Perubahan pola penyakit di Indonesia menyebar luas. Jika sebelumnya penyakit-penyakit degeneratif dan katastropik atau berbiaya mahal dan mengancam jiwa umum ditemui warga perkotaan, kini penyakit sejenis banyak dialami masyarakat perdesaan. Tanpa pencegahan menyeluruh, penyakit katastropik itu akan membebani pembangunan ekonomi.
Pengobatan penyakit jantung, stroke, diabetes, penyakit paru obstruktif kronik dan kanker kian membebani Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sejak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diluncurkan pada 2014 dan kini bernama JKN-Kartu Indonesia Sehat, lebih dari 20 persen biaya layanan JKN bagi delapan penyakit katastropik.
”Penyakit jantung mengambil porsi pembiayaan terbanyak, yakni 53 persen,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat, Rabu (3/1), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beban biaya layanan JKN untuk penyakit katastropik itu terkumpul di kota-kota besar yang memiliki fasilitas kesehatan rujukan dengan peralatan dan tenaga memadai. Namun, penderita berbagai penyakit akibat gaya hidup itu tersebar merata hingga ke kabupaten-kabupaten kecil.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke tertinggi di Jawa Timur ada di Kabupaten Situbondo sebesar 66,6 per mil (per seribu). Adapun prevalensi kanker tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta ada di Kabupaten Sleman, 6,1 per mil.
Untuk penyakit jantung di Jawa Barat, prevalensi tertinggi ada di Kabupaten Bandung sebesar 3,8 persen. Adapun prevalensi penyakit paru obstruktif kronik tertinggi di Jawa Tengah ada di Kabupaten Magelang, yakni 6,7 persen.
Kondisi di luar Jawa pun setali tiga uang. Kerentanan berbagai penyakit akibat degeneratif yang butuh biaya pengobatan besar dan menahun itu tersebar hingga ke daerah pelosok. Karena itu, butuh langkah serius mencegah penyakit itu sejak dini, tak hanya menambah fasilitas pelayanan kesehatan bersifat kuratif.
1.000 hari pertama
Penyakit katastropik, termasuk jantung, ginjal, dan stroke, harus dicegah mulai dari 1.000 hari pertama usia kehidupan anak. Selain itu, pencegahan yang efektif harus mulai digalakkan sejak anak usia remaja, terutama pada remaja putri.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Endang Laksminingsih Achadi mengatakan, 1.000 hari pertama kehidupan jadi dasar penentu kondisi seseorang di masa depan. ”Jika di awal kehidupan organ tubuh tak berkembang optimal, di usia dewasa akan lebih rentan terhadap berbagai penyakit,” ujarnya, di Depok, Rabu.
Seribu hari pertama usia kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan seorang anak. Seorang ibu pada 1.000 hari pertama kehidupan anaknya harus memperhatikan gizi, pola hidup, dan aktivitasnya. Upaya pencegahan penyakit katastropik kian efektif jika dilakukan mulai dari remaja putri.
Upaya promotif dan preventif, menurut Endang, harus lebih spesifik ditujukan pada remaja putri, calon pengantin, dan ibu hamil. Itu bisa dilakukan melalui pemberian tablet tambah darah dan penerapan gizi seimbang.
Upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah dinilai kurang efektif. Pencegahan justru menerapkan pola hidup seimbang di usia dewasa. ”Itu kurang tepat karena penerapan pola hidup sehat mulai usia dewasa itu terlambat. Seharusnya mulai usia remaja dan ibu hamil,” ujarnya.
Agar pencegahan ini maksimal, layanan kesehatan di masyarakat harus lebih digerakkan dengan penyuluhan dan penanganan di unit kesehatan sekolah, imunisasi, dan pemberian tambahan gizi di puskesmas.
Sejauh ini, kegiatan di puskesmas lebih mengutamakan pengobatan. Menurut Yunita Favourita, dokter umum di Puskesmas Tugu, Depok, kegiatan kuratif lebih diutamakan di puskesmas itu. ”Dilihat kejadiannya, masyarakat lebih butuh tindakan kuratif saat ini,” ujarnya.
Untuk jenis penyakit katastropik yang ditemukan tahun 2017 di Puskesmas Tugu, ditemukan kurang dari 5 persen dari semua jenis penyakit. Dari jenis penyakit katastropik, paling banyak ialah diabetes dan hipertensi. Beberapa jenis penyakit katastropik ditangani mandiri oleh puskesmas, terutama jenis ringan, seperti diabetes tipe ringan.(MZW/DD04/DD10)
Sumber: Kompas, 4 Januari 2018