Agan Harahap: “Masih Ada Saja yang Percaya”
Situasi politik dan sosial kerap menjadi kegelisahan orang Indonesia. Namun, kegelisahan itu bisa diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan kreativitas yang menerobos batas-batas kebiasaan. Hal tersebut dilakukan pembuat seni manipulasi citra foto digital, Agan Harahap, dan pengusaha ojek daring penyandang disabilitas, Triyono.
Keduanya hadir pada acara ”Allianz Inspiring Talks 2017”, Kamis (30/11) di Soehanna Hall, SCBD, Jakarta Selatan. Mereka berbagi inspirasi kepada penonton yang hadir. Selain Agan dan Tri, hadir juga penyanyi musikalisasi puisi, Reda Gaudiamo.
Agan adalah pembuat seni manipulasi citra foto secara digital. Kreativitasnya memanipulasi foto sudah ada sejak 2008. Namun, belakangan ini, kegelisahannya dalam dunia politik mampu diintepretasikan menjadi sebuah foto yang menyentil banyak orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Awalnya pas ada penjual kaus band. Band Kreator dari Jerman itu berlogo palu arit. Penjual itu ditangkap karena diduga mendukung kebangkitan PKI (Partai Komunis Indonesia). Padahal, apa hubungan antara menjual kaus band dan isu kebangkitan,” ucap Agan seusai acara.
Merespons hal itu, Agan pun memanipulasi foto dengan ikan louhan yang bercorak palu arit. Lalu, ia mengatakan di medsos, ikan tersebut ditangkap aparat karena bercorak PKI. Candaan itu ditangkap serius oleh warganet. Bahkan, beberapa media daring memuat berita ikan tersebut.
Agan yang melihat itu semakin terusik. ”Bagaimana sebuah media dan pengguna internet bisa memercayai berita yang sebenarnya hanya candaan itu. Itu kan aneh,” katanya.
KELVIN HIANUSA UNTUK KOMPAS–Sesi tanya jawab AIT 2017
Kegelisahan Agan bertambah. Ia melihat medsos semakin kacau. Banyak orang yang ingin tampil heroik dengan menampilkan informasi yang terbaru tanpa memverifikasi dahulu.
Mulai dari sana, Agan bertujuan memanipulasi foto yang sensasional untuk seolah membohongi warganet. Lewat itu, ia mulai mendidik warganet agar cerdas dalam menerima sebuah informasi. ”Kalau foto saya disebar, dan informasinya salah, kan dia nanti yang malu. Jadi mulai menyadarkannya dari sana,” katanya.
Salah satu karya paling sensasional milik Agan adalah foto Basuki Tjahaja Purnama yang sedang bersalaman dengan Rizieq Shihab. Karya yang dibuat karena kegerahan akan pertarungan kedua pendukung di medsos ini mampu membuat kegaduhan.
Warganet yang mampu menangkap sindiran ini hanya tertawa. Namun, banyak juga yang percaya dan terus-terusan mengklarifikasi foto itu adalah sebuah kebohongan. ”Itu memang palsu, tetapi masih ada yang memercayai itu sebuah hal serius,” ucap Agan.
Agan menilai banyak warganet yang pengetahuannya masih rendah. Konten di dunia maya seharusnya mampu ditangkap secara realistis.
”Waktu Ahok tertangkap, saya buat foto Ahok dicium Miley Cyrus dan Megan Fox. Foto itu juga banyak yang percaya. Ada yang rela menyerahkan kupingnya kalau ini hanya kebohongan. Padahal, memang hanya kebohongan. Kan tidak nyata, Ahok bertemu dengan kedua artis Hollywood itu dan dicium,” ujar Agan.
Untuk itu, Agan hingga kini tetap mendidik lewat candaan yang menyindir itu. Dari sana, ia berharap masyarakat tidak terjebak pada era digital yang akan semakin banyak tipuan di masa depan.
Ojek difabel
Penyandang disabilitas, Triyono, mengubah kegelisahannya menjadi bisnis. Ia menjadi pengusaha ojek daring di Yogyakarta bernama DIFA City Tour Ojek Online. Uniknya, jasa ojek ini dikendarai kaum difabel dan juga bisa mengantar penumpang yang berkursi roda.
Triyono mengatakan, ide ini berasal dari kegelisahannya akan akses transportasi pada difabel yang minim dari pemerintah. ”Seperti masalah transportasi dari pemerintah yang setengah hati. Trotoar untuk difabel memang dibuat. Namun, sangat sulit menggunakannya. Jadi, dibuat hanya untuk ada saja,” katanya.
Padahal, Tri menilai salah satu yang paling penting untuk difabel adalah akses transportasi. Melalui itu, penyandang disabilitas mampu bepergian dengan mudah dan menghasilkan uang.
Adapun Triyono juga melihat belum ada pekerjaan yang bisa menerima difabel secara utuh. Pemerintah kebanyakan menyediakan kursus menjahit dan memijat. Semuanya tergeneralisasi ke dalam pekerjaan itu. Padahal, seharusnya tidak ada diskriminasi pada pekerjaan apa pun.
Hal itu pun memaksa Triyono berwirausaha. ”Saat kuliah, saya tidak mau jadi karyawan. Pasti tidak akan ada yang mau menerima. Saya hanya mau berwirausaha,” ucap Triyono.
Triyono yang bermodal sarjana ini pun akhirnya membuat usaha ojek setelah melihat seseorang difabel yang sedang mengambil wudhu. ”Seluruh tubuh orang itu basah saat mengambil air wudhu. Mulai saat itu, saya mulai berpikir menggunakan kemampuan sarjana untuk membantu sesama difabel,” tuturnya.
Melalui kreativitasnya, ia pun membuat ojek daring khusus difabel untuk mewujudkan kesetaraan pada penyandang disabilitas. Sampai saat ini, sudah 18 ojek yang terdaftar. Triyono berharap bisa mengembangkan bisnisnya keluar Yogyakarta, untuk membantu difabel di seluruh Indonesia. (DD06)
Sumber: Kompas, 1 Desember 2017