Ada banyak hambatan menyusui bayi. Salah satunya ialah ada selaput di bawah lidah dan di bawah bibir. Meski tipis, selaput itu bisa berdampak serius pada keberhasilan menyusui dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak hingga usia dewasa.
Kondisi dasar bagian bawah lidah terikat melalui frenulum tebal, kencang, ataupun pendek yang menyebabkan gerakan lidah terbatas dikenal dengan sebutan tongue tie atau ankyloglossia.
Khamelia Fitri (28), misalnya. Setelah melahirkan, bayinya memiliki kadar bilirubin tinggi sehingga harus menjalani terapi. Bayinya rewel, ingin terus menyusu. Namun, saat menyusu, mulut bayinya sering lepas. Akhirnya, ia menyusui bayinya sambil memegangi payudaranya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akibatnya, bayi hanya menyusu di puting. Itu menyebabkan puting menjadi lecet dan berdarah. Khamelia sempat disarankan agar memakai krim untuk mengatasi luka lecet.
Ia juga disarankan mertuanya agar memberi bayinya susu formula. Alasannya, ia dianggap tak mengeluarkan banyak air susu ibu (ASI) karena kurang asupan makanan bergizi.
Akhirnya, Khamelia memakai susu formula dengan menggunakan dot. Bayinya lalu bingung puting parsial. Setelah frenotomi atau menggunting sedikit frenulum dan terapi kulit ke kulit disertai suplementasi atau pemberian suplemen, bayi itu kembali bisa menyusu normal.
Pengalaman Ferda Elizabeth Rooroh berbeda. Perempuan berusia 35 tahun itu menuturkan, meski anaknya yang bernama Mychelle Angelique Ruauw atau biasa dipanggil Angel memiliki tongue tie, tak ada masalah saat menyusu. Kenaikan berat badan Angel pun normal.
Namun lambat laun, seiring bertambahnya usia Angel, Ferda merasa ada yang aneh pada anaknya. Kemampuan bicara Angel jauh tertinggal dari anak seusianya. Akhirnya, saat Angel berusia 2 tahun Ferda membawa anaknya ke terapis wicara. Namun, tetap tak ada perubahan pada buah hatinya itu.
“Sedih. Saya pikir anak saya autis. Bahasa verbalnya tak dipahami orang, jadi motoriknya yang bekerja. Anak lain ada yang didorong, dijambak. Angel jadi kasar banget,” tuturnya.
Ia kian putus asa ketika Angel menginjak usia 5 tahun dan saatnya masuk sekolah dasar. Psikolog di sekolah yang dituju yang mengobservasi Angel menyebut nalar Angel tidak jalan lantaran belum bisa berbicara. Angel pun tak diterima di sekolah itu.
Ferda akhirnya mengetahui, penyebab kemampuan bicara Angel kurang berkembang adalah ada tongue tie. Setelah menjalani frenotomi, Angel jadi banyak bicara. Kosakatanya makin kaya dan artikulasi bahasanya kian jelas. Angel yang dulu tak pernah bercerita aktivitasnya kepada orangtuanya kini mulai bisa bercerita.
Adapun Nikodemus Simamora (31) mengungkapkan, saat berat badan bayinya, Kenisha Simamora, turun dari 3,15 kilogram (kg) jadi 2,8 kg, setelah dilahirkan, ia belum khawatir karena itu merupakan hal wajar. Namun, ketika sampai berusia 18 hari bobot bayinya justru turun lagi menjadi 2,7 kg, ia mulai khawatir. Bahkan, rumah sakit memvonis bayinya gagal tumbuh dan merekomendasikan penggunaan susu formula.
Ternyata Kenisha memiliki tongue tie sehingga proses menyusunya terganggu. Setelah mengetahui risiko tongue tie, Nikodemus memutuskan menempuh frenotomi bagi bayinya.
Hambat tumbuh kembang
Menurut Koordinator Pelatihan Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia Asti Praborini, frenotomi termasuk baru di dunia medis sehingga masih pro dan kontra. Meski demikian, di luar negeri, ada pelatihan dan perkumpulannya. Bahkan, di Australia, frenotomi sudah masuk dalam kurikulum pendidikan kedokteran.
Tongue tie bisa mengakibatkan cadel berbicara, menghambat pertumbuhan gigi, dan gangguan tidur. Kondisi itu juga menghambat perkembangan rahang bawah dan menimbulkan gangguan tulang belakang.
Pada proses menyusui, pelekatan bayi dengan tongue tie pada payudara ibunya saat menyusu tak sempurna sehingga isapannya tak maksimal. Itu mengakibatkan mulut bayi kerap lepas dari payudara, ASI tumpah karena udara masuk, dan puting sakit karena lecet sampai berdarah. Puting lecet bisa kena infeksi dan bernanah dan saluran ASI tersumbat.
Menurut Ratih Ayu Wulandari, Koordinator International Board Certified Lactation Consultant Indonesia, sebelum melakukan frenotomi, perlu ada pemeriksaan pada bayi. Ada instrumen untuk menentukan tipe tongue tie dan tindakan untuk mengatasinya. (ADH)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul “Selaput Tipis yang Berdampak Besar”.