Hasil penelitian tujuh siswa SMA Chandra Kumala, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, diterima Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dengan predikat honorable mention atau berdedikasi. Mereka berhasil mengamati pertumbuhan sel jamur lendir atau slime mold dalam keadaan mikrogravitasi di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Penelitian berjudul ”Pengamatan Slime Mold di dalam Maze 3 Dimensi pada Kondisi Mikrogravitasi” itu menunjukkan sel jamur lendir dapat bertumbuh dan berkembang di ISS, tetapi ada jarak atau perenggangan antarsel yang disebabkan tidak adanya gravitasi. Penelitian tersebut mengungkap salah satu kendala makhluk hidup, termasuk manusia, dalam berkembang biak dan mereproduksi sel di angkasa luar, yakni terjadinya perenggangan antarsel.
”Hasil riset ini memiliki beberapa potensi untuk dieksplorasi lebih lanjut untuk pengembangan rekayasa genetik, biologi molekuler, dan masa depan kehidupan manusia di angkasa luar,” kata manajer proyek penelitian Fira Fatmasiefa di Sekolah Chandra Kumala, yang sebelumnya bernama Chandra Kusuma, Jumat (7/12/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
–Tujuh siswa SMA Chandra Kumala, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, memaparkan hasil penelitian luar angkasa mereka di sekolah mereka, di Deli Serdang, Jumat (7/12/2018). Mereka berhasil mengamati pertumbuhan sel jamur lendir atau slime mold dalam keadaan mikrogravitasi di Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Selain Fira, enam siswa lainnya yang tergabung dalam penelitian itu adalah Bramasto R Prasojo, Ryo Hilmawan, Russell Oeintz, Venny, Joane Clarissa, dan Nadya Yosefa. Mereka dibimbing oleh Diyah Purworini, Andrew P Watts, dan Suwandi Sibarani.
Fira menuturkan, rangkaian proyek penelitian itu mereka mulai sejak Februari 2017. Mereka memilih meneliti jamur lendir (Physarum polycephalum) karena merupakan model sel induk atau sel punca yang banyak digunakan dalam riset biologi molekuler. Sampel jamur lendir itu pun didatangkan dari AS.
Mereka pun merancang mikrolab tempat tumbuh slime mold di ISS. Di dalam kotak berukuran 12,5 cm x 5 cm x 4,7 cm tersebut juga diprogram rangkaian alat untuk irigasi, pemberian nutrisi, dan kamera pengamat.
Mikrolab itu dikirim ke Quest Institute di AS untuk dilakukan uji kelayakan oleh NASA. ”Mikrolab diterbangkan dari fasilitas peluncuran NASA di Virginia ke ISS pada 21 Mei 2018 menggunakan roket Orbital ATK-OA-9,” ujar Fira.
Mikrolab tersebut menjalani masa penelitian selama 30 hari di ISS dan kembali ke Bumi pada Agustus 2018. Proses penelitian selama di ISS berjalan sesuai dengan rencana. Namun, mereka harus bekerja keras dalam menganalisis hasil penelitian tersebut.
KOMPAS/NIKSON SINAGA–Enam dari tujuh siswa peneliti SMA Chandra Kumala, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, memaparkan hasil penelitian luar angkasa mereka, di sekolah mereka di Deli Serdang, Jumat (7/12/2018).
Di Quest Institute, para siswa menganalisis hasil penelitian, tetapi menghadapi kendala karena hanya ada mikroskop dengan pembesaran maksimal 400 kali. Sampel pun dibawa ke Sekolah Chandra Kumala, tetapi mereka juga hanya punya mikroskop 500 kali pembesaran.
”Untuk melihat jarak antarsel, kami membutuhkan mikroskop elektron dengan pembesaran ribuan kali,” kata Fira.
Mereka pun mencoba memakai mikroskop elektron di Universitas Sumatera Utara, tetapi tidak ada operator dan alatnya rusak. ”Kami akhirnya mendapat kesempatan untuk memakai mikroskop elektron di Universitas Airlangga, Surabaya,” ucap Fira.
Hasil pengamatan dengan mikroskop elektron tersebut pun mengungkap bahwa slime mold bertumbuh, tetapi ada jarak antarsel. Slime mold tersebut pun tidak merambat mengikuti dinding, tetapi di sisi dinding mikrolab. Namun, dalam slime mold tersebut tidak didapatkan spongarium dan hyphae yang merupakan salah satu tanda pertumbuhan.
Suwandi Sibarani mengatakan, hasil penelitian tersebut telah dipaparkan di depan para peneliti NASA pada 30 Oktober sampai 3 November lalu dan dinyatakan diterima NASA dengan predikat berdedikasi.
Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah mengatakan, pemerintah mengapresiasi siswa-siswi yang berprestasi dalam bidang penelitian. Ia berharap, siswa-siswi lainnya dari berbagai sekolah bisa terinspirasi melakukan penelitian untuk kehidupan manusia di masa depan.–NIKSON SINAGA
Sumber: Kompas, 7 Desember 2018