Cerita terkait Kawasan Ekosistem Leuser, Kamis (26/7/2018) pagi ini, mulai dipublikasikan dalam Google Earth Voyager. Cerita ini diharapkan bisa meningkatkan pemahaman dan kepedulian akan ekosistem seluas 2,6 juta yang terus terancam deforestasi.
Cerita interaktif kerjasama Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Haka) bersama Google Earth ini kian melengkapi 388 narasi lain dari berbagai belahan dunia yang telah terbit. “Kami ingin mengenalkan arti penting Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) bagi Aceh, bagi Indonesia, dan bagi dunia,” kata Agung Dwi Nurcahyo, Manajer Sistem Informasi Geografi Yayasan Haka, Rabu (25/7/2018) di Jakarta.
Agung mengatakan belum banyak pihak mengenal ekosistem Leuser. Diantaranya terdapat ketidakpahaman perbedaan KEL dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). KEL memiliki cakupan lebih luas berupa hamparan lanskap yang membentang dari Aceh hingga sebagian kecil Sumatera Utara. Artinya, TNGL merupakan bagian dari KEL.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KEL, ekosistem satu-satunya di Sumatera yang menjadi tempat hidup empat spesies payung sekaligus, harimau sumatera, orangutan sumatera, badak sumatera, dan gajah sumatera ini terus tergerus. Ancaman utama berupa perluasan perkebunan kelapa sawit.
Sejak tahun 2015, Haka bersama rekan jejaring pecinta Leuser, aktif mendigitasi dan menganalisis serta memverifikasi perkembangan kondisi KEL. Hasil terakhir, dalam satu semester terakhir, Januari-Juni 2018, kerusakan Kawasan Ekosistem Leuser mencapai luas 3.290 hektar. Kerusakan paling parah terjadi di Kabupaten Nagan Raya seluas 627 hektar, disusul Aceh Timur seluas 559 hektar, dan Gayo Lues 507 hektar.
“Cerita yang kami kirim ke Google Earth ini menggunakan data hingga April 2018,” kata Agung. KEL yang seluas total 2,6 juta ha (2,2 juta di Aceh) ini menjadi sumber air bagi 4-5 juta jiwa warga.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Cerita Indonesia pada Google Earth, Irham Hudaya Yunardi, aktivis Haka dari Aceh, Rabu (25/7/2018) di Jakarta, mengenalkan cerita terkait Kawasan Ekosistem Leuser yang akan diterbitkan Google Earth Voyager pada Kamis pagi ini. Cerita itu diharapkan membantu mengenalkan Kawasan Ekosistem Leuser yang hingga kini imasih terancam deforestasi dan perburuan serta perambahan. Tampak dari kiri ke kanan Jason Tedjasukmana (Head of Communications Google di Indonesia), Irham (Haka), Tomomi Matsuoka (Program Manager Google Earth Outreach), dan Agung Dwi Nurcahyo (Haka).
Dari sisi keanekaragaman hayati, KEL menjadi rumah bagi 850 jenis tanaman, 105 jenis mamalia, dan 382 jenis burung. Namun perburuan dan konflik manusia-satwa masih menjadi ancaman.
Dalam cerita KEL yang akan ditampilkan dalam Google Earth Kamis pagi ini, Agung mengakui tak memasukkan foto badak Sumatera. Ia beralasan hal ini dilakukan sebagai langkah kehati-hatian. “Badak Sumatera ini paling rentan. Kami khawatir bila foto ditampilkan akan mengundang para pemburu,”kata dia.
Berbeda dengan fauna dan flora endemis lain yang ditampilkan seperti harimau bersama anak-anaknya yang terekam kamera pengintai. Maupun gajah Sumatera yang sedang melintasi air.
Selain sisi biodiveritas, Haka juga menampilkan sosok masyarakat pejuang yang berperan aktif melindungi ekosistem. Satu diantaranya, tokoh masyarakat Abu Karim Aman Jarum asal Gayo Luwes yang menggugat Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan Qanun Aceh karena tak memasukkan KEL sebagai kawasan strategis nasional dan rencana tata ruang wilayah.
Program Manager Google Earth Outreach Tomomi Matsuoka memastikan pihak Google tak akan memasang iklan atau pun sisipan iklan dalam cerita-cerita yang dimuat dalam Google Earth Voyager. Selain itu, pihak ketiga pengisi konten – dalam hal ini Haka – tak dipungut biaya.
“Justru saya memakai banyak tool gratis dari Google seperti google mapping tools dan google mymaps untuk visualisasi data-data satelit,” kata dia.
Tomomi pun menyatakan terbuka bila ada cerita-cerita lain yang ingin di-submit ke Google Earth. “Prosesnya cukup panjang tapi boleh dikirim ke kami kalau ada usulan ide,”kata dia.
Awal kerjasama
Agung menceritakan awal kerjasama Haka dengan Google Earth dimulai saat Haka berdiri pada 2012 menggunakan open data kit dari Google. Kemudian, ia mengikuti program Google, Geo for Good User Summit. Dari situ, ia menjadi mentor jejaring luar negeri.
“Tahun 2017 baru ditawari untuk membuat cerita apa yang telah kami lakukan,” kata dia. Ia pun mengusulkan KEL dalam proposalnya.
Konten dalam cerita tersebut, kata dia, berasal dari Haka maupun rekan jejaring yang bekerja di KEL. Ia berharap cerita ini bisa membantu advokasi dan kampanye perlindungan KEL yang hingga kini masih terancam perburuan, deforestasi, dan perubahan peruntukan hutan.
Penelusuran pada Google Earth Voyager, cerita dari Indonesia berupa kecantikan burung surga telah ada oleh BBC Earth. Di dalamnya berisi narasi, foto, dan video yang dihasilkan Sir David Attenborough di Pulau Besar Papua, termasuk Papua dan Papua Barat di Indonesia.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 26 Juli 2018