Dengan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) 10 persen dari jumlah penduduk, Indonesia akan masuk negara dengan struktur penduduk menua pada 2020. Peningkatan lansia itu bisa jadi berkah jika mereka berkualitas. Jika tidak, mereka justru jadi beban bagi masyarakat dan negara.
“Indonesia akan jadi salah satu negara dengan pertumbuhan lansia tertinggi di dunia,” kata Guru Besar Gerontologi yang juga peneliti Pusat Kajian Keluarga dan Kelanjutusiaan (CeFAS) Universitas Respati Indonesia Tri Budi W Rahardjo di Jakarta, Senin (28/5/2018). Kini, Indonesia jadi negara berpenduduk terbanyak keempat dan negara dengan lansia terbanyak ke-10 di dunia.
Hari Lanjut Usia Nasional diperingati tiap 29 Mei. Tahun ini, tema peringatannya, Lansia Sejahtera, Masyarakat Bahagia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski demikian, sudah ada lima provinsi pada 2015 dengan lansia lebih 10 persen, yaitu DI Yogyakarta 13,81 persen, Jawa Tengah (12,59), Jawa Timur (12,25), Bali (10,71) dan Sulawesi Utara (10,42). Sejumlah provinsi akan segera menyusul, seperti Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan, karena jumlah lansianya sudah mencapai lebih dari 9 persen.
Keberhasilan pembangunan yang meningkatkan usia harapan hidup dan banyaknya penduduk produktif membuat jumlah lansia Indonesia akan melonjak usai bonus demografi 2020-2040. Lonjakan lansia itu bisa jadi bonus demografi kedua jika lansia masih bisa produktif. “Lansia diharapkan sehat, aktif dan produktif agar tidak jadi beban,” ucap Tri Budi.
Meski dampak penuaan penduduk terhadap masyarakat dan negara bisa diundur, beban penuaan pasti akan dihadapi. Penuaan akan selalu diikuti kemunduran berbagai fungsi tubuh yang membuat lansia tak hanya rentan menderita penyakit degeneratif, tapi juga menghadapi masalah mental, spiritual, dan ekonomi.
Agar lansia tak jadi beban keluarga, masyarakat dan negara, peneliti senior Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Lilis Heri Mis Cicih mengingatkan, “Negara harus mempersiapkan lansia berkualitas sejak mereka ada dalam kandungan,” ungkapnya.
Saat ini, kehidupan hari tua umumnya baru dipersiapkan setelah melewati usia paruh baya atau menjelang masa pensiun. Padahal, fase lansia sebagai ujung siklus kehidupan manusia adalah buah dari pembangunan manusia sejak awal kehidupan.
Kualitas rendah
Terlambatnya kesadaran mempersiapkan diri menjadi lansia itu membuat banyak lansia menderita berbagai penyakit. Analisis Lansia di Indonesia 2017 Kementerian Kesehatan menyebut, pada 2015, ada 28,6 persen lansia sakit. Selama tiga tahun terakhir, jumlah lansia sakit itu terus naik. Namun, ada 27,8 persen lansia sakit yang tidak berobat jalan dengan berbagai alasan.
Tak hanya kualitas kesehatan rendah, banyak lansia punya status ekonomi buruk. Mereka masih harus banting tulang menghidupi diri, bahkan keluarganya. “Jaminan pensiun sebagai sistem perlindungan sosial baru dinikmati 11 persen lansia,” kata Tri Budi.
Kini banyak lansia tinggal sendiri di rumah karena enggan ikut anaknya berurbanisasi. Pengawasan mereka umumnya dilakukan kerabat atau tetangga.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik 2015 menyebut ada 2,1 juta lansia terlantar dan 5,2 juta lansia hampir terlantar akibat tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Mereka juga tidak punya sanak saudara atau sanak saudaranya tak mau mengurusnya.
Kondisi lansia kurang berkualitas itu, lanjut Lilis, harus jadi perhatian masyarakat, khususnya generasi muda dan pemerintah, terutama pemerintah daerah. Pembangunan lansia harus melibatkan banyak sektor karena persoalan yang dihadapi lansia bukan sekedar masalah kesehatan dan ekonomi. “Persoalan lansia harus diatasi secara komprehensif dan terintegrasi,” katanya.
Generasi milenial harus disiapkan menghadapi hari tua berkualitas. Menjaga kesehatan dengan makan berimbang, punya fisik aktif dan menabung harus dilakukan selagi masih muda dan produktif. Saat sistem perlindungan sosial negara belum berjalan, maka tiap individu harus sadar akan hari tuanya.
Di sisi lain, negara harus mulai menyiapkan lansia bermutu dari sekarang agar tak menuai masalah di depan. Meningkatkan kualitas kesehatan dasar, menekan kematian ibu dan anak, mencegah anak pendek (stunting), dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan masyarakat tumbuh sehat dan aktif.
Terus membesarnya jumlah lansia membuat infrastruktur publik juga harus ditata agar ramah lansia hingga bisa meningkatkan kualitas hidup lansia. Pemerintah juga harus membangun sistem yang memungkinkan lansia produktif tanpa menghambat yang muda. Demikian pula sistem jaminan hari tua yang melindungi semua lansia harus mulai dipikirkan.–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 30 Mei 2018