Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia masih terancam oleh paparan cat bertimbal dan asbes yang membahayakan. Menjelang pergantian tahun ajaran dan pengadaan berbagai sarana-prasarana sekolah, manajemen sekolah diminta berhati-hati dalam menggunakan cat dekoratif berkadar timbal tinggi maupun mengelola asbes yang telanjur terpasang pada bangunan.
Cat dekoratif berwarna menyala yang biasa digunakan untuk media kayu dan besi umum digunakan pada sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Cat yang terkelupas atau terdegradasi ini bisa terhirup atau menempel pada tangan anak yang pada usia itu masih memiliki kebiasaan memasukkan jari ke mulut.
Di Indonesia, Standar Nasional Indonesia8011:2014 terkait cat dekoratif ini masih bersifat sukarela dengan batasan kadar timbal maksimal 600 bagian per juta (ppm). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Lingkungan PBB (UN Environment) kadar timbal pada cat maksimal 90 ppm.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–BaliFokus mengeluarkan Pedoman teknis Pengadaan dan penatalaksanaan Sekolah Bebas Cat Bertimbal dan Asbestos, Senin (7/5/2018), di Jakarta. Tampak berfoto tim BaliFokus, Blacksmith Institute, Aisyiyah, Badan Standardisasi Nasional, dan Indonesia Ban Asbestos Network (Ina-BAN) berfoto usai peluncuran pedoman teknis tersebut.
Sedangkan asbes, hingga kini masih dipergunakan bebas meski banyak kajian menyatakan dampak berbahaya dari material yang masuk kategori bahan beracun berbahaya (B3). Bahkan pada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun asbestos masuk kategori B3 yang dapat dipergunakan.
Timbal dan asbes ini apabila terpapar pada makhluk hidup – termasuk manusia – bisa menyebabkan gangguan kesehatan. Paparan timbal bisa merusak syaraf dan otak. Paparan serbuk dan debu asbestos dalam jangka 20-40 tahun bisa membahayakan paru-paru.
Panduan
Karena itu, BaliFokus mengeluarkan Pedoman Teknis Pengadaaan dan Penatalaksanaan Sekolah Bebas Cat Bertimbal dan Asbestos, Senin (7/5/2018), di Jakarta. Pedoman ini diserahkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.
Dalam panduan itu, BaliFokus menunjukkan hasil pengukuran kandungan timbal pada sejumlah merek cat dekoratif yang beredar di Indonesia pada tahun 2015. Hasilnya, cat yang diproduksi dalam negeri yaitu Bital dan Indaco memiliki kandungan timbal di bawah 90 ppm (sesuai standar WHO dan UN Environment).
Dalam pedoman itu, BaliFokus juga menunjukkan merek cat yang mengandung timbal hingga 102.000 ppm. Merek itu tak berubah sejak BaliFokus dan Blacksmith Institute meneliti kandungan timbal pada cat dekoratif di Indonesia pada tahun 2012.
Yuyun Ismawati, Penasihat Senior BaliFokus mendorong agar sekolah kritis terhadap kadar timbal pada cat dekoratif yang digunakan pada bangunan sekolah maupun alat permainan anak.
“Cat bertimbal berbahaya ketika lapuk dan mengering. Serpihan cat dapat menjadi sangat berbahaya karena memiliki kandungan timbal yang jauh lebih tinggi dari debu dan tanah pada umumnya,” kata dia.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Penasehat Senior Balifokus, Yuyun Ismawati, menjelaskan isi Pedoman Teknis Pengadaan dan Penatalaksanaan Sekolah Bebas Cat Bertimbal dan Asbestos, Senin (7/5/2018), di Jakarta.
Paparan timbal pada anak lebih berbahaya dari pada orang dewasa. Dampak kesehatannya tak bisa dipulihkan dan berpengaruh seumur hidup. Pada anak dan janin timbal data menghambat perkembangan mental walaupun secara fisik tidak telrihat gejalanya.
Yuyun mengatakan, dampak pada timbal akan sangat merugikan masa depan bangsa Indonesia. Dengan siswa PAUD berjumlah total 28 juta anak usia dini (BPS 2015), sebutnya, bisa saja sebagian dari mereka berpotensi terpapar timbal dari cat di sekolah.
Dalam pedoman itu, BaliFokus memberikan detail penanganan pada media yang telanjur menggunakan cat bertimbal selain menyebutkan hasil pengukuran timbal pada sejumlah merek cat. Ini diharapkan dapat menjadi pegangan sekolah – terutama PAUD – yang banyak menggunakan cat dekoratif berwarna menyala.
Asbes
BaliFokus juga memberikan pedoman kepada sekolah untuk menangani material asbes. Ia menyarankan agar asbes yang tak lagi terpakai, tidak dihancurkan maupun dijadikan satu dengan puing. Puing asbes agar dibasahi dan dibungkus plastik/terpal baru dikubur dalam tanah.
Apabila hal ini tak dilakukan, kekhawatirannya, debu ini bisa masuk ke dalam paru-paru bisa menyebabkan kanker paru-paru, mesothelioma (kanker ganas pada lapisan dada atau perut), dan asbestosis (kanker paru dan mesolthelioma).
Efek paparan asbestos biasanya tak tampak hingga 20-40 tahun sejak paparan pertama, timbulnya dampak penyakit dapat dilihat dari gejala sesak nafas, batuk dan nyeri dada, dan deformitas jari.
Debu asbes ini juga bisa berasal dari pelapukan. Karena itu, pedoman ini menyarankan agar material asbes dicat menggunakan cat khusus sehingga menghindari terlepasnya debu. Firman Budiawan dari Indonesia Ban Asbestos Network (INA-BAN) mengatakan hingga kini pemakaian asbestos masih longgar. Selain itu, impor material asbestos masih nol rupiah sehingga masih diproduksi murah.
Tak heran, kata dia, Indonesia masuk dalam 5 negara utama pengimpor asbestos di dunia. “Masih terdapat standar ganda dalam penggunaan asbes. Pabrik di luar negeri sudah tidak memakai asbes karena dilarang, tapi di Indonesia masih dipakai karena tidak ada larangan,”kata dia.
Bendjamin Benny Louhenapessy dari Badan Standardisasi Nasional mengakui cat dekoratif untuk kayu/besi masih menggunakan standard maksimal 90 ppm. Sedangkan cat tembok telah menerapkan SNI 7188.6:2010 yang mensyarakatkan kandungan timbal kurang dari 90 ppm.
Ia mengatakan BSN bisa melakukan peninjauan ulang pada SNI tanpa harus menunggu masukan dari kalangan industri maupun kementerian. “BaliFokus juga bisa memberikan risetnya kepada kami sebagai bahan untuk kami melakukan review,” kata dia.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 8 Mei 2018