Tindakan operasi penyembuhan kanker prostat pada diri Presiden Kolombia Juan Manuel Santos, 61 tahun, berlangsung sukses dan tanpa komplikasi (03/10).Penemuan kanker secara dini berkontribusi besar bagi keberhasilan operasi. Dengan demikian kemoterapi pascabedah tidak diperlukan dan dokter memperkirakan kemungkinan kesembuhan total mencapai 97 persen.
Kelenjar prostat merupakan organ dalam panggul berukuran relatif kecil bervolume 25 cc dari organ reproduksi pria yang penting. Letak kelenjar prostat tersembunyi di antara kandung kemih, rektum dan dinding dasar panggul. Lokasi letak seperti ini membawa implikasi sulit dijangkau tatkala dilakukan tindakan operasi pengangkatan kanker prostat.
Penyakit tersebut merupakan jenis kanker yang sering merepotkan perjalanan hidup khususnya semasa lanjut usia. Bukan semata penyakit ini mudah menginvasi jaringan sekitarnya sehingga menimbulkan kesulitan buang air besar dan kecil. Namun yang membuat mimpi buruk bagi pria adalah kemungkinan impotensi yang terkadang diduga sebagai komplikasi pascaoperasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untungnya, kanker prostat pada stadium dini cenderung tumbuh intrakapsular dimana masih terlokalisasi dalam kelenjar prostat. Dengan pengangkatan total kelenjar prostat, praktis seluruh massa tumor juga terangkat dan kesembuhan total praktis diperoleh tanpa komplikasi pascaoperasi. Namun, bila telah terjadi invasi sel kanker ke jaringan sekitar, apalagi metastase ke organ tubuh lain, kemoterapi diperlukan untuk mengeliminasi sel kankerprostat yang berada di luar organ prostat (ekstrakapsular).
Asimtomatis
Kanker prostat menjadi problem kesehatan masyarakat lantaran insidensi dan mortalitas yang tinggi, serta memerlukan biaya yang mahal untuk keperluan deteksi, penegakan diagnosis dan terapi. Sementara itu, prevalensi meningkat drastis dalam beberapa dekade belakangan ini , dan penyebab belum diketahui secara pasti. Namun faktor sosioekonomi, faktor usia, riwayat dalam suatu keluarga berkontribusi signifikan bagi kemungkinan seseorang untuk terjangkit kanker prostat.
Selain itu juga faktor diet yang kaya lemak jenuh, minim konsumsi sayuran dan buah. Dari faktor pola diet, penduduk Jepang yang tinggal berdomisili di Jepang proporsi berkisar 20 persen dengan angka kematian 14 per 100.000 penduduk. Namun bagi warga Jepang yang berdomisili di Amerika, proporsi dan angka kematian meningkat beberapa kali lipat. Diduga terkait pola konsumsi makanan barat (westerned diet). Sebagai catatan, prevalensi sempat mencapai 190 per 100.000 penduduk pada tahun 1992, yang merupakan angka prevalensi tertinggi di Amerika Serikat .
Sementara, prevalensi rata-rata negara di Amerika Latin, diantaranya Brazil dan Argentina, berkisar 36 per 100.000 penduduk dengan angka mortalitas 10 per 100.000 penduduk. Jikalau dalam suatu komunitas ditemukan prevalensi yang menyolok tinggi, maka faktor genetik (herediter) berperan. Data epidemiologi kanker prostat pada salah satu rumah sakit di Indonesia menunjukkan 17 kasus per tahun kurun 1995-1998.
Seiring pertambahan umur prevalensi juga bergerak naik. Proporsi amat rendah sekitar 2 persen dari semua kasus kanker pada pria berusia dekade -3 (30-39 tahun). Meningkat tajam menjadi 29 dan 32 persen masing-masing usia dekade-4 (40-49 tahun)dan dekade-5 (50-59 tahun). Meningkat tajam mencapai 55 persen pada dekade-6 dan 64 persen pada dekade-8 (80-89 tahun).
Sebagian besar pada stadium dini tidak bergejala (asimptomatis). Karakteristik kanker seperti ini berisiko menghadirkan angka kesembuhan yang rendah dan angka kematian tinggi lantaran sebagian besar kasus ditemukan sudah dalam stadium lanjut, bahkan telah bermetastase ke organ paru-paru, liver, tulang belakang dan sumsum tulang (medula spinalis).
Sebaliknya ada berita gembira, dimana pola insidensi kanker prostat berubah dramatis, sejak kadar PSA (prostate-specific antigen) diposisikan sebagai parameter standar untuk skrining kanker prostat di Amerika Serikat sejak akhir dekade 1980-an. Hasilnya, sekitar 75 persen kasus ditemukan dalam stadium dini ketimbang 25 persen tatkala pemeriksaan PSA belum diaplikasikan secara luas.
Pencegahan dan Terapi
Kelenjar prostat melingkari saluran kencing dan saluran sperma (funikulus spermatikus). Mudah dipahami, sepanjang massa kanker prostat tidak menimbulkan desakan fisik terhadap kedua saluran tersebut, praktis bersifat asimtomatis. Namun tatkala massa telah mencapai volume yang biasanya lebih dari 0,5 cc sudah cukup untuk menimbulkan desakan berupa sumbatan bagi saluran kemih dan sperma. Adanya sumbatan ini, menandakan sudah tergolong stadium lanjut.
Pada stadium lanjut umumnya memberikan gejala klinis berupa kesulitan berkemih terutama pada lanjut usia (60 tahun ke atas). Kesulitan berkemih (buang air kecil) mulai dari sering kencing (frekuensi), pancaran kemih yang lemah atau keluar menetes, hingga tak bisa berkemih. Bila saluran sperma tersumbat total, maka menimbulkan infertilitas (sulit punya anak). Kesulitan buang air besar terjadi penyakit telah menginvasi rektum.
Gejala klinis, colok dubur (rectal toucher), pemeriksaan kadar PSA dalam darah, foto rontgen panggul hingga CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan biopsi kelenjar prostat merupakan serangkaian prosedur medis untuk menegakkan diagnosis kanker prostat.
Faktor diet mempengaruhi insidensi kanker pada suatu populasi manusia. Menu rendah lemak serta kaya sayuran dan buah menghadirkan insidensi rendah bagi kanker prostat pada suatu populasi. Begitu pula, pola diet cukup mengandung isoflavon kacang kedelai , likopen buah tomat, kalsium, omega-3, vitamin A dan E, vitamin D, zink dan selenium. Gemar mengonsumsi daging ikan dan mengurangi konsumsi daging merah, memberikan keuntungan terjauhkan dari kemungkinan terjangkit kanker prostat. (11)
F Suryadjaja, dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
————————-
Rumus 40-4 dan Terapi Radiofrekuensi
ANGKA 40 menunjukkan usia 40 tahun sebagai ambang usia bagi seorang pria untuk antisipasi terhadap kehadiran kanker prostat. Angka 4 menunjukkan batas normal kadar PSA dalam darah, yakni 4 nanogram per mililiter (4 ng/ml). Selepas usia 40 tahun, dianjurkan pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala, termasuk deteksi kemungkinan terjangkit penyakit tersebut.
Laju peningkatan kadar PSA melebihi 0,75 ng/ml per tahun mengindikasikan untuk biopsi kelenjar prostat.
Uji kadar PSA dalam darah merupakan salah satu uji laboratorium yang akurat untuk mendeteksi kemungkinan kehadirannya. Kebanyakan kasus kanker stadium dini ditemukan saat pemeriksaan kesehatan rutin (general medical check-up) dimana kadar PSA melampaui batas normal 4 ng/ml. Kadar PSA yang melebihi 40 ng/ml merupakan petanda nyaris pasti seorang menderita penyakit pria tersebut.
Pengangkatan kelenjar prostat merupakan tindakan medis konvensional utama untuk stadium dini. Bilamana kanker telah merembet (menginvasi) ke organ sekitar prostat, perlu kombinasi terapi berupa tindakan operasi pengangkatan massa kanker dan kemoterapi atau radioterapi. Begitu pula bila telah terjadi metastasis.
Cegah Komplikasi
Adakalanya impotensi merupakan komplikasi yang dikeluhkan oleh pasien pascaoperasi. Namun impotensi juga terkait invasi (agresivitas) kanker prostat pada jaringan saraf di dalam rongga panggul yang berperan pada proses ereksi penis. Selain itu, impotensi juga seakibat telah terjadi metastasis sel kanker prostat pada medula spinalis sebelum tindakan operasi dilakukan.
Salah satu maksud untuk meminimalisasi kejadian komplikasi pascaoperasi kontroversial tersebut, Profesor Campo, Dr Bergamaschi dan Dr Bellezza dari Milano, Italia, mengaplikasikan gelombang radio (radiofrekuensi) sebagai salah satu prosedur penyembuhan terbaru (novel treatment) bagi stadium dini, tanpa perlu melakukan operasi pengangkatan total kelenjar prostat yang terkadang berujung dengan komplikasi impotensi yang menjadi mimpi buruk bagi kaum pria.
Metode terapi tersebut dinamai Radiofrequency Ablation (RFA). Melalui permukaan kulit dinding bawah panggul (perineum) jarum berukuran kecil ditusukkan hingga mencapai lokasi kanker dalam organ prostat. Lewat jarum khusus ini (thermoprobe), suhu panas dialirkan ke jaringan prostat sedemikian rupa sehingga menghasilkan efek kerusakan atau kematian sel kanker (efek primer).
Selain itu, suhu panas ini memicu respons imunologis setempat untuk memusnahkan sisa-sisa sel kanker yang masih bertahan hidup lantaran relatif jauh dari jangkauan aliran suhu panas (efek sekunder).
Sumber: Suara Merdeka, 17 Oktober 2012