Tim peneliti gabungan Indonesia-Amerika Serikat melaksanakan sosialisasi ke sekolah-sekolah tentang potensi gempa dan tsunami dari zona subduksi di selatan Bali. Pendidikan kebencanaan dinilai sebagai kunci mengurangi risiko korban karena pengetahuan masyarakat tentang tsunami masih minim.
Anak-anak dari Sekolah Dasar Tanjung Benoa 2 dan Sekolah Menengah Atas Kutapura tampak terkejut saat Bryce Berret dari Brigham Young University menunjukkan pemodelan tsunami yang dibuatnya, Sabtu (15/7). Dalam model ini, terlihat jika gempa bumi berkekuatan M 9 terjadi di zona subduksi di selatan Bali, tsunami akan merendam dua sekolah di Tanjung Benua dan Kuta, Kabupaten Badung, ini. “Tsunami bisa terjadi hingga 20 meter di sekolah ini, bahkan di tempat lain bisa sampai 30 meter,” kata Bryce.
Kepala Sekolah SD Tanjung Benoa 2 Luh Sri Sudharmini mengatakan, sosialisasi potensi gempa bumi dan tsunami pernah dilakukan sekolah bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). “Namun, itu belum rutin. Tidak ada pelajaran khusus tentang ini. Kami belum tahu kalau sekolah ini bisa kena tsunami sampai setinggi itu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pihaknya juga sudah menjalin perjanjian dengan hotel di sekitar sini agar mengizinkan anak-anak mengungsi ke sana jika ada gempa berpotensi tsunami. “Kami belum yakin apakah hotelnya cukup tinggi untuk selamat dari tsunami,” kata Sudharmini.
Sejauh ini belum dihitung rinci daya tampung bangunan-bangunan tinggi di sekitar sekolah ini. “Masih butuh simulasi dan latihan evakuasi rutin,” ucapnya.
Sarah Hall dari Utah Valley University, AS, mengatakan, berdasarkan kajian sebelumnya di Jawa selatan pada 2016, sebagian besar anak-anak sekolah menyadari bahaya gempa dan tsunami. Namun, ada persepsi salah, yakni tsunami hanya terjadi jika gempanya amat kuat terasa, padahal tsunami bisa terjadi meski gempa tak kuat dirasakan.
Selain itu, masyarakat diimbau agar melaksanakan evakuasi mandiri dan tak menanti sirene tsunami yang dibangun di banyak kawasan pesisir di Indonesia. “Ada kalanya sistem peringatan dini tak berjalan. Jika terasa guncangan gempa 20 detik, segera mencari tempat tinggi minimal 20 meter. Tsunami bisa datang dalam 20 menit,” ujarnya.
Tantangan budaya
BPBD Bali jadi percontohan nasional melibatkan swasta dalam pengurangan risiko bencana. Selain menjalin perjanjian dengan hotel dan pengelola bangunan tinggi agar menyediakan tempat evakuasi bagi warga, BPBD Bali menginisiasi sertifikasi hotel siaga bencana.
“Ada 44 hotel mendapat sertifikat siaga bencana,” ucap Kepala BPBD Bali Made Indra. Setiap tanggal 26, pihaknya melaksanakan latihan evakuasi dengan membunyikan sirene dikoordinasikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Made mengapresiasi tim peneliti. Selain mencari deposit tsunami tua di area selatan Bali, tim itu melakukan pendidikan kebencanaan. Ia mempertanyakan konsep 20 meter evakuasi ke tempat tinggi yang diusulkan tim ini karena ketinggian bangunan di Bali maksimal 15 meter sesuai peraturan daerah. (AIK)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Juli 2017, di halaman 14 dengan judul “Pendidikan Jadi Kunci Tekan Risiko Tsunami”.