Mendeteksi Bom dengan Kunyit

- Editor

Selasa, 2 Oktober 2012

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Teror bom masih mengancam berbagai negara. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memperkirakan ada sekitar 60 sampai 70 juta ranjau darat di seluruh dunia sehingga membutuhkan alat pendeteksi murah yang bisa dibawa dan ditempatkan di lapangan.

Inilah yang menggugah kesadaran para peneliti untuk  meriset dan menggambarkan kemungkinan penggunaan hewan dan tumbuhan untuk mendeteksi bom secara alami.

Adalah Alexander Ophir, seorang  profesor dari Fakultas Zoologi di Oklahoma State University of Zoologi, yang tertarik meneliti  tikus Afrika, atas prakarsa Army Research Office selaku penyandang dana. Tikus raksasa berkantung  ini, meskipun penglihatannya buruk, tetapi memiliki indra penciuman yang tajam untuk mendeteksi bahan peledak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Riset memang bukan hal baru. Sebelumnya Badan Amal Belgia APOPO telah menggunakan binatang ini untuk mendeteksi ranjau darat.  Tikus dilatih mencium bau bakteri penyebab penyakit tuberkulosis (TBC), kemudian kemampuan bawaan binatang ini dikembangkan untuk memaksimalkan sifat-sifat alamiahnya untuk mencium bau bom.

Riset selanjutnya adalah dengan mengamati apakah DNA dapat dikaitkan dengan sifat-sifat tersebut, selanjutnya menggunakan penanda genetik dan memilih tikus yang cocok untuk dijadikan detektor bom saat lahir. Menurut Ophir, selain untuk mendeteksi ranjau darat, tikus juga bisa digunakan mendeteksi bom di pinggir jalan seperti di Irak dan Afghanistan.

Tanaman

Hewan lain yang bisa digunakan untuk mendeteksi bom adalah lebah. Seperti dilaporkan Discovery News, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan ada fragmen protein dalam racun lebah (bombitin), yang dapat mendeteksi bahan peledak seperti TNT. Saat percobaan, tim MIT melapisi bagian dalam tabung karbon dengan bombitin. Kemudian tabung itu diletakkan di sekitar sampel udara yang diambil dari sekitar berbagai bahan peledak.

Para ilmuwan lain juga telah mengembangkan sejumlah tanaman yang dapat mendeteksi bom. Bahan itu bisa berubah warna saat berhadapan dengan sejumlah bahan kimia. Reaksi defensif ini menjadi dasar dalam penelitian. Riset ini dilakukan oleh pakar biologi Prof June Medford bersama tim Ilmuwan dari Colorado State University Amerika Serikat (AS),  bekerja sama dengan Pentagon.

Secara alamiah, tanaman mampu mendeteksi berbagai hal yang mencurigakan dan memberitahu ada sesuatu yang berbahaya. ”Tanaman tidak dapat menghindar atau bersembunyi dari ancaman, sehingga dapat dikembangkan untuk mendeteksi dan merespons lingkungan,” ujar Prof Medford, seperti dilansir Daily Mail. Penelitian ini juga dimuat dalam jurnal PloS ONE.

Para peneliti telah merancang sebuah program komputer untuk memanipulasi mekanisme pertahanan alami tanaman dengan melatih reseptornya untuk merespons sejumlah bahan kimia dalam bahan peledak serta polutan pada udara dan air.

Komputer tersebut didesain ulang untuk reseptor yang dimodifikasi berfungsi pada tanaman dan mentargetkan dinding sel tanaman dapat mengenali polutan atau bahan peledak yang mencemari udara di sekitarnya. Tanaman mendeteksi unsur pokok dan mengaktifkan sinyal internal yang mengakibatkan tanaman kehilangan warna hijau menjadi keputihan. Hal ini terjadi karena protein reseptor dalam DNA tanaman itu secara alami merespons rangsangan yang mengancam dengan melepas zat kimia terpenoids untuk mengentalkan kutikula daun, sehingga warnanya berubah.

Tim peneliti memodifikasi tanaman agar bisa bereaksi dan berubah warna saat terekspos zat tertentu. Menurut Medford, cara ini bisa diterapkan pada semua jenis tanaman. Sifat-sifat tumbuhan inilah yang dieksplorasi, terutama pada tanaman hijau, seperti yang telah berhasil mereka kembangkan, bisa berubah warna menjadi putih ketika mendeteksi adanya zat-zat tertentu pada senjata kimia atau biologi sekitarnya. Menurut Medford, ciri-ciri pendeteksian dapat digunakan dalam setiap tanaman sekaligus dapat mendeteksi polutan yang perubahannya dapat pula dideteksi oleh satelit.

Implikasi dari penelitian ini, tidak sulit untuk melacak benda-benda yang disembunyikan saat memasuki gerbang keamanan bandara. Tanaman ini dapat membuktikan kepada tim penyelamat saat mendekati teroris yang membawa bahan peledak .

Kunyit

Ada lagi penelitian lain yang menghasilkan kesimpulan lebih spesifik. Zat utama dalam kunyit (molekul kurkumin) ternyata bisa menjadi bahan dasar untuk mendeteksi ledakan .  Hal tersebut dipaparkan dalam Konferensi Masyarakat Fisika Amerika (APS), bahwa molekul kurkumin bisa menggantikan cara yang lebih kompleks dalam mendeteksi peledak seperti TNT.

Tim peneliti menggunakan reaksi kimia untuk menempelkan “molekul-molekul sampingan” kepada kurkumin yang akan mengikat molekul-molekul yang dikandung bahan peledak.

Teknik ini sering  digunakan dalam mendeteksi ledakan. Abhishek Kumar, peneliti dari Universitas Massachussetts di Lowell, Amerika, dan sejumlah koleganya meneliti teknik ini. Ketika mengumpulkan molekul materi bahan peledak di udara, perubahan cahaya yang dikeluarkannya bisa diukur. Pengukuran pijaran cahaya dilakukan dalam beragam teknik untuk mendeteksi dan menganalisa. Menyinari sejumlah zat kimia menyebabkan zat-zat itu mengeluarkan kembali cahaya dengan warna berbeda.

Untuk mendeteksi bahan peledak, para peneliti menggunakan senter atau alat penghasil cahaya lain yang murah untuk menerangi lapisan film tipis yang mengandung kurkumin. Zat itu akan mengeluarkan cahaya di kegelapan. Akan tetapi bila ada molekul-molekul bahan peledak di udara ruangan, cahaya yang dikeluarkan kurkumin akan jauh lebih redup dan perubahannya mudah diukur. Tim peneliti yang didanai sebagian oleh pemerintah Amerika ini sedang dalam proses membahas pengembangan teknik membuat alat sensor peledak dengan sebuah perusahaan.  (24)

Kawe Shamudra, penulis lepas, tinggal di Batang

Sumber: Suara Merdeka, 24 September 2012

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB