Teknologi Seharusnya Tangkal Penjiplakan

- Editor

Rabu, 4 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemimbing Perlu LebihCermat Periksa Karya Ilmiah
Kehadiran teknologi canggih untuk mendeteksi tindak penjiplakan naskah karya ilmiah ternyata tidak menyurutkan niat sebagian orang untuk melakukan plagiasi. Keinginan memburu sederet gelar akademik secara mudah dan cepat adalah penyebab utama fenomena ini. Pembimbing harus bekerja secara saksama.

Guru Besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung Yanuarsyah Haroen mengungkapkan, sikap pemalas dan meremehkan makna gelar akademik merupakan alasan mahasiswa ataupun akademisi melakukan plagiasi. “Mereka menjiplak karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya dalam bentuk catatan perut ataupun catatan kaki,” ujar Yanuarsyah ketika dihubungi, Selasa (3/10).

Yanuarsyah, yang juga pakar dalam Tim Penilaian Jabatan Akademik Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, menyatakan, perilaku plagiasi di era digital makin parah dibandingkan era sebelumnya. Dulu, pelaku menjiplak dari buku, artikel media arus utama, dan makalah ilmiah. Sekarang mereka tanpa malu-malu menjiplak dari media sosial, seperti blog pribadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia menuturkan, modus plagiasi biasanya dua macam, yakni penulis asal mengutip dan menggunakan calo atau jasa penulisan karya ilmiah. Hal tersebut seperti yang terjadi pada temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik Kemristek dan Dikti atas lima disertasi mahasiswa pascasarjana di Universitas Negeri Jakarta. Jejak digital menunjukkan kelima disertasi itu dibuat di komputer yang sama. Pelaku diidentifikasi berdiam di Sulawesi Tenggara.

Contoh lainnya adalah sejumlah karya akademisi dan mahasiswa pascasarjana dari sejumlah perguruan tinggi di Sumatera Utara yang terbit di jurnal-jurnal internasional. “Ketika ditelusuri ke jurnal-jurnal tersebut, terungkap semua makalah dikirim dari satu alamat surat elektronik,” ujar Yanuarsyah.

Ia bersama timnya heran melihat kenekatan pelaku plagiarisme. Di tengah kemajuan teknologi, sudah ada sejumlah peranti lunak yang bisa mendeteksi tingkat kemiripan karya ilmiah seseorang dengan karya orang lain. Nyatanya, banyak karya tulis yang dibuat terburu-buru dan penyuntingannya tidak rapi alias sembrono.

Hal itu misalnya di dalam tulisan berbahasa Inggris masih terselip kalimat berbahasa Indonesia. Ada pula di dalam satu paragraf antara satu kalimat dan yang lain tidak sinkron.

Aplikasi

Salah satu peranti lunak yang dapat mendeteksi indikasi plagiarisme adalah Turnitin, aplikasi buatan Amerika Serikat. Apabila naskah dimasukkan ke aplikasi ini, akan muncul persentase kemiripan dengan karya yang pernah diterbitkan. Di dalamnya juga ditunjukkan situs dan jurnal ilmiah yang menerbitkannya pertama kali, termasuk laman media sosial.

Namun, perwakilan Turnitin untuk Indonesia, Ririana, mengatakan, penafsiran atas presentasi yang ditampilkan Turnitin tetap bergantung pada analisis ahli di bidang ilmu terkait.

Para dosen pembimbing dituntut benar-benar cermat setiap kali memberikan layanan konsultasi dengan mahasiswa.

Yanuarsyah mengingatkan, hendaknya catatan penelitian, bukti pengamatan, dan rujukan ilmiah diperiksa saksama.

Menurut dia, apabila tim menemukan indikasi plagiarisme berdasarkan laporan ke Kemristek dan Dikti, mereka meminta perguruan tinggi bersangkutan membina pelaku. Pelaku juga tak diperbolehkan mengikuti sidang kelulusan hingga benar-benar menyerahkan karya tulis yang murni hasil kerjanya. “Apabila pelaku masih diluluskan, baru diambil tindakan oleh kementerian,” katanya.

Contohnya, plagiarisme di ITB tahun 2010 yang mengakibatkan pelaku dikeluarkan dari program doktor. Adapun dosen pembimbingnya dikenai sanksi organisasi profesi internasional di bidang yang diampunya. Selama tiga tahun, dosen itu tak diizinkan menerbitkan karya dalam bentuk apa pun.

Kemristek dan Dikti melalui laman www.pak.ristekdikti.go.id juga mengunggah daftar jurnal internasional yang diduga mewadahi penerbitan karya-karya hasil plagiasi. Jurnal itu populer di kalangan sivitas akademika Indonesia.

—————–

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Oktober 2017, di halaman 12 dengan judul “Teknologi Seharusnya Tangkal Penjiplakan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB