Keberadaan dosen berkualifikasi magister dan doktor tak serta-merta mendongkrak mutu pendidikan tinggi. Selama tidak ada penelitian dan publikasinya, mutu perguruan tinggi sulit diukur.
Tradisi penelitian dan berpikir riset harus terus ditanamkan dan dikembangkan agar pendidikan tinggi Indonesia bisa berstandar internasional.
”Mutu perguruan tinggi hanya bisa dipacu jika dosen yang sudah bergelar doktor mumpuni keilmuannya dan diiringi kegiatan penelitian,” kata Direktur Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Syamsul Rizal ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (10/4/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun mengenai kualifikasi magister, menurut Syamsul, sebaiknya diupayakan menempuh pendidikan doktoral dulu sesuai bidang ilmu yang diampu. Setelah itu barulah kemudian layak diangkat menjadi dosen tetap di perguruan tinggi (PT).
Syamsul mengutarakan, PT boleh mengangkat lulusan magister menjadi dosen honorer. Namun, selama lulusan magister tersebut menjadi dosen honorer, kinerja dan kepribadiannya juga dipantau untuk memastikan ia layak menjadi dosen.
Secara terpisah, Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami di Jakarta menjelaskan, kemampuan dosen untuk meneliti akan menghasilkan makalah-makalah bermutu yang dijadikan rujukan di bidang tersebut oleh peneliti lain di seluruh dunia. Ukuran makalah yang baik ialah apabila terbit di jurnal-jurnal ilmiah terindeks Scopus.
Penerbitan jurnal tersebut dengan sendirinya berkorelasi terhadap mutu dan peringkat perguruan tinggi bersangkutan.
Berdasarkan data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2018, terdapat sepuluh PTN yang makalahnya diterbitkan di Scopus. Institut Teknologi Bandung (ITB) memiliki jumlah terbanyak, yaitu 8.958 makalah. Dari segi makalah yang dikutip akademisi dalam tataran global, Universitas Gadjah Mada (UGM) tercatat paling banyak dengan jumlah 247.228 sitasi.
Adapun perguruan tinggi Indonesia yang masuk 500 besar dunia versi QS dan Times baru ada empat, yakni UGM, ITB, UI, dan IPB.
Pembuktian
Selain menaikkan gengsi di taraf internasional, masuknya Indonesia ke dalam sistem ranking tersebut juga membuktikan mutu pendidikan tinggi Indonesia pada masyarakat dunia.
Apabila dicermati lebih dalam, rata-rata PT negeri memiliki 64 persen dosen yang berkualifikasi magister. Sementara rata-rata provinsi memiliki dosen PTN bergelar doktor sebesar 23 persen. Provinsi dengan jumlah dosen PTN bergelar doktor terbanyak adalah Sulawesi Tengah dengan angka 45,7 persen.
PT swasta di setiap provinsi umumnya hanya memiliki 4 persen dosen yang sudah bergelar doktor. Sebanyak 60 persen dosen bergelar magister. Sisanya hanya memiliki gelar sarjana.
”Namun, tetap harus dipandang secara kritis apakah gelar-gelar tersebut diperoleh dari perguruan tinggi yang bermutu ataupun bereputasi baik di dalam dan di luar negeri,” kata Amich.
Selain itu, juga harus dicermati reputasi dosen tersebut dalam dunia akademik dan sumbangsihnya dalam membuat makalah ilmiah.
Menurut dia, investasi di sumber daya manusia perkuliahan merupakan hal pertama yang harus dilakukan dan diikuti dengan pembangunan sarana fisik dan jejaring berskala global. Dosen tak hanya wajib menguasai ilmu pengetahuan secara teknis, tetapi juga mengembangkan penelitian dan inovasi. Hal ini sudah terpatri dalam tridarma perguruan tinggi, yakni mendidik, melakukan penelitian, dan melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Amich, dengan adanya investasi pemerintah di pendidikan tinggi, pusat-pusat penelitian akan berkembang. Orang-orang Indonesia yang lulus magister dan doktor dari perguruan tinggi di luar negeri pun akan tertarik pulang dan mengembangkan budaya meneliti.
Peraturan Menristek dan Dikti Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor menegaskan bahwa melakukan penelitian dan diterbitkan di jurnal bereputasi baik kini merupakan kewajiban.
Secara terpisah, Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristek dan Dikti Ali Ghufron Mukti mengakui mutu dosen di perguruan tinggi tidak seragam.
Menurut dia, Peraturan Menristek dan Dikti No 44/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang mewajibkan kualifikasi dosen minimal bergelar magister tak sekadar mengangkat seorang individu yang lulus kuliah S-2. Linearitas ilmu, pengalaman selama proses pembelajaran, kompetensi memberi perkuliahan, dan jumlah publikasi ilmiah juga jadi pertimbangan.
Saat ini tercatat 249.255 dosen di PTN/PTS. Jika ditambahkan dengan dosen perguruan tinggi kedinasan dan keagamaan, jumlahnya jadi 286.848 orang. (DNE)
Sumber: Kompas, 11 April 2018