Bakteri Escherichia coli yang selama ini dikenal sebagai mikroorganisme pencemar air dimanfaatkan sejumlah peneliti untuk mengubah lignin, bahan utama bersifat keras penyusun batang tumbuhan. “Selama bertahun-tahun kami meneliti cara-cara hemat biaya untuk memecah lignin dan mengubahnya menjadi bentuk kimia berharga, ”kata Seema Singh, bioengineering pada Sandia National Laboratory, Amerika Serikat, pada Sciencedaily, 18 Mei 2018.
Ia bersama dua peneliti pascadoktoral Weihua Wu (Lodo Therapeutics Corp) dan Fang Liu ingin memanfaatkan bakteri E coli karena kemampuan pertumbuhannya yang sangat cepat dan dapat bertahan dari proses industri.
Riset mereka dipublikasikan dengan judul “Towards Engineering E. coli with an Auto-Regulatory System for Lignin Valorization,” pada the Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. Mereka menemukan solusi terkait tantangan biaya, toksisitas, dan kecepatan dalam mengubah lignin menjadi bentuk-bentuk kimia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lignin merupakan komponen dinding sel tanaman yang sangat kuat dan penuh energi. Namun untuk mengambil energi itu sangat mahal dan kompleks, sehingga biofuel yang dihasilkan tidak dapat bersaing secara ekonomi dengan sumber-sumber lain.
LITBANG KOMPAS/GIANIE–Masyarakat menggunakan perahu sebagai salah satu alat transportasi antarwilayah yang melintasi Sungai Indragiri, di Kabupaten Indragiri Hilir. Bakteri Escherichia coli selama ini dikenal sebagai mikroorganisiem pencemar air.
Kabar baiknya, setelah lignin dipecah, menghasilkan bentuk-bentuk kimia berharga lain yang bisa diubah menjadi nilon, plastik, farmasi, dan lainnya. Penelitian lanjutan di masa mendatang disarankan berfokus pada proses bioproduksi berupa biofuel dan bahan-bahan kimia lain itu.
Singh dan timnya menemukan solusi bagi masalah biaya, toksisitas, dan kecepatan dalam mengubah lignin menjadi bentuk-bentuk kimia. Terkait biaya, bakteri E coli umumnya tak menghasilkan enzim yang dibutuhkan untuk proses konversi.
Merangsang bakteri
Ilmuwan harus merangsang bakteri untuk menghasilkan enzim dengan menambahkan “material pembujuk” atau inducer ke dalam kaldu fermentasi. Ini akan sangat mahal sehingga tidak efektif untuk proses biorefineri (penyulingan biologi)
Solusinya dengan menghindarkan kebutuhan inducer mahal dengan rekayasa E coli. Ini membuat senyawa yang berasal dari lignin seperti vanillin berfungsi sebagai substrat dan inducer.
Senyawa vanilinin ini diproduksi saat lignin rusak, pada konsentrasi lebih tinggi, menghambat kerja E coli sehingga memunculkan masalah toksisitas. “Teknik kami mengubah masalah toksisitas substrat dengan memungkinkan bahan kimia yang sangat beracun bagi E coli untuk memulai proses kompleks peningkatan lignin. Setelah vanilin dalam kaldu fermentasi mengaktifkan enzim, E coli mulai mengubah vanillin menjadi catechol, bahan kimia yang kita inginkan, dan jumlah vanillin tidak pernah mencapai tingkat racun, ” kata Singh.
Sementara vanilin dalam kaldu fermentasi bergerak melintasi membran sel untuk dikonversi oleh enzim. Ini merupakan proses yang lambat dan pasif. Para peneliti mencari transporter efektif dari bakteri dan mikroba lain untuk mempercepat proses ini.
“Kami meminjam desain pengangkut dari mikroba lain dan merekayasa ke dalam E coli, yang membantu memompa vanillin ke dalam bakteri. Kedengarannya sangat sederhana, tapi butuh banyak penyesuaian untuk membuat semuanya bekerja bersama,” kata Liu.
Solusi teknik seperti ini, yang mengatasi masalah toksisitas dan efisiensi sehingga memiliki potensi untuk membuat produksi biofuel ekonomis. “Kami telah menemukan potongan teka-teki keunggulan lignin ini, memberikan titik awal yang bagus untuk penelitian masa depan ke dalam solusi hemat biaya yang terukur,” kata Singh.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 22 Mei 2018