Pendidikan mengenai kesehatan reproduksi bagi remaja harus digalakkan. Hal ini untuk menekan perilaku seksual berisiko pada remaja dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Wakil Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Atashendartini Habsjah mengatakan, program pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja, usia 10-24 tahun, masih minim. Padahal, di rentang usia ini dorongan seksual yang dimiliki sudah berkembang sehingga perlu diarahkan.
Program pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja, usia 10-24 tahun, masih minim. Padahal, di rentang usia ini dorongan seksual yang dimiliki sudah berkembang sehingga perlu diarahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Pendidikan kesehatan reproduksi tidak hanya menyoal kondisi dan hubungan fisik saja, tetapi termasuk relasi dan emosi antarindividu. Untuk itu, saat dorongan seksual muncul, harus ada kontrol,” ujarnya di sela-sela peringatan hari ulang tahun ke-60 PKBI di Jakarta, Jumat (22/12).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2013, sebanyak 2,1 persen perempuan umur 15-49 tahun dan 3,1 persen laki-laki berumur 15-54 tahun melakukan hubungan seksual sebelum berumur 15 tahun. Kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi secara tidak langsung juga dapat dilihat dari besarnya pengetahuan mengenai AIDS.
DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS–Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sarsanto W Sarwono (ketiga dari kanan) didampingi Wakil Ketua Umum PKBI Atashendartini Habsjah (keempat dari kiri) beserta jajaran direksi melakukan potong tumpeng untuk memperingati HUT ke-60 PKBI di Jakarta, Jumat (22/12).
Dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, hanya 11,4 persen perempuan umur 15-24 tahun dan 10,3 persen laki-laki berusia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang AIDS.
Komprehensif
Menurut Atash, pendidikan seksual secara komprehensif perlu diberikan pada usia remaja untuk menekan hubungan intim sebelum menikah. ”Kalaupun memang aktif secara seksual, ia tetap mendapatkan layanan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Pendidikan seksual secara komprehensif perlu diberikan pada usia remaja untuk menekan hubungan intim sebelum menikah.
Ketua Umum PKBI Sarsanto W Sarwono menambahkan, tidak dimungkiri bahwa aktivitas seksual pada remaja saat ini meningkat. Untuk itu, pendidikan kesehatan seksual juga harus lebih digalakkan.
Ia menyebutkan, kurangnya sosialisasi pendidikan reproduksi ini akan berdampak pada masa depan anak. ”Jangan sampai bonus demografi Indonesia tahun 2030 justru menjadi bencana demografi,” lanjutnya.
Selain itu, ujar Sarsanto, pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja bertujuan untuk menciptakan keluarga yang bertanggung jawab dan mengurangi angka kematian pada ibu. Kondisi perempuan remaja lebih berisiko saat melahirkan di usia dini.
Pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja bertujuan untuk menciptakan keluarga yang bertanggung jawab dan mengurangi angka kematian pada ibu.
Atash menambahkan, pendidikan kesehatan reproduksi termasuk edukasi mengenai alat reproduksi, dampak perilaku berisiko yang dilakukan, dan cara menjaga alat reproduksi itu sendiri.
Menurut Atash, pendidikan seperti ini masih minim ditemui di tingkat sekolah. Peran pemerintah dinilai masih kurang optimal. ”Masyarakat justru salah paham dengan pemikiran, jika diberikan pengetahuan, mereka justru ingin melakukan. Padahal, secara alamiah dorongan seksual akan muncul dan ini yang harus diluruskan,” katanya. (DD04)
Sumber: Kompas, 23 Desember 2017