Penyandang diabetes melitus berisiko lebih tinggi mengalami gangguan jaringan saraf tepi atau neuropati. Karena itu, penyandang diabetes perlu menjaga pola makan dan mengonsumsi vitamin neurotropik agar bisa menjaga kondisi jaringan saraf.
Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Manfaluthy Hakim, Kamis (23/3), di Jakarta, menyatakan, 50-70 persen penyandang diabetes tipe I akan mengalami neuropati.
Semakin lama mengalami diabetes, risiko komplikasi pembuluh darah arteri pun meningkat. Jika lama terkena diabetes kurang dari 10 tahun, persentasenya di bawah 50 persen, tetapi jika terkena diabetes selama 15-20 tahun, angkanya bisa mencapai 75 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Neuropati ialah gangguan sistem saraf tepi yang menunjang sistem saraf pusat tubuh. Sistem saraf tepi memiliki fungsi sensorik terkait penginderaan, fungsi motorik terkait kerja otot, dan fungsi otonom bagi bagian tubuh yang bekerja sendiri.
Gerakan berulang
Gangguan awal neuropati terjadi pada fungsi sensorik karena selubung saraf tipis. Jika mengganggu fungsi otonom, mutu hidup penyandang turun karena mengalami masalah, seperti sulit menahan buang air kecil. Adapun kram bisa diatasi dengan mengurangi gerakan berulang. Sri Wahyuningsih, pasien neuropati, misalnya, sakit di jari dan menjalar ke lengan dan pundak.
Ada sejumlah faktor risiko neuropati, antara lain diabetes, trauma akibat kecelakaan, konsumsi alkohol, dan terpapar racun. ”Selain mengonsumsi obat diabetes, penyandang diabetes sebaiknya mengonsumsi vitamin neurotropik untuk memulihkan jaringan saraf,” ujarnya.
Pemberian vitamin neurotropik yang mengandung vitamin B1, B6, dan B12 bisa meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pasien yang belum diterapi memiliki kecepatan hantar 31,7 meter/detik dan setelah delapan pekan terapi jadi 40,1 meter/detik.
Ketua Umum Perdossi Moh Hasan Machfoed menambahkan, vitamin B1, B6, dan B12 ada di sayuran. Kebutuhan itu juga bisa dipenuhi dengan suplemen vitamin. ”Jika berlebih, vitamin B tak menggumpal di ginjal dan dibuang melalui urine,” katanya.
Saraf rusak tak bisa pulih sepenuhnya, tetapi bisa dicegah agar tak kian rusak. Hal itu tidak berlaku jika kehilangan lebih dari separuh serabut saraf. (ELD)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2017, di halaman 14 dengan judul “Diabetes Memicu Gangguan Saraf Tepi”.