Asupan Gizi Tak Seimbang Picu Penyakit Tidak Menular
Indonesia belum dapat keluar dari masalah gizi buruk. Hal itu karena minimnya pemahaman masyarakat atas kebutuhan gizi minimal setiap hari. Persoalan gizi memberikan dampak multidimensional. Oleh karena itu, pola makan anak sejak usia dini harus diubah.
Direktur Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Eni Gustina pada peluncuran Kampanye Edukasi Isi Piringku, Jumat (24/11), di Jakarta, mengatakan, Indonesia masih menghadapi soal gizi buruk. Itu ditandai dengan lonjakan anak berusia 18 tahun ke atas yang mengalami obesitas atau kegemukan.
Data Laporan Nutrisi Global Tahun 2016 menempatkan Indonesia di dalam lima besar negara dengan masalah kekurangan gizi kronis dengan angka 36,4 persen. Survei pemantauan status gizi 2016 menyebut, angka obesitas pada populasi berusia 18 tahun ke atas 38,5 persen. Jumlah anak pendek atau stunting di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, ada 9 juta anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anggaran jaminan kesehatan nasional terbebani dengan banyak warga terkena penyakit tak menular karena asupan gizi tak seimbang. Perlu perubahan pola makan di keluarga. “Asupan makanan pada anak harus bermutu,” ujarnya.
Terkait hal itu, edukasi pola makan benar melalui Isi Piringku diharapkan mengubah pola makan sejak usia dini. “Pola makan gizi seimbang mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mikronutrisi dari buah dan sayur. Itu kami tanamkan di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD),” ujarnya.
Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes Doddy Irwadi menambahkan, minimnya pemahaman warga tentang kebutuhan gizi dalam setiap piring makanan memicu kurang gizi kronis sehingga banyak anak mengalami stunting. Akar masalah stunting adalah pola asuh sejak dalam kandungan dan pola makan yang tak tepat.
Produktivitas
Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria menambahkan, soal gizi bukan hanya isu kesehatan. Jika masyarakat Indonesia didera gizi buruk, itu menghambat produktivitas. “Kita bisa mulai meningkatkan pemahaman warga tentang gizi. Dari gizi tercukupi, timbul kecerdasan, memacu kekuatan fisik, dan produktivitas,” ujarnya.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sigit Priohutomo, anak stunting memiliki tinggi badan tak ideal dan organ tubuh tak berfungsi optimal.
Kepala Subdirektorat Pendidikan Anak dan Remaja Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nanik Suwaryani mengatakan, selain minim pengetahuan tentang asupan gizi seimbang, sepertiga warga Indonesia tak memberikan sarapan kepada anak. Dengan program Isi Piringku, kemitraan sekolah, keluarga, dan warga dioptimalkan.
Program Isi Piringku menunjukkan asupan anak sehat dari isi piring makannya. Asupan makanan bergizi bagi anak dalam isi piring berupa kombinasi 50 persen buah dan sayur, 50 persen karbohidrat dan protein, dengan pembagian sepertiga lauk dan dua pertiga karbohidrat. (DD10)
Sumber: Kompas, 25 November 2017