Beberapa waktu lalu, Partai Persatuan Pembangunan mengusulkan syarat menjadi presiden adalah orang Indonesia asli dan dimuat dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Adakah orang asli Indonesia itu?
Perbedaan fisik biasa dipakai untuk membangun identitas. Namun, sulit mendefinisikan manusia asli Indonesia berdasarkan ciri fisik. Orang asli Indonesia jelas bukan hanya yang berkulit kuning, coklat, atau hitam. Bukan pula hanya berambut lurus atau keriting. Tentu bukan hanya yang bermata belok atau sipit.
Jauh sebelum kedatangan manusia modern (Homo sapiens) ke Nusantara, kawasan ini juga telah dihuni manusia purba atau arkaik. Ada Homo erectus erectus atau Java Man, diperkirakan menghuni Jawa 700.000 – 1 juta tahun lalu. Ada Homo floresiensis, diduga tinggal di Pulau Flores 100.000-60.000 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenyataannya, migrasi Homo sapiens ke Nusantara saja bisa dibagi dalam empat gelombang besar. Teori Out of Africa menyebutkan, nenek moyang seluruh manusia modern awalnya muncul di Afrika 200.000 tahun lalu. Sekitar 125.000 tahun lalu, secara bergelombang mereka meninggalkan Afrika.
Salah satu kelompok berjalan melewati pesisir Arabia dan Persia, hingga mencapai India, sebelum masuk ke wilayah barat Nusantara yang saat itu masih berupa daratan besar Paparan Sunda. Mereka tiba sekitar 50. 000 tahun lalu.
Bukti-bukti keberadaan mereka bisa ditemukan di situs Song Terus, Braholo, Song Kepek (Jawa Timur), situs Leang Burung dan Leang Sekpao di Sulawesi Selatan. Mereka kemudian menyeberang ke kawasan timur Nusantara –sat itu masih bergabung dengan Australia sebagai Paparan Sahul– serta menjadi nenek moyang jauh orang Papua dan Aborigin-Australia.
Gelombang migrasi kedua ke Nusantara terjadi di akhir Zaman Es, 11.000 tahun lalu. Sekalipun akarnya juga dari Afrika, nenek moyang mereka pernah lama menetap di Asia daratan. Kelompok yang disebut Austroasiatik itu tinggal di goa seperti migran pertama dan meneruskan tradisi berburu serta meramu.
Gelombang migrasi berikutnya ditandai dengan kedatangan penutur Austronesia (Out of Taiwan) 4.000-5.000 tahun lalu. Mereka diperkirakan datang melalui dua jalur. Jalur pertama dari Taiwan, lalu Filipina, sebelum masuk ke Pulau Sulawesi dan menyebar ke Nusantara. Jalur kedua dari barat melalui Semenanjung Melayu, lalu ke Sumatera, Jawa, dan seterusnya.
Migrasi tahap keempat terjadi di era sejarah seiring dengan intensifnya perdagangan antarbenua. Dari jalur barat datang pelaut-pelaut Arab dan India, dan berikutnya Eropa. Sementara dari timur datang para pelaut Tiongkok Mereka berbaur dengan para migran yang lebih awal.
Jejak pembauran itu tampak dalam studi Karafet dan Lansing (2005 dan 2010) yang menemukan motif genetika India 12 persen pada orang Bali saat ini. Motif India juga ditemukan di Sumatera, Jawa, dan kawasan barat Indonesia lain. Bauran genetika India di Nusantara diperkirakan terjadi 2.500 tahun lalu. Adapun pengaruh genetika Tiongkok di Bali kurang dari 1 persen dan di Jawa sekitar 11 persen.
Pembauran pun terjadi di antara sesama etnis Nusantara lalu membentuk etnik baru. Studi oleh periset genetika Eijkman, Pradiptajati (2016) merekonstruksi terbentuknya etnis Banjar di Kalimantan Selatan, campuran Dayak Ma’anyan dan Melayu.
Penelitian yang diterbitkan jurnal Nature edisi 18 Mei 2016 itu menemukan, pembauran genetik antara Dayak Ma’anyan dengan Melayu terjadi sekitar abad ke-5. Komposisi genetika orang Banjar 76-77 persen Melayu dan 23-24 persen Dayak Ma’anyan. Orang Banjar berlayar menyeberangi Samudra Hindia 1.000-1.200 tahun lalu, kawin-mawin dengan etnis Bantu dari Afrika Selatan. Merekalah nenek moyang orang Madagaskar saat ini.
Mencari tahu siapa orang Melayu dan Dayak Ma’anyan, kita akan melihat pembauran lebih tua dan rumit. Kajian Pan-Asian SNP Consortium (2009) menemukan, tipe haplotipe manusia Indonesia memiliki unsur Alatic, Sino-Tibet, Hmong-Mien, Tai-Kadai, Austroasiatik, Austronesia, Papua, Dravida, IndoEropa, hingga Niger-Kongo dengan persentase berbeda-beda. Inilah jejak panjang pembauran yang terjadi.
Jawa, misalnya, unsur Austro-Asiatiknya lebih dominan dibanding Austronesia, sedangkan orang Melayu lebih dominan Austronesia dibandingkan Austro-Asiatik. Orang Mentawai hampir 100 persen Austronesia. Dayak dominan Austronesia dibanding Austroasiatik dan Hmong-Mien. Adapun Sumba terdiri dari unsur Papua, Austroasiatik, dan Austronesia.
Dengan demikian, wacana tentang manusia asli Indonesia lebih bersifat politis dibandingkan saintifik. Maka, mencari manusia asli Indonesia untuk membangun oposisi biner tentang pribumi dan pendatang adalah kekeliruan.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 1 November 2016