Tes Genetika Cegah Kemoterapi pada Penderita Kanker Payudara

- Editor

Selasa, 5 Juni 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Konsultasi pemeriksaan payudara dalam upaya deteksi dini kanker payudara pada acara seminar kanker serviks atau leher rahim dan kanker payudara yang diselenggarakan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong, Sabtu (11/11/2016), di gedung KJRI, Causeway Bay, Hong Kong.–Kompas/Nobertus Arya Dwiangga Martiar

Mayoritas perempuan yang menderita kanker payudara stadium awal kini berpotensi terhindar dari kemoterapi. Hal itu ditentukan oleh hasil tes genetika yang bertujuan menganalisis bahaya tumor yang diderita pasien.

Demikian hasil uji coba tes genetika yang menganalisis bahaya tumor pada 10.273 perempuan. Kalangan dokter spesialis onkologi atau kanker menilai, temuan itu akan dapat mengubah praktik klinis di Inggris, dan itu berarti kaum perempuan dalam kelompok ini dapat menjalani terapi lebih aman hanya dengan menjalani operasi dan terapi hormon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kemoterapi kerap dilakukan pada penderita kanker payudara setelah operasi untuk mengurangi kemungkinan kanker menyebar. Namun, terapi tersebut memiliki sejumlah efek samping seperti mual, sakit kepala, infertilitas atau gangguan kesuburan, dan nyeri saraf.

Kini, perempuan yang menderita kanker payudara dengan skor tes genetika yang rendah tak perlu kemoterapi. Sementara perempuan yang terkena kanker payudara dengan skor tes tinggi masih harus menjalani kemoterapi. Adapun penderita yang mendapat skor menengah masih belum jelas apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Data yang dipaparkan pada pertemuan internasional dokter dan ilmuwan onkologi di Chicago, Amerika Serikat, itu, menyebutkan angka ketahanan hidup pasien tanpa kemoterapi dan dengan kemoterapi sama. Tingkat ketahanan hidup selama sembilan tahun pada pasien yang tidak menjalani kemoterapi mencapai 93,9 persen, sedangkan pada pasien yang mengalami kemoterapi 93,8 persen.

Studi yang dilakukan tim peneliti pada Albert Einstein Cancer Center di New York, Amerika Serikat, itu dinilai merupakan terobosan penanganan kanker yang langka karena bisa menghemat biaya perawatan dan mengubah tata laksana kanker payudara.

Perubahan fundamental
”Ini perubahan fundamental terapi kanker payudara stadium awal. Ini berita besar bagi dunia kedokteran,” kata Dr Alistair Ring, konsultan di Royal Marsden Hospital, London, Minggu (3/6/2018). Kalangan ahli onkologi telah menanti hasil ini, dan hal itu akan memengaruhi tata laksana kanker payudara ke depan.

Ini perubahan fundamental terapi kanker payudara stadium awal. Ini berita besar bagi dunia kedokteran.

Dengan hasil uji coba itu, ia memperkirakan 3.000 perempuan setiap tahun di Inggris tidak akan lagi memerlukan kemoterapi. Studi itu khusus terkait kanker payudara stadium awal, khususnya yang masih dapat ditangani dengan terapi hormon, belum menyebar ke organ lain, dan tidak memiliki mutasi HER2 yang membuat sel-sel kanker tumbuh lebih cepat.

Tes itu dilakukan pada sampel tumor yang diangkat selama operasi. Itu bekerja dengan melihat aktivitas 21 gen yang menandani seberapa agresif kanker tersebut.

Temuan itu dipaparkan dalam pertemuan tahunan American Society of Clinical Oncology dan dipublikasikan di New England Journal of Medicine. Dr Harold Burnstein, dari American Society of Clinical Oncology, menyatakan,” Studi ini akan segera mengubah layanan kesehatan menjadi lebih baik.” (BBC/EVY)–BBC/EVY

Sumber: Kompas, 4 Juni 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB