Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memasang empat plasma nanobubble untuk mengatasi bau tak sedap di Kali Sentiong di dekat Wisma Atlet Asian Games. Berdasarkan hasil survei dan contoh kualitas air menunjukkan bahwa kualitas air di lokasi tersebut sangat buruk.
Sebelumnya, tim Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memasang dua plasma nanobubble di Kali Sentiong. Satu alat bisa menghasilkan 22 meter kubik nanobubble per jam. Cakupan radius per alat bisa mencapai 20 meter.
”Saat ini sudah ada enam alat. Kami harapkan dalam beberapa hari ini bau tak sedap sudah tidak tercium lagi, khususnya di area wisma atlet,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK MR Karliansyah seusai pemasangan plasma nanobuble di Kali Sentiong di Jakarta Utara, Sabtu (11/8/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karliansyah mengatakan, plasma nanobubble berfungsi untuk menghasilkan ozon (O3) dan oksigen (O2). Ozon berfungsi untuk membunuh bakteri, sedangkan oksigen untuk meningkatkan kadar oksigen di perairan.
FAJAR RAMADHAN UNTUK KOMPAS–Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MR Karliansyah (kiri) serta Pelaksana Harian Direktur Pengendalian Pencemaran Air KLHK Budi kurniawan (kanan) meninjau Plasma Nanobubble di Kali Sentiong, Jakarta Utara, Sabtu (11/8/2018).
”Dengan dipenuhinya kadar oksigen yang cukup, bakteri bisa hidup dan terurai sehingga bisa memakan limbah. Jika itu terjadi, bau tak sedap akan hilang dan air juga bisa menjadi bersih,” katanya.
Menurut Karliansyah, selama ini bakteri yang terdapat pada Kali Sentiong tidak bisa terurai atau mati. Hal itu karena kandungan oksigen dalam air sangat buruk ditambah adanya sedimentasi pada dasar kali yang menyebabkan warna kali menjadi hitam.
Pelaksana Harian Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen PPKL KLHK Budi Kurniawan mengatakan, tingkat konsentrasi oksigen terlarut dalam air di Kali Sentiong hanya sekitar 0,05 miligram per air. ”Kami ambil contoh dari tiga titik, yaitu hulu, tengah, dan hilir. Dengan kandungan tersebut, sangat tidak mungkin biota bisa hidup,” katanya.
Karliansyah mengatakan, untuk bisa mengatasi pencemaran air di Kali Sentiong lebih optimal, idealnya dibutuhkan 20 alat plasma nanobubble. ”Masalahnya, proses pengadaan alatnya butuh waktu lama. Padahal, waktu pelaksanaan Asian Games sudah dekat. Beberapa kontingen sudah berdatangan. Sementara baru bisa kami tambahkan empat alat,” ujarnya.
Cara kerja
Budi mengatakan, cara kerja plasma nanobubble adalah menangkap oksigen melalui udara lalu menguraikannya ke dalam air menjadi oksigen dan ozon. Fungsi ozon adalah untuk menguraikan bakteri-bakteri anaerob yang menyebabkan bau tak sedap. Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan, oksigen dari nanobubble bisa bertahan hingga 30 hari dalam air.
”Sehingga dengan ozon bau tak sedap bisa cepat hilang. Oksigen dan ozon tersebut nantinya berbentuk nanobubble dan dikeluarkan ke dasar air sehingga bisa sampai ke sendimen,” kata Budi.
Menurut Budi, plasma nanobubble pernah digunakan untuk mengatasi pencemaran air di Kali Cipinang. Dalam waktu sekitar satu bulan, kandungan oksigen dalam air tersebut bisa meningkat cukup signifikan.
”Tadinya konsentrasi oksigen terlarut dalam air hanya 0,5 miligram per air. Setelah dipasang alat, konsentrasinya meningkat menjadi 4 miligram per air,” kata Budi.
Kepala Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI Anto Tri Sugiarto menambahkan, saat ini plasma nanobubble sudah dipatenkan oleh LIPI, tetapi belum diproduksi secara massal.
”Harga produksi per alat sekitar Rp 50 juta karena merupakan hasil penelitian jadi masih diproduksi satu per satu. Jika diproduksi massal, mungkin bisa lebih terjangkau harganya,” katanya. (FAJAR RAMADHAN)–YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 11 Agustus 2018