Ketakutan Masyarakat Masih Kuat
Tangerang Selatan, KompasPenghiliran hasil riset aplikasi nuklir untuk bidang kesehatan mulai memberi hasil. Meski menghadapi regulasi yang ketat dan pasokan radioisotop terbatas, sejumlah produk radiofarmaka hasil riset dalam negeri sudah beredar di pasaran.
Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung radioisotop untuk diagnosis atau terapi penyakit. Kini ada lima produk radiofarmaka buatan Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan PT Kimia Farma (KF) yang mendapat izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Selain itu, sejumlah radiofarmaka lain dikembangkan dua lembaga itu bersama beberapa universitas. “Kolaborasi itu mewujudkan kemandirian dan hasilkan produk bermutu yang terjangkau,” kata Direktur Utama PT KF Persero (Tbk) Honesti Basyir di Serpong, Tangerang Selatan, Selasa (21/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk menjaga percepatan bisnis, pengembangan produk radiofarmaka baru langsung dilakukan saat produk lama memasuki proses registrasi dan pengurusan izin edar yang panjang. Jadi riset bisa berkelanjutan.
Sementara untuk menjamin pasokan radioisotop yang kini hanya dipasok Reaktor Serbaguna GA Siwabessy Serpong, Batan akan mengembangkan Reaktor Triga Bandung agar bisa menjadi penopang produksi radioisotop di masa depan. “Nanti saat produksi radioisotop di Serpong terganggu, bisa ditopang dari reaktor di Bandung. Demikian sebaliknya,” kata Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto.
Baru
Meski secara global sudah lama diterapkan, kedokteran nuklir bagi masyarakat Indonesia masih hal baru. Ketakutan atas dampak pemanfaatan nuklir untuk senjata membuat banyak orang risau dengan pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai.
Kepala Bidang Teknologi Radiofarmaka Batan Rohadi Awaludin mengatakan, masyarakat tak perlu risau. Keamanan dan keselamatan pasien jadi acuan utama. Karena itu, kampanye pemanfaatan nuklir bagi kesehatan perlu terus dilakukan.
“Radioisotop yang dimasukkan dalam tubuh umumnya punya waktu paruh pendek hingga cepat luruh dan sisanya keluar melalui urine,” ujarnya. Radioisotop waktu paruh pendek itu antara lain teknesium-99m, samarium-153, dan iodium-131.
Selain aman dan bermanfaat, pada sejumlah kasus, layanan kedokteran nuklir lebih murah, efektif dan efisien dibandingkan dengan layanan konvensional. Karena itu, sejumlah negara progresif mengembangkannya, seperti Vietnam dan Myanmar.
“Kedokteran nuklir membuat anggaran kesehatan pemerintah pada era Jaminan Kesehatan Nasional lebih efisien,” kata Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia Eko Purnomo. Sebagian layanan kedokteran nuklir ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Namun, sejumlah layanan kedokteran nuklir masih amat mahal karena mahalnya radioisotop. Itu jadi tantangan bagi lembaga riset dan industri untuk berinovasi menghasilkan produk bermutu yang mampu dibayar warga atau pemerintah.
Saat ini baru 12 rumah sakit memberi layanan kedokteran nuklir, lebih separuhnya di Jakarta. Jumlah dokter spesialis kedokteran nuklir 45 orang, dan pusat pendidikannya di Universitas Padjadjaran-Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. (MZW)
Sumber: Kompas, 22 November 2017