Kehidupan Lalat Buah Diteliti Setelah 108 Tahun

- Editor

Sabtu, 8 Desember 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Siapa yang tidak pernah melihat lalat buah hinggap di buah-buahan? Mantan siswa biologi pasti pernah mendengar nama lalat buah (Drosophila melanogaster) di buku biologi. Organisme ini paling banyak dipelajari di planet ini sejak 108 tahun lalu, sebagai hewan percobaan. Namun, ternyata kehidupan pribadi lalat buah baru dipelajari ilmuwan tahun 2018 ini.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ–Petani memanen jeruk di Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Senin (30/1/2012). Serangan lalat buah menyebabkan hasil panen buah menurun hingga 30 persen dan harga jeruk turun menjadi Rp 2.000 per kilogram di tingkat petani.

Penelitian berjudul ”Drosophila melanogaster liar dari Afrika adalah Spesialis Buah Marula Musiman” itu dimuat dalam jurnal Current Biology edisi 6 Desember 2018 yang juga dipublikasikan Ssciencedaily.com. Penelitian dilakukan tim dari Universitas Lund, Swedia, dan Universitas Wisconsin, Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kajian khusus tentang lalat buah ini antara lain dikemukakan Hugo J Bellen dan kawan-kawan dalam penelitian berjudul ”100 Tahun Penelitian Drosophila dan Dampaknya pada Ilmu Saraf Vertebrata: Pelajaran Sejarah untuk Masa Depan” yang dimuat dalam jurnal Nature Reviews Neuroscience edisi Juli 2010.

Menurut catatan Hugo J Bellen dan kawan-kawan, penelitian pertama terhadap lalat buat dilakukan Thomas Hunt Morgan tahun 1910. Ia melaporkan identifikasi gen putih pada lalat buah. Pendekatan genetik mendominasi 50 tahun pertama penelitian menggunakan lalat buah (1910-1960). Pengembangan alat-alat penelitian terus-menerus telah mendorong banyak penemuan baru dalam lalat buah.

”Baru-baru ini, banyak ahli lalat memfokuskan perhatian mereka pada pembedahan dasar perilaku molekuler dan seluler. Studi-studi ini tidak diragukan lagi akan memajukan pemahaman kita tentang bagaimana sistem saraf lalat buah bekerja dan memberi kita paradigma yang sangat berharga untuk mempelajari fungsi otak mamalia,” tulis Hugo J Bellen dan kawan-kawan.

Sebelum studi baru tahun 2018 ini, lalat buah tidak pernah diamati dari hutan belantara yang tidak terganggu. Jadi, para peneliti berangkat ke hutan Zimbabwe untuk menemukan rumah leluhur Afrika dari organisme model penting ini.

KOMPAS/HERPIN DEWANTO–Petugas membongkar kontainer berisi buah ilegal dari China di Terminal Peti Kemas Surabaya, Jawa Timur, Jumat (4/3/2016). Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya menyita 34 kontainer berisi buah ilegal dari China berupa pir, jeruk, dan apel seberat 609,9 ton. Buah ilegal itu diduga kuat membawa hama lalat buah jepang (Bactrocera tsuneonis) yang belum pernah masuk ke Indonesia. Lalat buah afrika juga menyebar ke seluruh dunia melalui perantara manusia.

Dalam penelitian terbaru, ilmuwan meneliti lalat buah yang hidup di hutan leluhur mereka di Zimbabwe yang menawarkan petunjuk baru tentang bagaimana lalat hidup di alam liar. Ceritanya berpusat pada buah marula afrika, yang memiliki kulit tebal di sekeliling buah bergula, mirip dengan jeruk kesukaan lalat buah modern. Penemuan mereka juga membantu menjelaskan bagaimana lalat buah mungkin pertama kali dijinakkan.

”Lalat di mangkuk buah dapur Anda memiliki leluhur langsung sekelompok lalat yang hidup di marula di hutan yang jauh. Sekitar 10.000 tahun lalu, lalat-lalat ini pindah dengan tetangga manusia mereka dan keturunan mereka kemudian menjajah dunia. Itu sangat keren,” kata Marcus Stensmyr, peneliti dari Universitas Lund.

Menggunakan perangkap, mereka berhasil menemukan lalat buah liar di hutan Afrika tengah selatan. Perangkap di sekitar pohon buah marula cepat diisi dengan lalat buah. Perangkap ditempatkan di bagian lain dari hutan yang memiliki sedikit atau tidak ada lalat buah. Para peneliti juga menunjukkan bahwa lalat buah lebih suka buah marula daripada jeruk, favorit yang terkenal dari mereka di bagian lain dunia.

Bahkan, para peneliti menemukan lalat buah dari belahan dunia lain lebih menyukai marula daripada jeruk, terlepas dari kenyataan mereka pasti tidak pernah melihat jeruk sebelumnya. Lalat buah tertarik pada bahan kimia utama yang dikeluarkan oleh marula, yang mengaktifkan reseptor bau yang diketahui memengaruhi pilihan mereka untuk bertelur.

Makna budaya
Salah satu alasan penemuan baru ini sangat menarik adalah buah marula tidak hanya penting bagi lalat. Buah ini juga memiliki makna budaya yang lama bagi orang San, yang tinggal di wilayah tersebut. Penggalian goa di mana suku San hidup selama Pleistosen Akhir hingga Holosen Awal telah menemukan batu marula berukuran kenari yang berukuran sangat besar, yang mengandung biji buah. Setidaknya 24 juta batu marula telah ditemukan dari satu goa.

Suku San jelas menghabiskan banyak waktu untuk mengumpulkan dan memproses marula, yang akan menjadi makanan pokok selama berbulan-bulan. Jadi, sama seperti lalat buah, suku San tampaknya spesialis musiman di marula juga.

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bagaimana lalat buah pertama kali datang untuk hidup di antara manusia, tertarik pada mereka oleh aroma marula. Begitu berada di dalam goa, lalat pasti akan mendapat manfaat perlindungan dari predator dan cuaca buruk. Seiring dengan waktu, lalat buah di goa beradaptasi, menjadi lebih bersedia memasuki kandang gelap dan semakin toleran terhadap etanol.

”Lalat itu selalu dianggap sebagai oportunis dan generalis, mencari makan dan berkembang biak melalui buah. Di lingkungan asalnya, bagaimanapun, lalat menunjukkan gaya hidup yang cukup khusus, yang hanya ditemukan dengan buah marula,” kata Stensmyr.–SUBUR TJAHJONO

Sumber: Kompas, 7 Desember 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB