Menkes Optimistis Sebagian Target MDGs Tercapai
Kampanye kondom sebagai upaya pengendalian HIV masih kontroversial. Namun, ada titik temu. Sejumlah anggota Komisi IX DPR setuju kampanye kondom dilakukan secara terbatas di kelompok berisiko tinggi alias rentan.
Hal itu mengemuka dalam rapat kerja Menteri Kesehatan (Menkes) dengan Komisi IX DPR, Senin (25/6). Wakil Ketua Komisi IX Nova Riyanti Yusuf mengatakan, kondom tidak dikampanyekan secara umum karena ada standar ganda moralitas. ”Kampanye dan pembagian kondom sebaiknya sebatas dibagikan kepada kelompok berisiko tinggi, seperti lokasi pekerja seks dan warga miskin,” kata dia.
Untuk menghindarkan remaja dari ancaman HIV, hal terpenting adalah edukasi dan perilaku sehat. ”Kampanye kondom tidak di tempat umum, dan penjualan kondom juga tidak untuk anak di bawah umur,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Endang Agustini dari Fraksi Golongan Karya mengatakan, kondom dapat dilihat dari aspek kesehatan oleh praktisi kesehatan dan aspek moral oleh masyarakat. Dari sisi kesehatan, jika HIV/AIDS tidak ditangani, akan menjadi beban bagi perempuan dan anak yang tertular. Yang penting, mengomunikasikan kondom harus hati-hati. Kalau tidak tepat bisa kontraproduktif.
Kampanye kondom secara terbuka, apalagi disertai pembagian kondom, ditentang sebagian anggota DPR. Hal itu dikhawatirkan mendorong orang melakukan seks bebas.
Menkes Nafsiah Mboi mengatakan, Kementerian Kesehatan tidak pernah berencana membagikan kondom kepada generasi muda meski banyak seks berisiko di kalangan orang muda.
Penggunaan kondom pada seks berisiko di Indonesia masih rendah, 32 persen pada tahun 2010. Sejauh ini, kampanye kondom terkait pengendalian HIV hanya di kelompok berisiko tinggi, antara lain pekerja seks, lelaki seks dengan lelaki, dan waria.
Nafsiah menambahkan, kampanye penggunaan kondom saat seks berisiko merupakan bagian dari program penanggulangan HIV/AIDS. ”Penanggulangan dengan pendekatan total football atau menyeluruh,” ujarnya.
Program pengendalian itu antara lain promosi kesehatan dan pemberdayaan serta peningkatan pelayanan pencegahan penularan HIV melalui narkoba suntik dan ibu ke bayi. Upaya lain, pengobatan dan rehabilitasi melalui sistem kesehatan, di antaranya memberikan obat antiretroviral di 322 rumah sakit rujukan.
Pencapaian MDGs
Nafsiah mengatakan, pengendalian infeksi HIV termasuk target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang sulit tercapai dan membutuhkan perhatian khusus, sama halnya dengan penurunan angka kematian ibu.
Adapun target seperti penurunan prevalensi anak balita ber- gizi kurang dan angka kematian anak balita optimis tercapai tahun 2015. Dia mengakui, sekalipun secara nasional target tercapai, masih ada disparitas pencapaian di tingkat daerah. Sejauh ini, target yang sudah tercapai adalah penurunan prevalensi tuberkulosis. (INE)
Sumber: Kompas, 26 Juni 2012