Dua Observatorium Baru Beroperasi pada 2020

- Editor

Senin, 22 Oktober 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Observatorium Astronomi Lampung (OAL) dan Observatorium Nasional (Obnas) Gunung Timau Nusa Tenggara Timur akan beroperasi pada 2020. Kedua observatorium baru itu akan mendukung riset astronomi di Indonesia yang selama hampir satu abad terakhir bertumpu pada Observatorium Bosscha Lembang, Jawa Barat.

Sabtu (20/10/2018), OAL mulai dibangun di kawasan Taman Hutan Rakyat Wan Abdul Rachman, Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran, sekitar 30 kilometer barat Bandar Lampung. Berbagai fasilitas OAL akan dibangun pada ketinggian antara 1.000-1.300 meter (m) di atas permukaan laut.

OAL tidak hanya dikembangkan untuk riset dan pendidikan, tapi juga wisata dan edukasi astronomi. Karena itu selain observatorium, juga akan dibangun planetarium yang merupakan bagian dari Pusat Edukasi Sains Kebumian dan Antariksa (ESSEC). Juga akan dibangun geladak pengamatan yang bisa dimanfaatkan astronom amatir untuk melakukan pengamatan dengan teleskopnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/JOHNNY TG–Bangunan Observatorium Bosscha di Bandung. Tahun 2018 ini, Observatorium Bosscha genap berumur 90 tahun. Kini, sedang dibandung Observatorium Nasional Gunung Timau, Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Observatorium Astronomi Lampung, Pesawaran, Lampung yang diharapkan mulai beroperasi pada 2020.

Menurut Kepala OAL Hakim L Malasan, Minggu (21/10/2018), teleskop terbesar di OAL berdiameter 2-2,5 m. Teleskop terbesar itu merupakan teleskop reflektor atau pemantul dengan tiga cermin. Sejumlah teleskop lebih kecil dengan diameter 0,5-1 meter juga akan dipasang. “Riset Tata Surya dan fisika bintang, khususnya Matahari, jadi andalan,” katanya.

OAL dikembangkan bersama antara Institut Teknologi Sumatera (Itera) dan Pemerintah Provinsi Lampung. Itera yang masih diampu Institut Teknologi Bandung (ITB) akan menyediakan sumber daya pengelola OAL, sedang pemerintah Lampung menyediakan infrastrukturnya. OAL juga akan jadi sarana praktikum mahasiswa Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan Itera.

Menurut Hakim, selama 2017-2018, pemerintah Provinsi Lampung telah menggelontorkan dana sekitar Rp 110 miliar. Dana itu sebagian besar digunakan untuk membuka lahan dan membangun jalan, jembatan dan infrastruktur pendukung dari pinggir jalan raya menuju lokasi observatorium.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO (RO–Teropong Zeiss yang dimiliki Observatorium Bosscha, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (29/4/2016). Teleskop Zeiss yang berdiamter 60 sentimeter itu sudah beroperasi selama 95 tahun sejak tahun 1923.

Kehadiran OAL diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan sumberdaya manusia di Lampung. Terlebih, OAL seluas 30 hektar akan berada di dalam kawasan Pusat Edukasi Sains Kebumian dan Antariksa (ESSEC) seluas 270 hektar. OAL akan terintegrasi dengan kebun raya, taman buah eksotik, penangkaran rusa, hingga taman kupu-kupu yang sudah ada saat ini.

Observatorium nasional
Secara terpisah, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin mengatakan lelang gedung teleskop Obnas Gunung Timau sedang berjalan dan ditarget rampung dibangun pada pertengahan 2019. Demikian pula kubah teleskopnya yang saat ini sedang dibuat di Jepang.

Sementara teleskop dan instrumen pengamatan, seperti kamera dan spektograf , saat ini juga sedang dibuat di Jepang. Semua peralatan itu ditarget bisa dipasang pada awal 2020 sehingga ‘first light‘ teleskop atau cahaya pertama yang menunjukkan mulai beroperasi teleskop bisa diperoleh pada 2020.

Jika OAL digunakan untuk riset peneliti dan mahasiswa Itera dan Observatorium Bosscha untuk peneliti dan mahasiswa ITB, lanjut Thomas, maka Obnas Gunung Timau bisa dimanfaatkan untuk riset semua lembaga riset dan universitas nasional. Bahkan juga bisa dimanfaatkan untuk kerjasama internasional dengan berbagai peneliti dari seluruh dunia.

Hadirnya dua observatorium baru tidak akan menggeser peran Observatorium Bosscha dalam pengamatan langit selatan di Indonesia, tetapi malah melengkapi. Meski polusi cahaya akibat pembangunan Bandung utara kian parah, Bosscha tetap jadi observatorium riset dan pendidikan ITB. Karena itu, lingkungan Observatorium Bosscha harus dijaga.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 22 Oktober 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB