Sekitar 70 Persen Genetika Manusia Indonesia Telah Terpetakan
Kepulauan Aru, Maluku, menyimpan tinggalan arkeologi berusia puluhan ribu tahun. Wilayah ini diduga menjadi pelintasan manusia menuju Papua dan Australia yang hingga 8.000 tahun lalu masih menjadi satu daratan besar.
Untuk mengetahui proses migrasi dan pembauran manusia di Aru, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset dan Teknologi, melakukan penelitian dan pengambilan genetik orang Aru. ”Pengambilan sampel genetik di Aru sangat penting untuk melengkapi peta genetika manusia Indonesia,” kata Deputi Direktur Eijkman Herawati Sudoyo Supolo di ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru, Dobo, Jumat (1/12).
Selama 16 tahun terakhir, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah memetakan sekitar 70 persen genetika manusia Indonesia. Tak hanya dimaksudkan mengetahui asal-usul, peta genetika ini juga untuk mengetahui kerentanan dan daya tahan masyarakat di Indonesia terhadap penyakit tertentu sesuai dengan tipe genetiknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam penelitian sebelumnya ditemukan, masyarakat Papua memiliki daya tahan terhadap malaria lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat di bagian barat Indonesia. Hal itu karena tingginya mutasi pada membran sel darah merah mereka menjadi ovalositosis (berbentuk oval), sementara normalnya cekung di dua sisi. Mutasi itu menyebabkan kekakuan membran sel darah merah sehingga parasit malaria tak bisa menginvasinya.
KOMPAS/AHMAD ARIF–Warga Kampung Tradisional Takpala, Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, menyambut kedatangan tamu, beberapa waktu lalu. Secara genetis, orang Takpala memiliki struktur genetika 90 persen Papua dan sisanya Austronesia. Jejak genetika ini juga dikisahkan dalam mitologi tentang asal-usul mereka.
Parasit malaria tak bisa hidup di sel darah merah berbentuk oval. Begitu terjadi invasi parasit malaria, sel ini akan pecah. Ini bentuk proteksi diri terhadap malaria, tetapi dampaknya orang tersebut mengalami anemia (penyakit kurang darah).
Kelainan ovalositosis ini hanya terjadi di Asia Tenggara, terutama di kawasan endemik tinggi malaria. Ovalositosis di masyarakat yang memiliki komposisi gen Papua tinggi biasanya juga tinggi. Misalnya, masyarakat Alor, Nusa Tenggara Timur, berkisar 8-13,4 persen populasi dan di Sentani, Papua, 7,6-27,2 persen. Di Jawa, hanya 1,4 persen populasi yang memiliki mutasi itu.
Tertua di Maluku
Selama beberapa tahun terakhir, menurut Herawati, penelitian difokuskan di Zona Wallacea dan Papua. Di Kepulauan Aru yang berada di Zona Wallacea ini penting untuk melihat pembauran genetika Papua dengan Austronesia serta pengaruhnya pada aspek budaya dan juga daya tahan terhadap penyakit genetis.
Secara mikro, riset di Kepulauan Aru itu diharapkan memberikan petunjuk tentang asal-usul dan migrasi masyarakat di sana. Posisi Aru yang strategis sebagai jalur pelintasan migrasi purba ketika Paparan Sahul, meliputi Australia dan Papua, masih menjadi satu. Aru juga menjadi bagian dari daratan besar ini.
Menyatunya Aru dengan Paparan Sahul ini telah dibuktikan oleh ahli botani Inggris, Wallace, sejak 1869 dengan adanya kesamaan fauna di kepulauan ini dengan Australia dan Papua. Aru terpisah dengan Papua dan Australia ketika terjadi kenaikan muka air laut hingga 150 meter pada 8.000-9.000 tahun lalu.
Sekalipun demikian, menurut arkeolog Balai Arkeologi Ambon, Marlon Ririmase, selama ini penelitian tentang arkeologi Aru masih sangat terbatas. ”Informasi tentang Aru masih sangat terbatas,” katanya.
Oleh karena itu, Marlon berharap kajian genetika di Aru ini bisa melengkapi data arkeologis dalam merekonstruksi penghunian di Kepulauan Aru. Penelitian oleh Sue O’Connor dari Australian National University tahun 2005 menemukan fosil manusia di lapisan berumur sekitar 23.000 tahun lalu di Goa Lemdubu, Aru Tengah. Ini merupakan fosil tertua yang pernah ditemukan di Maluku.
Sebagaimana diketahui, penghunian di Papua dan Australia terjadi sejak sekitar 50.000 tahun lalu, merupakan penghunian awal para migran dari Afrika. Kemungkinan besar Aru juga sudah dihuni pada periode ini.(AIK)
Sumber: Kompas, 2 Desember 2017
————————–
Genetika Orang Aru Mulai Dipetakan
Peneliti Eijkman, Kemristek dan Dikti, telah mengambil materi genetik masyarakat adat Guanabai dan Fanan di Kepulauan Aru, Maluku. Struktur genetika orang Aru menjadi kunci untuk mengetahui migrasi awal manusia modern dari Afrika menuju Papua dan Aborigin sekitar 50.000 tahun lalu. Aru juga menjadi pintu masuk penutur Austronesia sekitar 5.000 tahun lalu.
Pengambilan materi genetik warga Guanabai dilakukan di Desa Vavakula, Kecamatan Aru Tengah, Sabtu (2/12). Desa ini berada di Pulau Kobror, dua jam dengan perahu dari Dobo, ibu kota Kepulauan Aru. “Materi genetik diambil berupa sampel darah 28 lelaki dewasa di Vavakula, mewakili tujuh marga,” kata Gludhug Ariyo Purnomo, peneliti Eijkman, di Dobo, Senin (4/12).
Sementara materi genetik populasi Fanan diambil di Desa Loran, Kecamatan Aru Tengah. Ada 14 responden yang dipe-riksa. Menurut pembagian bahasanya, ada 12 komunitas masyarakat adat. Karena kondisi medan, pengambilan sampel 10 komunitas lain dilakukan tahun depan.
Deputi Direktur Eijkman, Herawati Sudoyo Supolo, mengatakan, semua sampel ini akan diuji di laboratorium Eijkman di Jakarta. Jadi, DNA mitokondria dianalisis untuk memahami asal-usul jalur perempuan dan kromosom-Y terkait asal-usul jalur pria. Selain itu, DNA autosomal akan diperiksa untukmengetahui jenis dan presen-tasi pembauran. “Untuk analisis mitokondria, kami menganalisis genom agar hasil rinci,” ujarnya.
Analisis DNA autosomal untuk melihat posisi Aru sebagai pintu masuk ke Papua dan Australia. Saat migrasi pertama manusia modern (Homo sapiens) dari Afrika ke Nusantara 50.000 tahun lalu, Kepulauan Aru bergabung dengan Papua dan Australia di satu daratan besar, disebut paparan Sahul. Sumatera, Jawa, dan Kalimantan bergabung dengan daratan Asia-Eropa dan dikenal sebagai paparan Sunda.
KOMPAS/AHMAD ARIF–Pengambilan darah masyarakat adat Fanan di Desa Loran, Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Aru, Minggu (3/12). Hal itu dilakukan sebagai bagian dari penelitian genetika untuk memetakan asal-usul manusia Indonesia.
Di antara daratan besar ini, ada kepulauan yang dikenal sebagai zona Wallacea. Sejumlah peneliti, seperti Sue O’Connor (2015), berhipotesis, setelah bermigrasi lewat darat, manusia menyeberangi zona Wallacea lewat jalur kepulauan di Nusa Tenggara Timur sampai Tanimbar. Jalur lain melalui Sulawesi ke Kepulauan Sula, sampai Maluku. “Kepulauan Aru jadi pintu masuk 2 jalur migrasi,” kata Herawati.
Meski fosil manusia modern ditemukan di Australia berusia 50.000 tahun lalu, bukti fosil manusia di Indonesia lebih muda daripada itu. Jejak penghunian tertua di Indonesia ditemukan melalui bukti lain, seperti lukisan goa di Maros, Sulawesi Selatan, berumur 40.000 tahun lalu.
Pigmen kulit
Dalam riset di Aru, tim Eijkman memeriksa kadar melanin responden. Kadar melanin memengaruhi warna kulit, makin tinggi kadarnya, kian gelap. Kadar melanin dipengaruhi tingkat paparan matahari. Melanin melindungi tubuh dari sinar ultraviolet sehingga warga di garis edar matahari berkulit gelap.
Sejumlah gen memengaruhi kadar melanin. “Kami mengkaji gen-gen berperan di pigmentasi kulit, melihat pencampuran genetik dan kemungkinan penyakit turunan,” kata Herawati.
Menurut Isabella Apriyana, periset Eijkman, data populasi di Aru menunjukkan, pigmentasi di area kulit tak terpapar matahari mempunyai indeks melanin di atas 50. Di area terpapar matahari, indeks melanin 60-80. (AIK)
Sumber: Kompas, 5 Desember 2017