Sebuah keluarga modern bangun di pagi hari. Dan, jendela membuka, panggangan roti bekerja, kopi panas mengucur mengepul. Sarapan tersedia tanpa ada yang perlu melakukan kerja membuka jendela, memanggang roti, dan menyeduh kopi. Semua dilakukan oleh sebuah sistem yang tertanam dalam keping kecil penanda yang dilekatkan pada semua peralatan dan benda-benda yang akan dideteksi datanya. Alat pembaca, komputer kecil, cukup ditempatkan di posisi-posisi strategis. Maka, banyak soal bisa dipecahkan atau dilakukan oleh sistem yang terdiri dari penanda bergerak dan komputer mikro. Maka, kini kita pun semakin tergantung pada kecerdasan komputer untuk menyelesaikan beragam masalah kita.
Pada awal kelahirannya, komputer membutuhkan central processing unit (CPU) dengan ukuran besar, tergantung dari kebutuhan. Ukurannya bisa sebesar lemari pakaian. Pada mulanya hanya ada komputer dengan CPU berukuran besar. Komputer pribadi kemudian berkembang menjadi laptop—komputer yang bisa dipangku—hingga kini ketika laptop bisa berukuran hanya sebesar buku tulis. Komputer pun semakin kecil ukurannya, tergantung dari kebutuhan si pemakai. Bahkan, komputer kini bisa dilekatkan di berbagai peralatan.
Komputer berukuran amat kecil kini bisa berada di mana-mana, pada berbagai peralatan yang kita gunakan sehari-hari yang ada di sekitar kita. Komputer itu akan memberikan respons terhadap keberadaan kita, keinginan, dan kebutuhan. Sistem tersebut berbasis pada teknologi radio-frequency identification (RFID). Sistem RFID menggunakan medan magnet untuk mengidentifikasi dan melacak keping penanda (tag) pada obyek. Tag tersebut menyimpan informasi secara elektronik. Penanda akan mengambil energi melalui gelombang radio. Tag disebut pasif—tidak membutuhkan perawatan atau baterai. Penanda tersebut mendapat tenaga dari alat baca. Penanda tersebut terdiri dari satu keping kecil (cip) dari silikon yang memuat data serta berbagai informasi lain dan peralatan pembaca yang bisa secara otomatis menerima dan membuka kode-kode data tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam sistem RFID, penanda bisa dipasang pada barang atau ditanamkan pada bagian tubuh dari makhluk hidup. Hewan-hewan milik Taman Safari misalnya, telah dilengkapi dengan teknologi RFID. Dengan menggunakan alat pembaca yang diarahkan ke penanda, data hewan akan bisa dibaca pada perangkat pembaca. Data tersebut antara lain tanggal lahir, jenis kelamin, dan asal-usul hewan. Teknologi serupa juga diterapkan pada penelitian terhadap hewan-hewan obyek penelitian, seperti penyu yang sedang diteliti untuk diketahui siklus hidupnya. Perjalanan penyu akan dapat dilacak dengan membaca penanda yang dipasang di tubuhnya.
Sistem RFID telah dipasang pada alat pencatat mobil di jalan tol. Mobil bisa langsung lewat tanpa harus berhenti karena di kaca jendela telah dipasang penanda. Hitachi telah mengembangkan penanda untuk bagasi, yang bisa pindah ke pesawat penerbangan sambungan tanpa campur tangan petugas. Sistem RFID telah dipasang pada kunci antipencuri pada mobil dan di Meksiko telah ditanam pada anak-anak sebagai ”anti-penculikan”.
Itulah masa depan kita, suatu masa depan yang telah dibayangkan oleh Mark D Weiser (1952-1999), seorang ilmuwan ahli komputer, ilmuwan kepala di Xerox PARC. Weiser dikenang sebagai seorang yang visioner. Dia memperkenalkan istilah ubiquitous computing (komputasi di mana-mana) pada 1988. Semua aktivitas keseharian kita kini semakin terbuka pada campur tangan komputer tanpa kita harus mengaktifkan sistemnya. Itulah yang oleh Weiser disebut sebagai calm technology. Teknologi itu telah ada ”di sana” dan telah siap bekerja membantu kita, manusia, tanpa kita perlu memberikan perhatian atau fokus tertentu. Menurut Weiser, teknologi ini merupakan teknologi yang mampu memperluas bagian bawah sadar manusia. Semakin seseorang mampu bekerja dengan intuisi, semakin cerdaslah dia. Itulah yang Weiser pikirkan.
Revolusi RFID pada akhirnya menuai persoalan sosial, bahkan persoalan kemanusiaan. Baru-baru ini muncul kegalauan dan memicu polemik, ketika muncul kabar bahwa RFID akan segera diterapkan pada seluruh umat manusia. Setiap individu tak lagi memiliki rahasia. Kebiasaan belanja, pola pikir, dan perilaku tiap individu bukan lagi rahasia. Kekhawatiran muncul bahwa manusia akan menjadi cyborg—terdiri dari organ hidup dan mesin mekanis. Muncul kekhawatiran, manusia telah ”beraksi bagai Tuhan”. Mungkin semua kegalauan tersebut tak perlu terjadi jika saja Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) tak menemukan sistem kode biner. Kode yang hanya berupa angka 0 dan angka 1. Kode yang menjadi penuntun awal kelahiran komputer….BRIGITTA ISWORO LAKSMI
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Agustus 2017, di halaman 16 dengan judul “Kode Biner”.