Era disrupsi yang menciptakan perekonomian digital menjadi peluang bagi generasi milenial untuk bisa mengelola bisnis secara kreatif, terutama di daerah. Apalagi, kondisi perekonomian Indonesia diyakini terus membaik.
“Indonesia membutuhkan generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan yang dapat mengelola dan menggerakkan pembangunan ke desa-desa agar manfaat ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat luas,” kata Komisaris Independen Bank Central Asia Cyrillus Harinowo dalam seminar “Menghadapi Tantangan dan Peluang Baru dalam Disrupsi di Era Ekonomi Digital” yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gentiaras, Bandar Lampung, Kamis (1/3).
Saat ini, lanjut Cyrillus, sebagian besar keuntungan bisnis berbasis digital masih dinikmati oleh industri besar. Untuk itu, generasi milinial diminta untuk mengelola peluang secara kreatif dalam mengembangkan bisnis baru berbasis digital. Ia memberi contoh pengembangan industri pariwisata di perdesaan yang dilakukan di Kabupaten Banyuwangi. Pariwisata di daerah membuka kesempatan untuk memasarkan jasa traveling, souvenir, dan industri kreatif lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Cyrillus mengatakan, perekonomian Indonesia diprediksi akan terus membaik. Sebagai indikator, pada tahun 2017, produk domestik bruto (PDB) Indonesia telah mencapai nilai Rp 1 trilun dollar AS. Pencapaian itu membuat posisi Indonesia berada di antara 16 negara di dunia yang memiliki PDB di atas Rp 1 triliun dollar AS. Saat ini, Indonesia juga menjadi negara terbesar kelima penyumbang pertumbuhan ekonomi dunia.
Tahun ini, pertumbuhan ekonomi di Tanah Air diprediksi mencapai 5,3 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi tumbuh 3,9 persen.
Kondisi perekonomian yang membaik itu, kata Cyrillus, perlu diimbangi dengan kesiapan sumber daya manusia, khususnya generasi milenial dalam menghadapi perubahan di era ekonomi digital.
Pembicara lainnya yakni Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Sri Hasnawati mengatakan generasi milenial tidak perlu takut menghadapi persaingan kerja dan bisnis di era digital. Meskipun banyak pekerjaan yang telah tergantikan oleh mesin, kreativitas manusia tetap dibutuhkan.
Komisaris Independen Bank Central Asia Cyrillus Harinowo dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Sri Hasnawati menjadi pembicara dalam acara seminar nasional bertajuk “Menghadapi Tantangan dan Peluang Baru dalam Disrupsi di Era Ekonomi Digital”, Kamis (1/3), di Bandar Lampung. Acara yang digelar oleh Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gentiaras itu digagas untuk menjawab keresahan masyarakat menghadapi disrupsi di tengah era ekonomi digital.–Kompas/Vina Oktavia (VIO)–01-03-2018
Kaum muda diminta tidak hanya membekali diri dengan pengetahuan, tapi juga keterampilan dan kreativitas untuk menciptakan inovasi. Yang tak kalah penting, kaum milenial juga diminta tetap menjaga etika dan kejujuran.
Di era ekonomi digital saat ini, lanjut Sri, konsumen membutuhkan produk yang berkualitas, mudah didapat, dan murah. Kaum muda perlu menangkap hal itu sebagai peluang untuk mengembangkan bisnis. Menurut dia, masih banyak jenis usaha bermodal murah yang dapat dikembangkan.
Apalagi, generasi milenial dianggap memiliki sifat kolaboratif yang lebih tinggi dibanding pendahulunya. Hal itu membuat mereka lebih menyadari sejumlah pekerjaan tak bisa ditangani sendiri, sehingga harus melibatkan pihak lain. Cara seperti itu diakui memberikan keuntungan karena lebih efisien dan dapat menekan biaya.
Di sektor pendidikan, perguruan tinggi juga dituntut untuk menyesuaikan program studi dan kurikulum dengan era digital. Dengan begitu, lulusan yang dihasilkan diharapkan lebih kompeten dan siap menghadapi berbagai perubahan.
Ketua STIE Gentiaras Lydia Sumiyati menuturkan, acara itu digagas untuk menjawab keresahan masyarakat menghadapi disrupsi di tengah era ekonomi digital. Dia berharap, informasi yang diterima membuat peserta lebih siap mengahadapi tantangan di masa depan.(VIO)–VINA OKTAVIA
Sumber: Kompas, 2 Maret 2018