Beban penyakit tuberkulosis makin besar. Sebanyak 690.000 dari 1 juta kasus tuberkulosis baru di Indonesia setiap tahun tak terlaporkan. Sementara beban ekonomi akibat penyakit itu mencapai 5,46 miliar dollar AS per tahun.
Paul Nunn, Mission Leader Joint External Monitoring Mission, memaparkan hal itu di hadapan Menteri Kesehatan di Jakarta, Kamis (26/1).
Semua warga Indonesia berisiko terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab tuberkulosis (TB). Penghitungan dengan metode lebih sensitif menunjukkan, ada lebih dari 1 juta kasus baru tiap tahun dengan kematian 100.000 per tahun. Namun, baru sedikit kasus terlaporkan. Penemuan kasus aktif oleh tenaga kesehatan jadi penting.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari 690.000 kasus TB baru tak terlaporkan, 42 persen ada di fasilitas layanan kesehatan swasta yang kemampuan mengobatinya tak merata. Kasus TB yang tak terlaporkan itu umumnya dari golongan masyarakat miskin dan hampir miskin, lanjut usia, dan tahanan.
Belum lagi beban TB yang kebal terhadap antibiotik (multidrug resistant tuberculosis/ MDR-TB) mencemaskan. Pada 2016, dari 30.000 kasus MDR-TB, hanya 1.848 pasien diobati.
Selain itu, koinfeksi TB dengan HIV jadi beban. Daniel Tarantola, Mission Leader Country Review on HIV Response, merekomendasikan, integrasi rencana penanggulangan TB-HIV tak hanya di tingkat nasional, tetapi hingga pemerintah daerah.
Meski demikian, menurut Nunn, Indonesia bisa berkontribusi pada penanganan TB. Contohnya, di Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, penanganan TB jadi indikator kinerja pemda dan ada bantuan ratusan alat deteksi pada fasilitas kesehatan. Harapannya, deteksi TB lebih cepat.
Menanti pasien
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh mengakui tingginya kasus TB yang tak tercatat di Indonesia. Sebab, penemuan kasus hanya menanti pasien datang, tidak aktif menelusuri ke lapangan.
Ada standar penanganan TB bagi dokter praktik pribadi, yakni Standar Internasional Pemeriksaan TB, mencakup terapi dan pelaporannya. Dinas kesehatan di daerah harus menindaklanjuti laporan itu.
Konsensus di dunia menargetkan eliminasi TB pada 2050. Indonesia ingin lebih cepat, yakni tahun 2035. Jadi, perlu percepatan penanganan TB, termasuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemda.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan, pelaporan kasus TB dari fasilitas pelayanan kesehatan swasta belum baik. Ke depan, pencarian kasus TB akan memakai pendekatan keluarga.
Petugas puskesmas akan aktif menjangkau warga, mengunjungi orang sakit, serta melihat keluarga dan lingkungan sekitarnya. “Setelah ditemukan, harus diobati sampai tuntas,” ujar Nila.(ADH)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Januari 2017, di halaman 13 dengan judul “690.000 Kasus Tidak Terlaporkan”.