MATAHARI melintasi garis khatulistiwa sejak 22 September 2012 pukul 21:47 WIB lalu. Kini matahari telah menapaki belahan bumi bagian selatan hingga kelak mencapai kulminasinya di garis balik selatan pada penghujung Desember 2012.
Di langit timur,rasi Waluku (Orion) telah menampakkan dirinya sejak selepas tengah malam. Demikian pula segi enam musim dingin, bentuk bangun datar khayali bersegi enam dengan tiap titik sudutnya ditempati bintang-bintang terang seperti Aldebaran, Rigel, Sirius, Procyon, Pollux dan Capella. Segi enam tersebut pun telah terbit selepas tengah malam. Dalam sejarah peradaban manusia Indonesia, munculnya semua tanda langit itu adalah indikasi musim kemarau (kering) telah berakhir digantikan datangnya musim hujan.
Namun tidak demikian dengan tahun 2012. Hingga menapaki bulan September, tidak ada tanda-tanda hujan bakal rutin mengguyur Indonesia, kecuali ringan dan singkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti halnya bagian kolong langit lainnya, cuaca Indonesia secara umum dipengaruhi letak negeri ini dan dinamika gerak semu tahunan matahari. Sebagai negara di sekitar garis khatulistiwa yang dikelilingi laut, Indonesia sangat dipengaruhi embusan sistem angin muson Indonesia (Indo-Australia). Arah embusan sistem angin ini dikontrol gerak semu tahunan matahari dan merupakan bagian dari sirkulasi atmosferik meridional yang dikenal sebagai sel Hadley.
Saat matahari berada di atas belahan bumi utara, terbentuk sel bertekanan rendah di Asia, sehingga angin muson timur pun berembus dari Australia ke Asia. Angin ini bersifat kering, sehingga Indonesia mengalami musim kemarau. Sebaliknya saat matahari di atas belahan bumi selatan, sel tekanan rendah muncul di atas Australia sehingga berembuslah angin muson barat yang basah dan menjadikan Indonesia mengalami musim hujan. Namun cuaca Indonesia tidak hanya bergantung pada sistem angin muson, tetapi juga dinamika perairan permukaan Samudera Hindia dan Pasifik yang mengapitnya. Ini menyebabkan musim di Indonesia bisa bergeser ataupun berubah pola, sehingga terjadi anomali cuaca.
Tiga Faktor
Terdapat tiga faktor anomali cuaca di Indonesia yang semuanya berupa sirkulasi atmosferik latitudinal, yakni sirkulasi selatan atau ENSO (El Nino Southern Oscillation), sirkulasi dwikutub atau IODM (Indian Ocean Dipole Mode) dan sirkulasi MJO (Madden Julian Oscillation). Dalam kondisi normal, perairan Samudera Pasifik di dekat Indonesia lebih hangat dibanding bagian lainnya sehingga produksi uap air melimpah yang membuat kelembaban udara Indonesia cukup tinggi. Dalam kondisi tertentu kumpulan air hangat Samudera Pasifik dapat bergeser ke timur lebih mendekati benua Amerika. Konsekuensinya kelembaban udara di Indonesia bakal merosot drastis sebagai El Nino. Jika El Nino berkombinasi dengan angin muson timur, maka musim kemarau di Indonesia bakal mencapai puncak kekeringannya.
Inilah yang kini terjadi di Samudera Pasifik. Pengukuran suhu dengan sensor satelit dan termometer di sejumlah titik memperlihatkan saat ini air hangat di permukaan Samudera Pasifik (antara garis lintang 5 LU hingga 5 LS) terkonsentrasi lebih dekat ke benua Amerika, tepatnya di sebelah timur garis bujur 150 BB. Konsentrasi air hangat ini menjangkau hingga kedalaman 300 m dpl dengan suhu bervariasi antara 0,5 derajat hingga 3 derajat Celcius lebih tinggi dibanding sekitarnya. Secara umum angka ini telah melampaui ambang batas 0,4 hingga 0,5 derajat Celcius di atas normal untuk kejadian El Nino. Karena itu, Climate Prediction Center NOAA di AS menyatakan bahwa sejak September 2012 ini berlangsung El Nino lemah yang diprediksi bakal menerus hingga Januari/Februari 2013 mendatang berdasarkan semua model prediksi yang diterima pada saat ini.
Dalam hal iklim, Indonesia bukanlah satu kesatuan melainkan terbagi menjadi tiga daerah iklim, yakni daerah muson selatan (mencakup Sumatra bagian utara, sebagian besar Kalimantan dan Sulawesi bagian utara), daerah semi-muson (mencakup Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Sulawesi bagian selatan, sebagian kecil Kalimantan dan Irian) serta daerah anti-muson (mencakup sebagian kecil Sulawesi dan Maluku). Sebagai konsekuensinya Indonesia terbagi menjadi 220 zona musim (Zom) dan 73 zona nonmusim (non-Zom). Daerah Zom adalah daerah dengan batas yang tegas antara musim hujan dan kemarau, yang mencakup 26 daerah di Sumatra, 94 di Jawa, 13 di Bali, 34 di Nusa Tenggara, 16 di Kalimantan, 22 di Sulawesi, 8 di Maluku dan 7 di Irian. Sementara daerah non-Zom adalah daerah yang kabur batasnya antara musim hujan dan kemarau.
Meski penyebabnya belum diketahui, namun sebagian sifat El Nino telah dipahami. Misalnya perulangannya. Sepanjang tiga abad terakhir El Nino lemah berlangsung setiap dua hingga tujuh tahun dari peristiwa El Nino lemah sebelumnya. Sementara peristiwa El Nino kuat berulang sekali setiap 1 hingga 2 dekade, dengan yang terakhir terjadi pada 1997-1998 silam.
El Nino merupakan anomali cuaca yang sudah berlangsung sejak awal peradaban manusia, yakni sejak sekitar 10.000 tahun silam dan terus berlanjut hingga kini. Dengan keberlanjutan dan periodenya, seyogianya dampak El Nino secara langsung dan tak langsung telah bisa diantisipasi sebelumnya. (24)
Muh Ma’rufin Sudibyo, astronom, tinggal di Kebumen
Sumber: Suara Merdeka, 1 Oktober 2012