Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menarik 22,45 juta kaleng produk ikan makerel impor dan 47.000 kaleng produksi dalam negeri dari pasaran. Penarikan produk yang ditargetkan tuntas dalam sebulan itu menindaklanjuti temuan parasit cacing pada ikan makerel di kaleng.
Temuan parasit cacing dalam ikan makerel kemasan kaleng itu mencerminkan lemahnya prosedur pengawasan pangan di hulu hingga hilir, termasuk yang diimpor. Pembenahan menjadi keharusan agar kasus serupa tak terulang dan lebih menjamin mutu serta keamanan produk yang dikonsumsi masyarakat.
Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, Jumat (6/4/2018), di Jakarta, pihaknya menarik 22,45 juta kaleng produk ikan makerel impor dan 47.000 kaleng produksi dalam negeri. Total produk yang ditarik lebih dari 90 persen dari total produk yang beredar dan diupayakan tuntas 100 persen dalam waktu sebulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Masyarakat bisa membantu melaporkan jika menemukan produk masih beredar di warung-warung. Produk yang ditarik dimusnahkan dan dijamin tak ada yang dikemas ulang seperti kekhawatiran sebagian warga,” ujar Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono.
Sebelumnya, BPOM mengumumkan 27 merek ikan kaleng impor dan dalam negeri mengandung parasit cacing mati, yakni 16 merek impor dan 11 merek dalam negeri. Produk dalam negeri yang mengandung cacing memakai bahan baku dari negara yang sama dengan negara asal 16 merek impor, yakni China.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Konferensi pers di kantor BPOM soal ikan kaleng makerel yang mengandung parasit cacing.
Menurut Penny, pemerintah menempuh tiga langkah penanganan temuan parasit cacing pada ikan makerel. Selain menarik semua produk, pihaknya juga menghentikan sementara impor ikan makerel kemasan kaleng dan memperketat pengawasan bahan baku ikan impor.
Pihak BPOM bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Perindustrian mengaudit secara menyeluruh ke sarana produksi produsen dalam negeri. Tujuannya, mengidentifikasi titik rawan standar mutu dan keamanan produk akhir tak terpenuhi. Ada sembilan produsen ikan makerel dalam negeri yang diaudit.
Hanya makerel
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo mengungkapkan, pihaknya menelusuri asal-usul penangkapan ikan, waktu penangkapan, importasi, sebaran, hingga proses produksi bahan baku impor.
Parasit cacing yang ditemukan pada ikan makerel berjenis Anisakis sp. ”Parasit cacing mati hanya ditemukan pada ikan kaleng jenis makerel. Parasit cacing tak ditemukan pada ikan kaleng berbahan lain, seperti sarden, tuna, cakalang, dan kepiting,” lanjutnya.
Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia Ady Surya menyebutkan, mutu kontrol bahan baku ikan makerel impor ditingkatkan. Parasit cacing laut dalam ikan makerel mati karena membeku di suhu minus 20-40 derajat celsius dan pemanasan. Industri pengolahan ikan kaleng menerapkan standar mutu internasional dan nasional.
Industri pengolahan ikan kaleng telah menerapkan standar mutu internasional dan nasional. Standar mutu itu antara lain GMP (Good Manufacturing Practice), HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), dan ISO atau standar yang ditetapkan organisasi internasional. Industri pengolahan ikan juga memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
”Cacing laut bisa lolos berbagai uji standar mutu karena tidak termasuk hazard atau sesuatu yang membahayakan kesehatan manusia. Keberadaan cacing ini dipersoalkan karena menyangkut etika dan estetika,” ujar Ady.
Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia beranggotakan 44 pabrik atau produsen. Sebanyak 26 pabrik di antaranya memproduksi ikan makerel dan sarden kaleng. Bahan baku ikan makerel harus diimpor karena tak ada di Indonesia. Ikan ini memiliki rasa paling gurih yang disukai pasar dunia. Kebutuhan bahan baku per tahun untuk ikan makerel 70.000 ton, sarden 235.000 ton, dan tuna 365.000 ton. Adapun negara asal impor ikan makerel antara lain China, Jepang, dan Korea.
Proses pengalengan
Sementara itu, temuan cacing anisakis hidup pada ikan kaleng jenis makerel impor diduga karena proses pengalengan tak baik. Kemungkinan lain, produk itu sudah kedaluwarsa, lalu dikemas ulang.
”Kami menemukan cacing anisakis hidup dari sampel yang kami teliti. Ini harus jadi perhatian karena kalau pengalengannya benar, seharusnya cacingnya mati karena anaerob (hampa udara),” kata peneliti Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dwiyitno, di Jakarta, Jumat.
Menurut Dwiyitno, sampel yang mengandung cacing hidup itu dibeli secara daring dari toko di Pekanbaru, dua minggu lalu. Sampel lain yang diteliti mengandung cacing mati. ”Dalam satu kaleng, kami temukan empat cacing hidup,” katanya.
Keberadaan cacing hidup ini, menurut Dwiyitno, kemungkinan karena proses pengemasan yang tidak baik atau bisa juga barang kedaluwarsa yang dikemas ulang. ”Cacing ini ada di bagian pencernaan ikan yang kemungkinan proses pembersihannya tidak baik sebelum dikemas,” ujarnya.
Ia menambahkan, ikan kaleng yang mengandung cacing ini hanya dari jenis makerel, sedangkan pada ikan kaleng lain, seperti sarden, tidak ditemukan. ”Itu semua dari ikan makerel dari daerah subtropis. Ada yang dari China dan Chile. Perairan kita tropis, tidak ada makerel,” ungkapnya.
Cacing anisakis, menurut Dwiyitno, akan mati jika dimasak hingga mendidih. meski demikian, adanya cacing dalam produk ikan impor haru menjadi pelajaran untuk meningkatkan keamanan pangan masyarakat. ”Kuncinya di proses karantina,” ujarnya.–RUNIK SRI ASTUTI/AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 7 April 2018