Kemristek dan Dikti Jangan Tebang Pilih Menindak Pelanggaran Etika Akademik
Pembebastugasan Djaali sebagai rektor Universitas Negeri Jakarta menjadi momentum pembenahan mutu perguruan tinggi secara keseluruhan. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menekankan segala bentuk perkuliahan pascasarjana ditata berstandar nasional.
Kasus pelanggaran akademik dan pengelolaan pascasarjana di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bukan satu-satunya permasalahan perguruan tinggi (PT) yang mencuat akhir-akhir ini. Ombudsman RI (ORI) menerima setidaknya empat pengaduan lain terkait dugaan maladministrasi, yaitu di Universitas Negeri Manado, Universitas Tadulako, Universitas Halo Oleo, dan Universitas Musamus Merauke.
“Semua aduan sudah diteruskan ke Kemristek dan Dikti. Ada yang sudah dalam penanganan, ada juga yang belum ditanggapi serius,” kata komisioner ORI, Laode Ida, saat berkunjung ke Redaksi Kompas di Jakarta, Rabu (27/9). Ia menekankan, jika pelanggaran terus dibiarkan, universitas yang sejatinya benteng moral dan integritas malah menjadi wahana komersial bermuatan politik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
ORI meminta Kemristek Dikti tidak tebang pilih dalam menindak pelanggaran etika akademik, termasuk kasus ijazah palsu.
Hari Senin lalu, Kemristek dan Dikti membebastugaskan sementara Djaali dari jabatan Rektor UNJ. Dilantik sebagai Rektor tahun 2014, normalnya masa jabatan Djaali berakhir April 2018.
Keputusan itu didasarkan hasil evaluasi tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemristek dan Dikti sejak September 2016. Djaali dinyatakan tidak mengelola program pascasarjana UNJ secara benar. Terjadi pemadatan jam kuliah, lemahnya pelaksanaan absensi mahasiswa, dan tidak adanya penjaminan mutu dalam pembuatan karya ilmiah.
“Kiranya hal ini akan berdampak baik pada PT (secara keseluruhan) untuk memperbaiki mutu sejak seleksi mahasiswa, proses pendidikan, hingga kelulusan,” ujar Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristek dan Dikti, Intan Ahmad yang kini ditugasi sebagai Pelaksana Harian Rektor UNJ.
Senat UNJ, yang diwakili Achmad Ridwan, menyatakan, menerima keputusan Kemristek dan Dikti. Namun, Senat UNJ mendukung keputusan Djaali menempuh jalur hukum melalui Bareskrim Polri. Mereka keberatan atas beredarnya informasi yang disebarkan oleh anggota tim EKA Kemristek dan Dikti tanpa didahului dengan klarifikasi.
Perbaikan manajemen
Kalangan mahasiswa UNJ menyambut pembebastugasan rektornya dengan setumpuk harapan. Nanik Setyowati (29) dan Riski Gustiar (25), keduanya mahasiswa pascasarjana UNJ, berharap keputusan itu bermanfaat untuk mengembalikan nama baik UNJ. “Kami berkuliah sesuai aturan, tetapi tetap terkena sindiran dari teman-teman di luar UNJ,” kata Riski
Dosen Program Pascasarjana UNJ Saifur Rohman menilai langkah Kemristek dan Dikti terlambat. “Saya sudah menyuarakan protes terkait keberjalanan akademik yang menyimpang sejak 2013,” katanya.
Kemarin, Djaali melaporkan Ketua Tim EKA Kemristek dan Dikti Supriadi Rustad serta seorang dosen UNJ, Ubedilah Badrun, ke Bareskrim Polri.
Pengacara Djaali, Agustinus L Kilikily, mengungkapkan perkataan keduanya di sejumlah media daring yang menyebutkan ada praktik plagiarisme hingga jual- beli ijazah telah mencoreng nama baik Djaali sebagai pimpinan UNJ. Informasi itu disebarkan sebelum ada klarifikasi.
Djaali menjadikan Menristek dan Dikti M Nasir dan Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Ali Gufron Mukti sebagai saksi.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen (Pol) Herry Rudolf Nahak mengatakan, “Nanti kami pelajari, apakah laporan itu memenuhi unsur pidana atau tidak.”(DNE/ELN/SAN/SON/DD009/DD13/NAR)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 September 2017, di halaman 12 dengan judul “Benahi Mutu Perguruan Tinggi”.