Peningkatan mutu pendidikan hanya bisa dilakukan dengan pendekatan menyeluruh dari faktor infrastruktur, ketersediaan dan mutu guru, layanan kesehatan, serta penggunaan anggaran secara tepat guna dan tepat sasaran. Butuh keberanian pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait pemrioritasan pendidikan dasar dan menengah.
“Negara-negara dengan skor PISA di atas rata-rata memiliki keberanian untuk mengutamakan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah dibandingkan pendidikan tinggi,” kata Ekonom Senior Bank Dunia Amer Hasan dalam paparannya yang berjudul “Growing Smarter: Learning and Equitable Development in East Asia and Pacific” di Jakarta, Kamis (15/3).
Hasan memaparkan, alasan negara-negara tersebut fokus kepada pendidikan dasar dan menengah ialah karena pendidikan pada level ini penentu kecakapan berpikir dan karakter seseorang. Apabila pembangunan dikdasmen terpenuhi, secara bertahap, baru negara-negara maju mengembangkan pendidikan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Di Indonesia pada tahun 1970-an berhasil mengambil kebijakan instruksi presiden untuk memperluas akses sekolah. Anggaran negara mayoritas digunakan untuk hal tersebut. Ini hisa menjadi contoh bagi pemerintah pusat dan daerah dalam mengambil kebijakan terkait pengembangan dikdasmen,” tutur Hasan.
Negara yang berkomitmen kuat membangun pendidikan dasar dan menengahnya ialah Vietnam. Mereka bisa mengerem penggunaan anggaran di sektor-sektor lain guna mengucurkan sebagian besar anggaran untuk pendidikan dasar dan menengah. Walhasil, mereka bisa mendapatkan skor PISA 525. Sebaliknya, Indonesia hanya mendapat skor 403.
Kesiapan belajar
Data Bank Dunia menunjukkan, 10 persen siswa kelas II di Indonesia belum bisa membaca. Padahal angka partisipasi kasar sekolah sudah mencapai 97 persen. Dari segi kesejahteraan guru dan absensi mereka di kelas juga sudah meningkat dengan adanya tunjangan profesi guru.
“Artinya, jam pelajaran di sekolah belum memberi nilai tambah berupa pengetahuan kepada siswa,” ujar Hasan. Dalam hal ini, dua faktor yang menentukan adalah kesiapan siswa untuk belajar dan peningkatan mutu guru.
Kesiapan belajar siswa bergantung kepada kondisi lingkungan sekitar, yaitu lingkungan yang aman, bersih, pelayanan kesehatan yang baik, pemenuhan asupan gizi, dan keterlibatan orangtua dalam mendidik anak. Faktor keamanan dan kebersihan lingkungan serta layanan kesehatan berhubungan erat dengan pembangunan infrastruktur dan ketersediaan sumber daya manusia. Dari sisi mutu guru, dibutuhkan komitmen penyeleksian calon guru secara ketat. Selain itu, harus ada evaluasi dan pelatihan guru secara berkala yang bisa diakses oleh semua guru.
Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto yang turut hadir di acara itu mengatakan, dibutuhkan keaktifan pemerintah daerah untuk mengampanyekan peningkatan mutu pendidikan di wilayah masing-masing. Apabila hanya mengandalkan program Kartu Indonesia Pintar dari pemerintah pusat tidak akan efektif.
Salah satu contoh daerah yang memiliki kebijakan dan komitmen dalam mengembangkan pendidikan dasar dan menengahnya ialah Kabupaten Gorontalo. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo Liliana Rahman menjabarkan di masyarakat terdapat tim penasehat pendidikan, pers untuk pendidikan, dan paguyuban kelas untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.
“Guru-guru yang menerima tunjangan sertifikasi wajib menyisihkan 10 persen dari tunjangan tersebut untuk peningkatan kompetensi,” katanya. Pelatihan utama dilakukan melalui sistem Musyawarah Guru Mata Pelajaran dan Kelompok Kerja Guru yang sudah tersedia.
Kondisi di daerah
Kepala Sekolah SMP/SMA Terintegrasi Wasur, Kabupaten Merauke, Papua, Sergius Womsiwor mengatakan pendidikan dasar dan menengah masih sulit diakses bagi masyarakat Papua, terutama yang di pedalaman. Karena itu, agar semangat belajar ada, mereka perlu dijangkau dengan program yang fleksibel.
Sergius mengatakan aturan pendidikan perlu fleksibel dengan kondisi masyarakat atau daerah agar tujuan pendidikan untuk membuat anak-anak menikmati kesempatan belajar tercapai. Bagi siswa yang belum bisa membaca, menulis, dan menghitung, perlu disiapkan dulu dengan pendidikan pola nonformal, jika sudah siap dimasukkan dalam pendidikan formal.
Saat ini, akses pendidikan terintegrasi juga dikembangkan untuk anak-anak Suku Korowai di Kabupaten Boven Digoel, Papua. Mereka tidak dapat kesempatan pendidikan dasar dan menengh yang baik karena tidak disediakan guru yang berkualitas dan berdedikasi serta sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Padahal dana pendidikan di daerah, kata Sergius, lewat dana otonomi khusus yang salah satunya dipakai guna meningkatkan mutu pendidikan, sebenarnya memadai, namun tidak digunakan optimal dan tepat sasaran untuk meningkatkan hal mendasar bagi layanan pendidikan berkualitas.
Secara terpisah, Wakil Kepala SMKN 1 Kuripan, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Suryadi mengatakan tantangan meningkatkan mutu pendidikan salah satunya ada dukungan anggaran yang memadai. Dalam bidang vokasi, khususnya di bidang pertanian yang dibutuhkan bangsa, harus ada keberpihakan untuk meningkatkan mutu pendidikan pertanian sehingga menarik minat anak muda. Pemberian beasiswa khusus bagi siswa pertanian supaya jumlahnya lebih banyak lagi perlu dilanjutkan.
“Sekolah yang bergantung dari dana operasional BOS belum memadai untuk meningkatkan mutu. Belum lagi soal guru honorer yang harus direkrut sekolah, namun kesejahteraan minim dan kesempatan pelatihan yang terbatas. Komitmen pada pendidikan seharusnya total agar dirasakan dampaknya untuk mengubah kehidupan masyarakat, ” kata Suryadi. (DNE/ELN)–LARASWATI ARIADNE ANWAR / ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 16 Maret 2018