Nikmati Hujan Meteor Lyrid pada Akhir Pekan

- Editor

Minggu, 22 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hujan meteor Lyrid kembali menyambangi Bumi. Tahun ini, hujan meteor Lyrid terjadi pada 16-25 April dan puncaknya akan terjadi Minggu (22/4/2018) dini hari hingga menjelang fajar.

”Pada puncak hujan meteor Lyrid tahun ini, diperkirakan ada 15-20 meteor per jam,” kata ahli meteor dari Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA), Bill Coke, seperti dikutip space.com, Jumat (20/4/2018).

Pada saat terbaiknya, jumlah meteor yang muncul saat hujan meteor Lyrid bisa mencapai 100 meteor per jam. Meski periodisitas jumlah meteor Lyrid terbanyak rata-rata terjadi 30 tahun sekali, tetap sulit memastikan kapan itu akan terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Nama hujan meteor Lyrid disematkan karena seolah-olah meteor-meteor tersebut muncul dari rasi Lyra. Rasi ini sebenarnya berada di belahan langit utara, tetapi masih mudah diamati dari wilayah Indonesia yang ada di khatulistiwa.

Rasi Lyra juga mudah diamati. Saat terbit, dia berada di timur laut. Bintang terang yang bisa dijadikan penanda rasi Lyra adalah Vega yang merupakan bintang terterang kelima di langit malam atau bintang terterang kedua di belahan langit utara.

Muasal
Hujan meteor terjadi saat Bumi dalam perjalanannya mengelilingi Matahari memasuki wilayah bekas lintasan komet. Kondisi itulah yang membuat hujan meteor terjadi setiap tahun pada waktu yang hampir sama.

JPL SMALL-BODY DATABASE.–Lintasan komet Thatcher yang terakhir mendekati Matahari pada 1 Januari 1861. Dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, Bumi akan melalui bekas lintasan komet ini dan menyebabkan terjadinya hujan meteor Lyrid.

Untuk hujan meteor Lyrid, bekas lintasan komet yang dilewati berasal dari komet Thatcher atau disebut juga komet C/1861 G1. Komet Thatcher bergerak mengelilingi Matahari setiap 415 tahun sekali. Titik terdekatnya dengan Matahari terakhir dicapai pada 1861. Dengan demikian, komet itu akan ada di jarak terdekatnya dengan Matahari lagi pada tahun 2276.

Wilayah bekas lintasan komet itu kaya dengan batuan dan debu yang dihasilkan dari ekor komet yang terbakar. Ketika batu dan debu tersebut bersentuhan dengan atmosfer Bumi, batu dan debu itu akan masuk ke atmosfer Bumi dan terbakar hingga terbentuklah meteor.

Saat meteor terbakar, dia juga bergerak. Gerakan itulah yang membuat meteor terlihat seperti garis cahaya yang menuju permukaan Bumi sehingga dia juga dijuluki sebagai bintang jatuh.

Meteor-meteor dalam hujan meteor Lyrid itu memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan mencapai 177.000 kilometer (km) per jam atau 49 km per detik. Kecepatan sebesar itu termasuk kelas menengah-cepat untuk ukuran hujan meteor atau kalah cepat dari kecepatan meteor saat hujan meteor Leonid pada bulan November yang mencapai 71 km per detik.

DIOLAH DARI STELLARIUM–Posisi radian atau sumber pancaran meteor saat puncak hujan meteor Lyrid dari Jakarta, Minggu (22/4/2018) pukul 02.00 WIB.

Hujan meteor Lyrid termasuk salah satu hujan meteor yang tercatat dalam sejarah awal peradaban manusia. Catatan hujan meteor ini sudah ada sejak lebih dari 2.700 tahun lalu, yaitu berasal dari catatan China yang menunjukkan adanya bintang-bintang yang berjatuhan seperti air hujan pada tahun 687 sebelum Masehi.

Sementara itu, catatan tentang hujan meteor Lyrid mulai banyak dilakukan pada abad ke-19. Penduduk Richmond, Virginia, Amerika Serikat, melaporkan melihat banyak meteor seperti berjatuhan di langit pada 20 April 1983 dini hari.

Catatan lebih detail tentang jumlah meteor yang terlihat setiap jam mulai ada pada 1922. Saat itu, ada 96 meteor per jam ketika puncak hujan meteor Lyrid terjadi. Adapun catatan pada 1982 menyebutkan ada 80 meteor per jam.

Sumber lain, seperti dikutip earthsky.org, Kamis (19/4/2018), menyebutkan, jumlah meteor mencapai 100 meteor per jam pada hujan meteor Lyrid yang pernah diamati di Yunani tahun 1922, Jepang tahun 1945, dan AS pada 1982.

Pengamatan
Masyarakat yang tertarik untuk mengamati puncak hujan meteor Lyrid Minggu nanti tinggal mengarahkan pandangannya ke timur laut. Pengamat tidak perlu repot mencari posisi sumber asal pancaran hujan meteor yang ada di dekat rasi Lyra atau bintang Vega sebagai penanda rasi Lyra.

Pengalaman Kompas menyaksikan hujan meteor Leonid pada November 1998 menunjukkan, lokasi kemunculan meteor sangat acak, sulit ditebak, tidak melulu dari rasi Leo yang menjadi asal sumber meteor pada hujan meteor Leonid. Meteor bisa muncul dari berbagai penjuru langit.

Namun, mengetahui waktu terbitnya arah pancaran meteor itu akan sangat membantu. Dari Jakarta, saat Minggu dini hari nanti, rasi Lyra sudah berada pada ketinggian 20 derajat saat tengah malam, masih cukup rendah. Namun, pukul 03.00, ketinggian rasi itu sudah mencapai 45 derajat sehingga cukup mudah diamati.

Situasi langit pada Minggu dini hari nanti cukup mendukung karena tidak ada gangguan cahaya Bulan. Saat ini, Bulan masih dalam fase perempat awal yang sudah terbenam sekitar pukul 22.00. Karena itu, saat dini hari tidak akan ada gangguan cahaya terang lain yang bisa mengganggu terlihatnya meteor.

Untuk bisa mengamati hujan meteor itu, pengamat harus pergi ke wilayah yang terbebas dari cahaya kota atau jauh dari polusi cahaya. Lokasi pengamatan sebaiknya juga memiliki medan pandang ke arah timur laut yang luas. Pengamatan juga cukup dilakukan dengan mata telanjang, tidak perlu teleskop atau binokular karena medan penampakan meteor sangat luas.

Pengamat hanya perlu berbekal baju hangat karena waktu pengamatan hujan meteor terbaik adalah mulai tengah malam hingga menjelang fajar. Waktu terbaik mengamati hujan meteor memang dini hari, bukan awal malam, karena saat itulah Bumi benar-benar memasuki wilayah bekas lintasan komet.

Selain itu, bekal makanan ringan dan kursi tidur atau alas untuk pengamatan sambil tiduran juga bisa disiapkan mengingat pengamatan membutuhkan waktu lama dan di udara terbuka. Hal yang pasti, Anda harus siap-siap untuk begadang dan pastikan cuaca tidak mendung, apalagi hujan.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 21 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB