Semua luka di rongga mulut tidak bisa diasumsikan sebagai penyakit sariawan. Penyakit sariawan memiliki tanda tertentu sehingga penting untuk dikenali agar tidak salah dalam memberikan obat.
Ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia Rahmi Amtha mengatakan, pemahaman masyarakat terhadap luka di rongga mulut masih kurang. Luka di rongga mulut hanya dilihat sebatas penyakit sariawan. Implikasinya, pengobatan pun digeneralisir memakai obat penyembuh sariawan.
“Padahal, banyak luka dalam mulut yang memiliki riwayat dan penting untuk dipertanyakan karena tidak semua disebut sariawan. Karena itu butuh pemeriksaan penunjang ke dokter. Kesalahan obat malah memperluas bidang luka.” ujar Rahmi dalam acara bertajuk “Edukasi Infeksi Rongga Mulut dan Rekomendasi Pengobatan”, di Restoran Bunga Rampai, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (9/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
NIKOLAUS HARBOWO–Ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia Rahmi Amtha dan Pendidik dan pelatih Mundipharma, salah satu penyedia produk Povidone-Iodine (PVP-I), Merry Sulastri dalam acara bertajuk “Edukasi Infeksi Rongga Mulut dan Rekomendasi Pengobatan”, di Restoran Bunga Rampai, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (9/3).
Sariawan memiliki tanda berbentuk kawah atau cekungan, bulat atau oval, pinggirannya berwarna merah yang menunjukkan adanya peradangan, dasar lukanya berwarna putih kekungingan, dan sakit. “Sariawan yang klasik itu muncul tiba-tiba tanpa demam. Ketika ada luka dan disertai demam, itu kemungkinan ada kelainan darah atau penyakit dalam seperti leukimia,” kata Rahmi.
Dari situlah, lanjut Rahmi, pengobatan bisa diberikan sesuai dengan lukanya. Pada dasarnya, kebersihan mulut menjadi kunci keberhasilan pengobatan sariawan. Masalahnya, masyarakat di Indonesia belum memprioritaskan kebersihan mulut. Persentase masyarakat yang melakukan sikat gigi dengan benar hanya 27,8 persen.
“Jeleknya, kebersihan mulut tidak dianggap nomor satu pemicu terjadinya sariawan. Padahal, penyembuhan sariawan sangat tergantung dari status dan derajat kebersihan mulut,” ucapnya.
Penyembuhan sariawan membutuhkan waktu 2-4 minggu. Namun, apabila sariawan tidak sembuh dalam jangka waktu tersebut, maka ada indikasi penyakit dalam. “Kawah yang tidak sembuh-sembuh dan bergeser jadi penyakit yang tidak bisa dikontrol, itu bisa bahaya. Sel yang tidak bisa dikontrol itu ciri khas kanker mulut,” kata Rahmi.
Harus Teruji
Pendidik dan pelatih Mundipharma, salah satu penyedia produk Povidone-Iodine (PVP-I), Merry Sulastri, mengatakan, masyarakat perlu memastikan obat-obat sariawan yang beredar sesuai dengan rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, obat tersebut harus teruji secara in-vitro (laboratorium), in-vivo (uji terhadap hewan), dan uji klinis (uji terhadap manusia).
“Jadi kalau ada obat yang tidak dibekali dengan bukti-bukti penelitian itu, kami tidak bisa katakan itu aman dikonsumsi bagi masyarakat,” kata Merry. Untuk obat sariawan, BPOM mengeluarkan rekomendasi PVP-I hanya sebesar 1 persen. PVP-I termasuk dalam kategori antiseptik dengan spektrum luas yang mampu mengendalikan penyebaran infeksi.
“Kami menganjurkan penggunaan seperlunya, berkumur jika dibutuhkan. Artinya apabila kalau kita sudah mulai sariawan, baru mulai berkumur. Kalau sakit berlanjut sampai lebih dari empat minggu harus ke dokter,” ujarnya.(DD18)
Sumber: Kompas, 10 Maret 2018