Penggalian ilmu tidak pernah disalahkan hingga negeri seberang. Kita perlu terbuka terhadap semua pendidikan untuk semakin memperluas ilmu hingga tingkat global. Namun, sebagai anak bangsa, kita harus kembali dan menerapkan ilmu itu ke negeri asal sehingga berguna bagi bangsa dan negara.
Seorang siswi SMA Santa Laurensia di Tangerang Selatan, Inge Indraman (16), hampir 15 menit duduk mendengarkan informasi terkait pendidikan di Full Sail University, Ohio, Amerika Serikat. Saat ini, Inge menginjak kelas II SMA, yang tahun depan dia sudah harus memikirkan melanjutkan kuliah yang tepat bagi dirinya.
NIKOLAUS HARBOWO–Represetatif dari Full Sail University, Ohio, Amerika Serikat, memberikan penjelasan kepada pengunjung stan dalam pameran pendidikan tinggi AS ”Education USA Southeast Asia Fair 2018” di Fairmont Hotel, Jakarta, pada Sabtu (24/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Saya sangat tertarik di bidang engineering, terutama computer science. Sebab, sekarang benar-benar berkembang terutama di artificial intelligence dan itu belum dialami secara menyeluruh di Indonesia. Saya mau masuk bidang itu dan berkontribusi untuk Indonesia,” tutur Inge saat ditemui Kompas dalam pameran pendidikan tinggi AS ”Education USA Southeast Asia Fair 2018” di Fairmont Hotel, Jakarta, Sabtu (24/2). Dalam pameran tersebut terdapat 38 universitas dan sekolah tinggi di AS.
Inge tertarik pada pendidikan di AS karena ia melihat AS begitu berkembang dalam bidang teknologi. Ia berharap dapat memperoleh ilmu yang bersifat global di ”Negeri Paman Sam” tersebut.
”AS adalah salah satu negara dengan potensi yang besar, negara superpower, secara pendidikan dan aplikasi teknologi. Saya yakin bisa punya kesempatan yang besar setelah dari sana,” ucap Inge dengan yakin.
Regine (17), siswi Uniprep Junior College di Kelapa Gading, juga punya keyakinan yang sama bahwa studi ke AS akan membuka cakrawala ilmunya semakin luas. Regine berencana mengambil jurusan film yang ia rasa tidak bisa didapatkan secara maksimal jika bersekolah hanya di Indonesia.
”Saya mau ambil sekolah film di tempat asalnya film langsung di AS agar bisa ciptakan film sekelas Hollywood di Indonesia,” ujar Regine.
Persiapan matang
Kandidat yang ingin bersekolah di AS harus bersaing untuk mendapatkan universitas dan sekolah tinggi terbaik di sana. Hal itu tidak mudah karena selain proses administrasi dan butuh biaya besar—sekitar 24.000 dollar AS hingga 70.000 dollar AS per tahun—mereka juga harus mampu menuliskan esai yang menarik tentang dirinya.
Direktur Penerimaan Mahasiswa Internasional dari Sacred Heart University Keith F Gallinelli menuturkan, setiap tahun, kampusnya menerima hampir sekitar 10.000 esai dari para kandidat. Sementara kampusnya hanya memiliki 10 orang untuk membaca semua esai tersebut.
”Bayangkan, satu orang harus membaca 1.000 esai. Kalau kamu tidak bisa menawarkan hal yang menarik di esai kamu di kalimat awal, itu sudah pasti terlewatkan,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut Ketih, esai yang dikirimkan tidak boleh terlalu panjang, cukup 250-650 kata, sesuai dengan yang diminta setiap universitas atau sekolah tinggi. Dengan esai yang ringkas itu, kandidat harus bisa menunjukkan potensinya sesuai dengan fakultas yang ingin diambil.
”Mereka hanya ingin tahu tentangmu. Fokus untuk menunjukkan kehebatanmu yang membedakan dengan kandidat lain,” kata Keith.
Setelah berhasil lolos, hal yang paling penting adalah persiapan menuju kuliah. Menurut Program Manager Pendidikan Internasional dari College of San Mateo, Danni Redding Lapuz, mahasiswa internasional biasanya mengalami kendala dalam berbahasa Inggris. Belum lagi, mereka harus memiliki kemampuan akademik yang mumpuni sesuai dengan bidang yang dipilih.
Danni mencontohkan, seorang siswa yang ingin mengambil teknik mesin harus memiliki pengetahuan ilmu matematika yang mumpuni. Apabila tidak, dia akan kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Akibatnya, pendidikannya akan mundur dari jadwal. Paling cepat, pendidikan di sekolah tinggi adalah dua tahun.
”Jadi, kalau kemampuan bahasa Inggris dan matematikanya kurang, pasti dia akan lama sekolahnya, bisa menjadi 2,5 tahun atau bahkan 3 tahun,” kata Danni.
Oleh karena itu, Danni menekankan pentingnya persiapan dan pastikan jurusan yang disukai sebelum berangkat sekolah ke luar negeri.
NIKOLAUS HARBOWO–Duta Besar Amerika Serikat Joseph R Donovan serta Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nada Marsudi mengunjungi salah satu stan dalam pameran pendidikan tinggi ”Education USA Southeast Asia Fair 2018” di Fairmont Hotel, Jakarta, Sabtu (24/2).
Harapan kembali
Saat ini, mahasiswa di AS mencapai 9.000 mahasiswa. Mereka tersebar ke sekitar 4.000 universitas dan sekolah tinggi di AS.
Duta Besar Amerika Serikat Joseph R Donovan mengatakan, pihaknya sangat membuka peluang bagi mahasiswa Indonesia untuk bersekolah di AS. Menurut dia, AS bisa menjadi kesempatan yang menarik untuk menyiapkan tenaga kerja dalam skala global.
”AS diakui telah menciptakan lulusan yang inovatif dan berjiwa kewirausahaan. Kami harapkan, ilmu-ilmu itu dapat diserap oleh mahasiswa Indonesia ketika belajar di sana,” lanjut Joseph.
Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nada Marsudi mengatakan, saat ini Indonesia memasuki revolusi industri. Pelajar yang ingin melanjutkan sekolah tinggi atau universitas di AS harus berjiwa kreatif dan inovatif di dunia serba digital ini.
”Menjadi pelajar milenial yang inovatif dan kreatif adalah keharusan. Mereka cerminan masa depan bangsa Indonesia 10 tahun bahkan 20 tahun ke depan, bahkan seterusnya,” ujarnya.
Menurut Nada, AS bisa menjadi ladang ilmu yang tepat untuk bisa belajar terkait ilmu kemaritiman, teknologi informasi dan komunikasi, kecerdasan buatan (artificial intelligence), dan energi. Meski demikian, nantinya, implementasi ilmu tersebut harus tetap memperhatikan keberlangsungan lingkungan.
”Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kaya sumber daya alam, kita harus semakin bijak dalam mengelola teknologi digital,” ujar Nada.
Nada menambahkan, hal yang paling penting dari itu semua adalah pengharapan yang tak pernah putus agar mahasiswa yang menggali ilmu di sana kembali lagi ke Indonesia.
”Kamu bisa sekolah tinggi di sana, di negara mana pun, tetapi ilmu itu harus dapat diimplementasikan untuk negeri kita. Bawa dan tebarkanlah ilmu itu kembali ke sini untuk membangun Indonesia,” ujarnya. (DD18)
Sumber: Kompas, 26 Februari 2018