Tahun 2017, iklim di Indonesia diprediksi normal. Meski begitu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sudah memberi peringatan: delapan provinsi bakal rawan kebakaran hutan dan lahan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Papua.
Beberapa daerah di wilayah ekuatorial mengalami dua kali kemarau. Contohnya, pada Februari-Maret, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah mengalami kemarau, lalu Juni kembali kemarau. Ancaman kebakaran hutan dan lahan diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yang beriklim kemarau basah.
Kekeringan panjang tahun 2015 membantu ”memastikan” terjadinya kebakaran hutan. Akibat langkah mitigasi yang kurang memadai, dampak kebakaran lebih dari Rp 200 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Persoalan iklim dan cuaca hanya salah satu penyebab bencana, yaitu hidrometeorologi. Besarnya dampak bencana terkait berbagai hal, antara lain kondisi setempat pada waktu itu (existing), beragam aspek (sosial, ekonomi, budaya, posisi geografis) yang memengaruhi sifat iklim lokal, dan kebijakan pemerintah.
Prediksi bahwa tahun 2017 iklim Indonesia akan normal memberi sedikit rasa lega. Setidaknya secara umum kondisi pertanian akan relatif aman dari kekeringan. Akan tetapi, dibutuhkan cara pandang lain: posisi normal itu memberikan kesempatan atau peluang untuk membangun ketahanan terhadap ancaman bencana.
Mitigasi
Setahun ini, jika pemerintah bekerja sebagai ”satu tubuh”, mungkin banyak hal terselamatkan: produksi pertanian, hortikultura, dan pariwisata. Pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan jadi yang terdepan karena isu amat strategis. Secara internasional, jika Indonesia berhasil meredam, jika mungkin mencegah kebakaran hutan, Indonesia akan dapat pujian dan dihormati. Itu karena tindakan nyata dalam isu perubahan iklim: menghambat lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer.
Koordinasi antar-kementerian dan antar-pemangku kepentingan juga penting, jadi kunci. Pemilik modal investasi berbasis lahan berada pada posisi khusus karena dikaitkan sumber api.
Sebagai langkah mitigasi, perlu pendekatan hukum tegas demi mencegah bencana. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pasukan Manggala Agni-nya harus proaktif melibatkan masyarakat akar rumput. Peran Badan Restorasi Gambut juga jadi salah satu kunci penting.
Di bidang pertanian, janji pemerintah membangun sekitar 30.000 embung mendesak diwujudkan. Di sektor pariwisata, perlu mitigasi di lokasi rawan bencana, seperti pantai, bukit, atau pegunungan. Begitu pula infrastruktur jalan hingga transportasi laut dan pesawat terbang. Semuanya membutuhkan kerja-kerja-kerja demi memastikan keamanan.
Ari Mochamad Arif dalam disertasinya tentang adaptasi perubahan iklim menyebut, tingkat kepercayaan antar-pemangku kepentingan, kepemimpinan, dan partisipasi pemerintah merupakan modal sosial yang bakal mendukung operasionalisasi kebijakan. Variabel keempat yang ia tambahkan jadi kunci adalah variabel infrastruktur yang mencakup data dan informasi program (ada informasi lokasi dan anggaran, kerangka waktu, kebutuhan teknologi, pengembangan kapasitas, dan lain-lain).
Sebagai basis keseluruhan: jangan tinggalkan kaum ilmuwan, kaum peneliti, yang bakal memberi landasan ilmiah sehingga tidak terjadi pembangunan yang justru menjadi bumerang. Semoga.—BRIGITTA ISWORO LAKSMI
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Januari 2017, di halaman 14 dengan judul “Iklim Normal”.