Hilirisasi Riset Membutuhkan Waktu
Selama ini, pemanfaatan hasil riset lembaga penelitian dan perguruan tinggi untuk mendukung kebutuhan industri dan program pemerintah amat kurang. Lemahnya koordinasi antarlembaga memperburuk situasi. Namun, kebuntuan itu nyatanya bisa diatasi.
Kebuntuan hilirisasi riset itu berusaha diatasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang bekerja sama dengan PT Sang Hyang Seri (SHS) (Persero), badan usaha milik negara penyedia benih. PT SHS akan memasarkan varietas padi unggul hasil riset Batan Tropiko secara eksklusif.
“Kerja sama ini jadi terobosan agar varietas padi Batan dikenal dan dimanfaatkan masyarakat luas,” kata Kepala Batan Djarot Wisnubroto seusai penandatanganan nota kesepahaman Batan dan SHS dalam pemanfaatan teknologi nuklir bidang pertanian di Jakarta, Selasa (31/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama ini, varietas padi unggul hasil riset Batan disebarkan ke masyarakat lewat kerja sama dengan produsen benih swasta, penangkar, dan pemerintah daerah. Itu membuat penyebaran varietas padi itu tak optimal.
Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir Batan Hendig Winarno menyebut, tiap tahun, penyebaran aneka varietas unggul padi hasil riset Batan, seperti Sidenuk, Mira, dan Bestari, 45.000 hektar. Luasan pemanfaatan varietas padi Batan itu kecil dibandingkan luas areal tanam padi 2016 mencapai 15 juta hektar atau 0,3 persennya.
“Jaringan PT SHS yang tersebar di seluruh Indonesia akan membuat Tropiko bisa dimanfaatkan luas,” ujarnya. Apalagi, jika Tropiko masuk dalam program subsidi benih pemerintah.
Radiasi gama
Varietas padi Tropiko dihasilkan melalui radiasi sinar gama. Proses radiasi itu kerap menimbulkan ketakutan petani sehingga enggan memakainya. Ketakutan membuat nama varietas padi Batan berubah saat dipakai warga, seperti Sidenuk yang populer di masyarakat dengan nama Ciherang Delabet, Ciherang Bima, dan Ciherang Jablay.
Hendig menegaskan, radiasi sinar gama hanya dipakai sekali dengan intensitas radiasi 0,3-0,4 kilogray (kGy). Intensitas radiasi itu jauh lebih kecil dibandingkan radiasi bagi sterilisasi atau pengawetan makanan yang diperbolehkan 5-25 kGy. Beras yang dihasilkan aman dikonsumsi.
Selain diradiasi, Tropiko diperoleh dengan menyilangkan varietas padi Jepang Koshihari yang punya rasa enak dan IR 36 yang tahan hama. Tropiko mampu menghasilkan rata-rata 7,5 ton gabah kering giling per hektar. Bahkan, dalam kondisi optimal, bisa 10,5 ton GKG per hektar.
PT SHS melakukan uji tanam Tropiko di kebun Sukamandi, Subang, Jawa Barat, sejak 19 Juli 2017. Dari hasil pemantauan hingga Oktober, “Tropiko relatif lebih tahan terhadap serangan wereng batang coklat dan agak tahan terhadap serangan penggerek batang dibandingkan varietas Ciherang,” kata Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan PT SHS Setya Adi Sampurno.
Setelah nanti dipanen, sekitar pertengahan Desember, Tropiko akan menjalani uji rasa. Jika lolos, varietas Tropiko mulai bisa disebar ke petani awal 2018.
Hasil panen pada Desember itu sejatinya masih foundation seed (FS) atau benih dasar, hasil penanaman breeder seed atau benih pejenis yang dihasilkan Batan. Namun, sebagian FS itu akan disertifikasi sebagai benih sebar atau extension seed, melompati tahapan benih pokok atau stock seed untuk uji pasar.
(MZW)
Sumber: Kompas, 1 November 2017