Siklon tropis Jelawat terbentuk di Samudera Pasifik, sekitar 990 kilometer (km) utara Biak, Papua pada Senin (26/3) pagi. Siklon ini bergerak ke barat menjauhi wilayah Indonesia dengan kecepatan 10 knot atau 19 km perjam. Pada hari Rabu (27/3) pagi, siklon ini diperkirakan sudah berada sekitar 1.270 km sebelah utara Biak. Sumber: BMKG
Siklon Tropis Jelawat sejak 25 Maret pukul 19.00 WIB terpantau mulai aktif di wilayah pantaun Tropical Cyclone Warning Center Jakarta. Gangguan cuaca tropis ini lahir dari pusat tekanan rendah yang tumbuh hingga menjadi siklon tropis di perairan utara Papua.
Siklon tropis ini berdampak antara lain hujan dengan intensitas ringan hingga sedang di wilayah utara Kalimatan, Sulawesi dan Papua Barat. Gelombang tinggi hingga 2,5 meter berpotensi terjadi di Laut Maluku, dan perairan di utara dan timur Sulawesi, serta utara Papua Barat. Bahkan gelombang mencapai 4 meter berpeluang terjadi di utara Halmaheda hingga Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan kondisi cuaca ini dalam Peringatan 10 Tahun Pusat Peringatan Dini Siklon atau Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta, Rabu (28/3). Dalam peringatan satu dasawarsa TCWC diadakan Seminar Ilmiah dan diluncurkan buku “Siklon Tropis di Indonesia” dan buku saku “Analisis Intensitas Siklon Tropis dengan Teknik Dvorak”.
Lebih lanjut Dwikorita mengatakan tugas pemantaun siklon tropis yang dilaksanakan BMKG ini diamanatkan oleh World Meteorological Organization (WMO) sejak tahun 2008 dengan beroperasinya TCWC Jakarta. Siklon tropis perlu dipantau karena berdampak signifikan terhadap kondisi cuaca di Indonesia dan wilayah sekitarnya.
Dampak ini bisa berupa dampak langsung (yang terjadi ketika siklon tropis melintasi wilayah daratan maupun lautan Indonesia) ataupun dampak tidak langsung (yang berarti keberadaan siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia mengubah pola cuaca di daerah ini). Dampak yang dirasakan mulai dari hujan deras yang dapat menimbulkan banjir, angin kencang, gelombang tinggi maupun gelombang pasang (storm surge).
Meningkatkan intersitas cuaca ekstrem termasuk juga siklon tropis akibat perubahan iklim, jelas Dwikorita, BMKG akan meningkatkan fasilitas sistem pemantauan cuaca dengan menyediakan sarana komputer Big Data yang dilengkapi dengan sistem Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligent). Peningkatan kapasitas ini diperlukan ujar Deputi Bidang Instrumentasi, Kalibrasi, Rekayasa dan Jaringan Komunikasi BMKG Widada Sulistya, mengingatkan besarnya data hasil pantauan cuaca dan iklim yang dihimpun, yang telah mencapai beberapa tera byte.
Dengan sarana teknologi informasi tersebut dapat dilakukan percepatan prediksi cuaca dan penyampaiannya kepada masyarakat. Untuk lingkup kecamatan penyampaian pemutakhiran prediksi cuaca dari yang semulai tiga jam sekali akan menjadi satu jam sekali, tambah Nurhayati Kepala Bidan Meteorologi Publik BMKG.
Informasi Siklon Tropis
BMKG sebagai satu-satunya institusi resmi di Indonesia yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan prakiraan cuaca, bertanggung jawab pula untuk memonitor, menganalisis, memprakirakan dan memberikan peringatan dini siklon tropis kepada masyarakat nasional Indonesia maupun dunia internasional, papar Dwikorita.
TCWC Jakarta diresmikan 28 Maret 2008 oleh Kepala BMKG saat itu, Sri Woro B. Harijono . Tugas dan tanggung jawab Pusat pemantau cuaca ini adalah membuat dan menyebarluaskan analisis, prakiraan dan peringatan dini siklon tropis yang terbentuk di wilayah Indonesia bagi pengguna jasa nasional maupun internasional.
Keberadaan TCWC ini , ucap Dwikorita diharapkan dapat memperkaya pengetahuan para prakirawan BMKG dalam bidang analisis, prakiraan, dan peringatan dini siklon tropis. Sehingga pada akhirnya, mampu melakukan analisis intensitas siklon tropis dengan tepat, cepat dan pada dapat menghasilkan produk analisis dan peringatan dini siklon tropis yang akurat.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 29 Maret 2018