Teknologi Tepat Guna Tetap Relevan

- Editor

Senin, 7 Mei 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di era digital, teknologi tepat guna tetap dibutuhkan masyarakat. Keberadaan teknologi tepat guna justru bisa dimanfaatkan untuk mengungkit kesejahteraan masyarakat dan daerah.

Teknologi tepat guna bisa dijadikan pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Teknologi tepat guna juga bisa mendukung rencana pemerintah memasuki era revolusi industri 4.0. Namun, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna masih setengah hati.

“Meski penggunaan teknologi informasi makin luas, TTG (teknologi tepat guna) masih tetap dibutuhkan,” kata Kepala Pusat Pengembangan TTG Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Subang, Jawa Barat Pramono Nugroho dihubungi dari Jakarta, Sabtu (5/5/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

TTG atau appropriate technology adalah teknologi yang sesuai kebutuhan masyarakat, dapat dimanfaatkan dan dipelihara masyarakat secara mudah dan mandiri, tidak merusak lingkungan, serta menghasilkan nilai tambah secara ekonomi dan lingkungan.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA–Pekerja menyelesaikan pembuatan alat perontok padi di Karangawen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (24/7/2017). Teknologi tepat guna pertanian tersebut mulai banyak digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan lebih efisien.

Muhammadi Siswo Sudarmo dalam Perspektif Pengembangan TTG, 2005 menyebut secara global, pengembangan TTG jadi perhatian banyak negara dan lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak akhir 1970an. TTG diyakini mampu mempercepat pembangunan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di negara-negara berkembang dan miskin dengan memanfaatkan teknologi.

Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, TTG tidak melulu teknologi tingkat rendah, tapi bisa juga teknologi maju. “TTG adalah semua jenis teknologi yang bisa memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat,” katanya.

Selama ini, TTG juga sering dianggap sebagai teknologi perdesaan. Persepsi itu muncul karena memang banyak TTG yang dihasilkan diperuntukan bagi masyarakat perdesaan.

“Kondisi itu terjadi karena kebutuhan teknologi untuk menunjang kehidupan masyarakat perdesaan masih tinggi,” kata Laksana.

KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI (HEN)–Sejumlah petani sedang memasukkan gabah ke mesin pengering gabah yang bahan bakar pemanasnya dari sekam atau kulit padi di Desa Mlatiharjo, Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Minggu (25/5/2014). Melalui teknologi tepat guna itu, para petani di Desa Inovatif Mlatiharjo itu dapat mengeringkan gabah tanpa khawatir kehujanan sekaligus meningkatkan kualitas gabah.

Karena itu, Laksana yakin konsep revolusi industri 4.0 yang digagas pemerintah justru akan meningkatkan permintaan terhadap TTG karena kebutuhan masyarakat makin banyak dan beragam. Terlebih, tidak semua TTG bisa diterapkan di semua daerah.

Dengan berbagai karakter TTG itu, TTG tetap relevan untuk terus dikembangkan di Indonesia. TTG bisa dimanfaatkan untuk mengolah potensi ekonomi masyarakat dan daerah yang beragam, mulai dari pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan hingga industri makanan olahan.

Pemanfaatan TTG juga selaras dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo untuk membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa. Penggunaan TTG juga bisa meningkatkan efisiensi ekonomi dan menyerap tenaga kerja.

Kurang terperhatikan
Meski kemanfaatan TTG sangat besar dan dibutuhkan masyarakat, selama ini gaungnya jauh tertinggal dibanding jenis teknologi lain. Pengelolaan dan pemanfaatan TTG pun belum terkoordinasi baik.

Saat ini, satu-satunya lembaga yang fokus mengembangkan TTG di Indonesia adalah Pusat Pengembangan TTG LIPI. Namun, aneka riset TTG juga banyak dilakukan lembaga penelitian dan pengembangan lain, baik yang ada kementerian, lembaga penelitian non kementerian dan perguruan tinggi.

Banyaknya lembaga yang mengembangkan TTG itu terjadi karena lingkup bidang TTG memang sangat luas. Demikian pula kebutuhan dan kondisi antardaerah di Indonesia juga sangat banyak dan beragam.

Sementara itu, kementerian yang ditugaskan menangani TTG ada di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Dalam Negeri hingga berbagai kementerian teknis lain.

Meski demikian, belum ada lembaga pengoordinasi parapihak yang terlibat dalam pengembangan TTG. Akibatnya, potensi tumpang tindih atau duplikasi pengembangan teknologi sangat besar. Sebaliknya, banyak jenis TTG yang berpotensi tidak tergarap walau kebutuhannya tinggi.

Selain itu, tidak adanya lembaga yang berfungsi sebagai clearing house atau audit TTG yang akan diterapkan ke kelompok masyarakat tertentu membuat potensi ketidakberlanjutan teknologi baru yang diperkenalkan tinggi. Akibatnya, banyak bantuan TTG berbagai lembaga sering mangkrak, tak termanfaatkan, dan sia-sia.

“Sebelum dikenalkan ke masyarakat, sebuah teknologi seharusnya dikaji kecocokannya dengan budaya dan kesiapan masyarakat,” kata Pramono.

Pemerintah daerah (pemda), lanjut Pramono, sebenarnya punya peran besar untuk mengenalkan dan menyaring TTG yang bisa digunakan masyarakat di wilayahnya. Namun, banyak pemda kurang memerhatikan pemanfaatan TTG meski bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan pemanfaatan TTG di daerah juga sangat bergantung pada kesadaran pemangku jabatan. Akibatnya, banyak program TTG yang dikenalkan ke masyarakat sulit berkelanjutan karena tidak berkesinambungannya program yang dijalankan pemda.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 7 Mei 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB