Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 menyediakan dana abadi penelitian sebesar Rp 1 triliun. Alokasi perdana ini diharapkan dapat menjadi pijakan dalam menggerakkan riset-riset selanjutnya di Indonesia yang masih jauh tertinggal.
Di sisi lain, peningkatan kualitas hasil riset pun diupayakan ditingkatkan dengan menempatkan syarat minimal strata dua sebagai kualifikasi peneliti di lingkungan pemerintah. Kualifikasi ini berlaku bagi perekrutan baru maupun peneliti yang telah diangkat.
Ini diungkapkan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko, Rabu (7/11/2018), seusai upacara pengukuhan profesor riset pada Acep Akbar dan Djarwanto di Jakarta. Acep dan Djarwanto dalah peneliti utama di Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pertama kali dalam sejarah republik ini ada dana abadi penelitian. Jadi bukan hanya dana abadi pendidikan saja,” kata Handoko yang meminta audiens untuk memberikan tepuk tangan atas political will presiden ini.
Kepada wartawan, ia menjelaskan, dana abadi penelitian senilai Rp 1 triliun (pada Kompas 1 November 2018 sebesar Rp 990 miliar) ini berada di luar dana abadi pendidikan atau disebut dana pengembangan pendidikan nasional (DPPN) yang jumlahnya mencapai Rp 60 triliun. Bedanya, apabila dana abadi pendidikan ditetapkan 20 persen, pada dana abadi penelitian belum ada persentasenya.
Hanya saja, pengelolaannya hampir sama. Apabila DPPN dipergunakan sebagai sumber dana beasiswa oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dana penelitian ini juga diperebutkan untuk mendanai riset-riset berbasis proposal/usulan/pengajuan. Fokus riset ini nanti mengikuti Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018.
“Jadi nanti ada badan tersendiri macam LPDP. Memang sekarang belum bicara badan tapi itu untuk mengelola dana abadi supaya dapat dikelola secara independen dan transparan,” kata dia.
Strata dua
Dalam kesempatan itu, Handoko juga menyosialisasikan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2018 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan Peraturan Kepala LIPI Nomor 14 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti. Intinya, perekrutan calon pegawai negeri sipil untuk jabatan peneliti harus berkualifikasi strata dua.
Bagi CPNS yang telanjur masuk dan masih bergelar strata 1, pemerintah memberi waktu 5 tahun untuk meningkatkan strata akademiknya. “Bagi yang sudah jadi peneliti, tapi masih S1 ada masa 8 tahun (untuk meningkatkan jenjang strata 2),”kata dia.
Handoko menyebutkan, saat ini jumlah peneliti yang masih bergelar S1 mencapai 3.000-an orang dari total 9.000 peneliti “pelat merah” di Indonesia. “Memang masih banyak peneliti yang harus di-upgrade, LIPI juga ada banyak,” kata dia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar setelah menerima paparan Handoko, memerintahkan Kepala Badan Litbang dan Inovasi Agus Justianto untuk segera menindaklanjutinya. Ia menyebutkan terdapat 112 peneliti dengan strata 1 dari total 487 peneliti di Badan Litbang dan Inovasi.
Ia mengatakan, keharusan peneliti strata 1 untuk naik ke strata 2 juga merupakan harapan para peneliti yang ingin memiliki kesempatan bersekolah dan mengembangkan diri. “Kita harus segera upgrade kualifikasi pendidikan sesuai harapan Kepala LIPI dan tentu saja harapan peneliti di Badan Litbang dan Inovasi,” kata dia.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 8 November 2018