Rokok Elektronik Perlu Dikontrol

- Editor

Selasa, 18 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peredaran rokok elektronik di sejumlah negara di dunia terus terjadi. Tanpa ada aturan yang ketat, pemakaian produk yang mengandung nikotin itu bisa menjadi tak terkendali dan berdampak buruk bagi kesehatan.

Hal itu terungkap dalam Forum Nikotin Global bertema “Mengurangi Dampak Buruk, Menyelamatkan Nyawa”, seperti dilaporkan wartawan Kompas,Evy Rachmawati, Jumat (16/6), dari Warsawa, Polandia. Konferensi internasional itu membahas strategi pengurangan dampak buruk nikotin.

Di sejumlah negara, peredaran produk turunan tembakau, yakni rokok elektronik, termasuk rokok elektronik melalui pengasapan dan snus atau tembakau bubuk tanpa asap, diatur ketat. Sesuai regulasi, snus dilarang dijual di negara-negara Uni Eropa kecuali Swedia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski diatur ketat, konsumsi rokok elektronik terus meningkat. Di Inggris, misalnya, menurut Deborah Arnott, Chief Executive of Action on Smoking and Health (ASH) Inggris, ada 9 juta perokok di Inggris. Sementara jumlah pengguna rokok elektronik naik dari 2,8 juta tahun 2016 menjadi 2,9 juta orang pada 2017 ini.

Pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Ardini S Raksanagara, menegaskan, harus ada regulasi ketat untuk mengendalikan dampak buruk rokok elektronik bagi kesehatan.

Saat ini belum ada regulasi yang jelas tentang peredaran rokok elektronik di Indonesia. “Kalau tidak ada aturannya, penjual bisa seenaknya meracik nikotin cair dan bahan kimia lain sehingga melebihi standar toksisitas,” ujarnya.

Peraturan itu diperlukan untuk mengatur tata niaga dan standardisasi produk serta konsistensi racikan dalam mencampur nikotin. “Harus diatur bahwa rokok elektronik hanya boleh dijual kepada orang dewasa dan perokok berat, bukan untuk perokok pemula,” kata Ardini.

Mengurangi risiko
Menurut Jeannie Cameron, Direktur Pengelola JCIC International, konsultan kebijakan internasional, dalam konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau (FCTC) disebutkan, strategi pengurangan dampak buruk tembakau jadi bagian pengendalian tembakau.

Dengan demikian, negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meratifikasi FCTC tak hanya mengizinkan produk yang bisa mengurangi dampak buruk nikotin. Mereka juga berkewajiban untuk menerapkan hal itu sebagai bagian kebijakan pengendalian tembakau.

Gerry Stimson, Ketua Aliansi Nikotin Baru (The New Nicotine Alliance), menyatakan, merokok merupakan penggunaan tembakau yang paling berdampak buruk bagi kesehatan. Banyak orang sulit berhenti merokok karena kecanduan nikotin.

Terkait hal itu, berbagai produk nikotin berisiko lebih rendah dikembangkan untuk membantu orang beralih dari merokok. Menurut dia, penggunaan produk nikotin yang diklaim lebih aman, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan snus, terus meluas.

Dalam riset yang dipaparkan Peter Lee, ahli epidemiologi dan statistik medik, ada indikasi snus lebih aman 95 persen dibandingkan dengan rokok konvensional. Namun, itu perlu riset lebih lanjut dan subyek penelitian lebih luas.

Ardini menilai, perlu uji klinis lebih lanjut untuk memastikan keamanan produk nikotin atau produk turunan tembakau itu. Meski demikian, pemakaian rokok elektronik berpotensi jadi terapi alternatif agar berhenti merokok.
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Juni 2017, di halaman 14 dengan judul “Rokok Elektronik Perlu Dikontrol”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB