasil riset dikonfirmasi peneliti dari Jerman, Rusia, dan Swedia tahun 2011,” kata Hery yang kini menjadi Manajer Proyek Integrated Airborne Geophysical Survey di Timor Leste.

Bagaimana perbandingan tinggi Anak Krakatau dengan Krakatau yang meletus pada 1883? Dua tahun sebelum Krakatau meletus, Rogier Diederik Marius Verbeek, geolog asal Belanda, meneliti Krakatau. Dalam bukunya, Krakatau (1884), Verbeek menjelaskan, Krakatau ialah rangkaian gunung api, yakni Rakata setinggi 800 meter di selatan, di tengah ada Gunung Danan (456 meter), dan utara Gunung Perbuatan (120 meter). Tiap gunung membentuk pulau sepanjang 11 kilometer disebut Pulau Krakatau. (Kompas, 27 Desember 2018).–AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 15 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB