Melengkapi Solusi Dengue

- Editor

Rabu, 9 November 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Enam bulan setelah Organisasi Kesehatan Dunia mengesahkan penggunaan vaksin dengue untuk mencegah demam berdarah, vaksin itu akhirnya masuk ke Indonesia. Dinamai Dengvaxia –hasil 20 tahun penelitian Sanofi-Pasteur, Perancis– vaksin juga telah dipakai di empat negara: Filipina, El Salvador, Meksiko, dan Brasil.

Tidak mudah menghasilkan vaksin ini, karena virus dengue ada empat strain, lebih dari virus polio dan cacar. Hal ini mempersulit isolasi dan membentuk antigennya. Masalah lain yang membuat proses pembuatan vaksin berlangsung lama adalah sulitnya mencari binatang percobaan yang reaksinya terhadap dengue mirip manusia. Akibatnya, uji coba menjadi lebih rumit, panjang, dan mahal karena menyertakan manusia sejak awal.

Namun, vaksin pun tidak akan mengeliminasi dengue dalam semalam. Menurut dr In-Kyu Yoon, Direktur Dengue Vaccine Initiative, konsorsium internasional partner Sanofi, kendala utamanya adalah kapasitas produksi. Sanofi baru mampu memproduksi 100 juta dosis vaksin per tahun, padahal kebutuhannya satu miliar dosis untuk lima tahun (Time, 15/4/2016).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kendala berikutnya adalah harga vaksin masih relatif mahal, Rp 1 juta per dosis. Vaksin dengue juga hanya untuk mereka yang berusia di atas 9 tahun dan terutama hidup di kawasan endemik. Hasil pengujian menunjukkan, vaksin ini 70 persen efektif untuk populasi yang rentan terpapar dan 90-95 persen efektif untuk mencegah terjadinya komplikasi buruk.

Oleh karena itu, pemberantasan penyakit demam berdarah, tidak boleh hanya mengandalkan vaksin. Apalagi, virus dengue juga mudah bermutasi yang bisa mengurangi efektivitas vaksin.

ff6ff73122824fb498392aec3f19664cDalam segi tiga penularan demam berdarah yang mengaitkan nyamuk, dengue, dan manusia, vaksin berperan memutus hubungan manusia dengan dengue. Pemutusan hubungan manusia dengan nyamuk bisa dengan pemberantasan sarang nyamuk dan pengasapan. Namun, dalam hal hubungan nyamuk dengan dengue, belum banyak metode yang diterapkan.

Wolbachia
Salah satu metode pemutusan rantai nyamuk dengan dengue yang efektif adalah menyisipkan wolbachia ke tubuh nyamuk. Metode baru pengendalian nyamuk Aedes aegypti yang menularkan demam berdarah ini, dikembangkan Eliminate Dengue Project (EDP) Yogya, hasil kerja sama Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogakarta dengan Yayasan Tahija.

Wolbachia adalah bakteri yang umum ditemukan pada serangga. Di alam, lalat buah pembawa (carrier) wolbachia berumur pendek, sehingga muncul ide menempelkan wolbachia pada nyamuk agar mati sebelum sempat menulari manusia. Ternyata keberadaan wolbachia justru melumpuhkan virus dengue.

Nyamuk pembawa wolbachia bukan nyamuk transgenik. Wolbachia juga aman bagi manusia karena hanya bisa bertahan pada sel serangga hidup dan tidak bisa berpindah ke manusia.

Menurut Bekti Andari, Koordinator Komunikasi dan Penyertaan Masyarakat EDP-Yogya, pelepasan nyamuk berwolbachia mulai berlangsung Januari 2014 di dua wilayah Kabupaten Sleman, yakni Dusun Kronggahan dan Nogotirto. Pemantauan hingga kini menunjukkan nyamuk Aedes aegypti berwolbachia, mampu bertahan dan bahkan berkembang biak dengan baik di lingkungan alaminya.

Hasil serupa terjadi pada nyamuk aedes ber-wolbachia yang dilepas di wilayah Bantul, yakni di Dusun Jomblangan dan Singosaren. ”Hasil pengamatan kasus dengue di wilayah-wilayah itu menunjukkan tak ada penularan setempat setelah nyamuk berwolbachia menetap dan berkembang biak,” kata Bekti.

Menurut Agus Susanto, General Manager Dukungan dan Layanan Proyek dari Yayasan Tahija, penurunan kasus demam berdarah akan spesifik diteliti dalam fase berikutnya.

Hingga Agustus 2016, lokasi penyebaran nyamuk Aedes pembawa wolbachia sudah bertambah tujuh kelurahan di kawasan Kota Yogyakarta, yaitu Karangwaru, Bener, Kricak, Tegalrejo, Pakuncen, Wirobrajan, dan Patangpuluhan.

Dengan pemerintah pusat, EDP-Yogya berkoordinasi dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyelenggarakan analisis risiko penelitian. Hasilnya teknologi wolbachia aman. Maka ke depan, Indonesia akan memiliki metode pemutusan mata rantai demam berdarah dengue yang komplet dalam segitiga nyamuk-dengue-manusia.

Oleh AGNES ARISTIARINI

Sumber: Kompas, 9 November 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB