Manusia sering irasional dalam membuat keputusan ekonomi, yang disebut sebagai fenomena “kesesatan biaya tertanam” (sunk cost fallacy). Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan, fenomena kesesatan biaya tertanam tersebut juga terjadi pada mencit dan tikus. Mencit, tikus, dan manusia ternyata menggunakan sistem saraf yang sama untuk membuat berbagai jenis keputusan salah ini.
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Pemuda Bekasi Bersatu melepas tikus sebagai simbol koruptor yang dibiarkan di depan kantor Kejaksaan Negeri Bekasi, Kota Bekasi, Selasa (4/8/2015). Tikus dan manusia memiliki kecenderungan sama dalam mengambil keputusan yang salah.–Kompas/Harry Susilo (ILO)
Penelitian berjudul “Kepekaan Terhadap ‘Biaya Tertanam’ pada Mencit, Tikus, dan Manusia” itu dimuat dalam jurnal Science edisi 13 Juli 2018 yang juga dipublikasikan sciencedaily.com. Penelitian dilakukan tim dari Universitas Minnesota, AS, seperti Brian M Sweis, Samantha V Abram, dan A David Redish.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Biaya tertanam adalah istilah ekonomi yang berarti biaya yang sudah dikeluarkan atau ditanam, tetapi tidak dapat dikembalikan atau hangus. Kesesatan biaya tertanam adalah fenomena kognitif yang mengacu pada kesalahan dalam membuat keputusan pengeluaran biaya tertanam. Contoh yang sering dikemukakan adalah ketika kita membeli tiket bioskop yang tidak dapat dikembalikan.
Teori kesesatan biaya tertanam ini awalnya dikemukakan Hal R Arkes dan Catherine Blumer dari Universitas Ohio tahun 1985. Penelitian mereka berjudul “Psikologi Biaya Tertanam” itu dimuat dalam jurnal Organizational Behavior and Human Decision Processes. Menurut Arkes dan Blumer, kesesatan biaya tertanam diwujudkan dalam kecenderungan yang lebih besar untuk melanjutkan usaha begitu investasi dalam uang, usaha, atau waktu telah dibuat.
KOMPAS/STEFANUS OSA TRIYATNA–Sebanyak 217 robot menjadi andalan Suzuki untuk memproduksi komponen transmisi hingga perakitan mobil, terutama mobil Suzuki Ertiga, yang kini banjir permintaan. Pabrik dengan nilai investasi 1 miliar dollar AS ini berdiri di atas lahan seluas 130 hektar di kawasan industri Cikarang, Jawa Barat. Perusahaan kadangkala terjebak dalam keputusan mengeluarkan biaya tertanam (sunk cost).
Perilaku orang-orang yang tetap berkomitmen terhadap pilihan yang salah ini telah menjadi fenomena yang membingungkan bagi para psikolog dan ekonom. Misalnya, orang akan terus menunggu dalam antrean lambat di toko kelontong, menjalin hubungan yang tidak sehat, atau menolak untuk meninggalkan proyek yang mahal dan boros. Fenomena kesesatan biaya tertanam ini telah lama dianggap sebagai masalah yang unik bagi manusia.
Penelitian baru telah menemukan bahwa manusia bukan satu-satunya spesies yang berbagi kekurangan irasional ekonomi ini. Penelitian dari tim peneliti Universitas Minnesota menemukan bahwa tikus, tikus, dan manusia semuanya melakukan kesesatan biaya tertanam.
“Ketiga spesies belajar memainkan permainan ekonomi yang sama,” kata Brian Sweis, mahasiswa PhD di Universitas Minnesota.
David Redish, Guru Besar Departemen Neurosains Universitas Minnesota menambahkan, penelitian ini adalah kolaborasi antara tiga laboratorium yang dilakukan secara paralel. Penemuan terobosan oleh laboratorium ini menemukan bahwa mencit, tikus, dan manusia menggunakan sistem saraf yang sama untuk membuat berbagai jenis keputusan ini.
Dalam percobaan, mencit dan tikus dimasukkan dalam labirin yang berisi empat lokasi pengiriman makanan yang seolah-olah menjadi “restoran”. Setiap restoran terdapat zona penawaran pelet makanan dan zona tunggu yang terpisah. Mencit dan tikus diberi waktu penundaan 1 hingga 30 detik sebelum masuk ke empat lokasi.
Saat memasuki setiap pintu masuk restoran, mencit dan tikus diberitahu melalui bunyi tentang berapa lama sebelum makanan akan disampaikan. Mereka memiliki satu jam untuk mengumpulkan makanan. Setiap mau masuk ke lokasi, mencit dan tikus seolah-olah harus menjawab pertanyaan seperti, “Apakah saya bersedia menghabiskan 20 detik dari alokasi waktu saya menunggu pelet makanan rasa ceri saya?”
KOMPAS/ARBAIN RAMBEY–Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto (kanan), dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (8/5/1998), tampak berpikir keras menanggapi gelombang gugatan anggota DPR sehubungan dinaikkannya harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik, Senin (4/5/1998). Keputusan manusia seringkali salah.
Demikian pula manusia, dalam percobaan mereka diminta melihat empat galeri dalam komputer yang berisi penawaran video hiburan pendek. Sebuah tombol unduhan dipasang di setiap fase penawaran video untuk menandai penundaan keputusan 1 sampai 30 detik. Mereka tidak dapat mengunduh video hiburan sebelum menekan tombol penundaan ini. Hal itu berarti manusia harus menjawab pertanyaan yang sama: “Apakah saya bersedia menghabiskan 20 detik dari alokasi waktu saya menunggu video kucing saya?”
Dengan cara ini, setiap subjek dari masing-masing spesies mengungkapkan preferensi subyektif mereka sendiri untuk rasa makanan individual atau galeri video. Dalam tugas ini, mencit, tikus, dan manusia membutuhkan dua keputusan. Pertama, keputusan ketika penundaan itu dicobakan, tetapi tidak dihitung mundur. Kedua, keputusan jika tawaran itu diterima ketika subyek bisa batal memutuskan dan mengubah pikiran mereka selama hitungan mundur.
Para peneliti menemukan bahwa ketiga spesies menjadi lebih enggan untuk batal membuat keputusan dari semakin lama mereka menunggu untuk hal yang disenangi. Hal itu berarti ketiga spesies mendemonstrasikan kesesatan biaya tertanam.
KOMPAS/M CLARA WRESTI–Jajaran direksi dan komisaris PT Indofood Sukses Makmur Tbk menggelar jumpa pers usai Rapat Umum Pemegang Saham di Jakarta, Kamis (31/5/2018). Biaya tertanam menjadi bagian dari biaya yang diputuskan oleh bisnis.
Baik mencit, tikus, maupun manusia tidak memperhitungkan biaya tertanam yang dihabiskan ketika memutuskan akan memilih yang mana. Hal ini menunjukkan bahwa proses musyawarah dan proses mengubah pikiran seseorang setelah komitmen awal tergantung pada faktor ekonomi yang berbeda, dan bahwa faktor-faktor ini dilestarikan di seluruh spesies.–SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 16 Juli 2018